Kekasih Ku, Suami Adikku

Saat ini, Raffa baru saja membuka matanya. Dia segera mengambil ponsel di atas nakas dan mengecek waktu.

"astaga, Aku kesiangan. Seharusnya, aku bangun lebih awal karena akan kembali ke kota hari ini." gumam Raffa.

"kenapa Alena tidak membangunkan ku? Apa dia juga kesiangan?" gumam Raffa.

Pria itu menggeleng, dia segera bangkit dari tidurnya dan bergegas berjalan ke arah kamar mandi.

Raffa bahkan mandi terburu-buru, karena dia tidak ingin waktu untuk berangkat tertunda.

"aku sudah muak berada di sini. Terlebih, aku harus melihat wajah Liana." gumam Raffa.

sementara itu, saat ini Dewi dan Ditto masih berada di meja makan. Mereka masih tengah menunggu Raffa terbangun.

Dan pandangan keduanya beralih, saat melihat pintu kamar Raffa yang tiba-tiba saja terbuka.

Raffa segera berjalan ke arah meja makan, dengan pakaian yang sudah begitu rapi. Raffa bahkan sudah membawa koper besar miliknya, dan dia taruh di dekat ruang tamu.

"selamat pagi, ayah, ibu."

"selamat pagi nak Raffa."

Raffa tersenyum, dia menoleh kesana kemari, dan dia masih belum juga melihat Alena.

"Oya Bu, apa Alena belum bangun?"

"sudah Nak Raffa."

"benarkah? dimana dia? kenapa tidak membangunkan ku?"

"s-sebenarnya Alena sudah pergi sejak pagi. Dia hanya bilang jika ada seseorang yang menghubunginya dan memintanya untuk segera berangkat." ucap Dewi.

"apa? Tidak mungkin, tidak mungkin Alena meninggalkan ku di sini."

"apa yang istri ku katakan benar Raffa, jika Alena sudah berangkat."

"tapi bagaimana bisa Alena tidak membangunkan ku? tidak biasanya Alena bersikap seperti ini padaku."

Dewi dan Ditto terdiam. Mereka bahkan tidak bisa menjawab apa yang Raffa katakan.

Raffa segera mengambil ponselnya dan mencoba menghubungi Alena. Dia berharap jika nomor Alena aktif.

Tapi sepertinya, apa yang Raffa harapkan tidak sesuai dengan kenyataan. Karena nomor Alena tidak bisa di hubungi.

"astaga .. Ada apa ini? kenapa Alena bersikap seperti ini padaku? Semenjak kamu menjalin hubungan. Dia bahkan tidak pernah bersikap kekanakan seperti ini." gumam Raffa.

Raffa menguasai wajahnya kasar. Sungguh, Raffa benar-benar tidak mengerti dengan apa yang terjadi saat ini.

"bolehkah aku berbicara jujur? Tapi, kau jangan marah." ucap Ditto.

"marah? kenapa aku harus marah? Katakan ayah, apa yang sebenarnya terjadi."

"begini ... pagi tadi, Alena memang sudah turun dari kamarnya. Dia bahkan mendatangi kamar mu. Hanya saja, tidak lama kemudian dia keluar kembali. kamu melihat jika Alena sepertinya menangis. kami bertanya, tapi dia menjawab jika dia tidak apa-apa. Dan dia kembali naik ke atas untuk mengambil kopernya sebelum kemudian pergi."

"apa? bagaimana mungkin? kenapa Alena menangis saat keluar dari kamar ku?"

"kami juga tidak tahu. Hanya saja, tidak lama kemudian, kami melihat Liana yang juga keluar dari kamar mu."

"apa? Liana keluar dari kamar ku?"

Dewi dan Ditto mengangguk. Raffa mengepakkan tangannya. Dia tahu jika ini adalah rencana Liana. Karena dia sama sekali tidak ingat bagaimana Liana bisa ada di kamarnya.

"kurang ajar!!"

Raffa bangkit kembali dari duduknya. Dia hendak melangkah menjauh dari meja makan. Hanya saja, tangan Ditto lebih dulu mencekal pergelangan tangan Raffa.

"apa yang akan kau lakukan raff?"

"ayah, ayah masih bertanya apa yang akan aku lakukan? Tentu saja aku akan memberi pelajaran pada Liana. Aku tidak membawa Liana masuk ke kamar ku. Bagaimana bisa dia ada di sana jika tidak dirinya sendiri yang datang? Dia sengaja melakukan ini karena ingin hubungan ku dengan Alena hancur."

"tapi raff, kau harus ingat jika Liana sedang mengandung. Kau tidak boleh terlalu kasar padanya."

"aku tahu dia sedang mengandung. Tapi anak itu tidak tahu diri. Dia seharusnya berterimakasih padaku dan Alena karena sudah mau bertanggung jawab atas bayi itu. tapi, apa yang aku dapat? Alena salah paham padaku, dan dia lebih memilih pergi meninggalkan ku sekarang."

"Raff, ayah mohon jangan seperti ini. Ayah janji, ayah yang akan menasehati Liana agar tidak seperti ini."

Raffa menggeleng, dia benar-benar tidak habis pikir dengan apa yang di lakukan Liana. bagaimana bisa gadis semuda itu memiliki watak licik seperti ini.

Raffa menghempas kasar tangan Ditto, hingga cekalan Ditto pun terlepas. dia menatap nyalang ke arah pria yang saat ini sudah resmi menjadi mertuanya tersebut.

"ayah. Ayah harus bisa tegas dalam mendidik anak ayah. aku akan menuruti ucapan mu kali ini, dan aku tidak akan membalas apa yang sudah Liana lakukan. hanya saja, aku tidak akan memberinya kesempatan kedua jika dia berlaku seperti ini lagi. Aku permisi."

Raffa segera mengambil koper miliknya dan berjalan meninggalkan rumah tersebut. Yang ada di pikiran Raffa saat ini hanyalah bertemu dengan Alena.

"maafkan aku sayang, aku terlalu ceroboh hingga gadis itu berhasil membuat mu salah paham. Aku janji akan membalasnya jika dia kembali berulah. Aku mohon, tunggu aku Alena." gumam Raffa.

***

Sementara itu, saat ini Alena sudah sampai di suatu tempat yang cukup jauh dari lokasi apartemen juga perusahaan tempat dirinya bekerja.

Alena sudah mengajukan izin di bantu oleh temannya. Hingga sekarang, Alena bebas menikmati waktu kesendiriannya.

Alena memilih sebuah hotel yang dekat dengan pantai. Karena Alena sangat membutuhkan suasana yang damai seperti saat ini.

Alena tengah menatap bagaimana ombak menyapu kakinya. dan senyum getir pun tercipta dari bibirnya.

"aku yang memang sudah salah sejak awal. Aku yang membuka pintu untuk Liana hingga dia berhasil masuk. dan sekarang? Aku tidak bisa berbuat apapun. aku hanya bisa melihat cintaku di miliki olehnya." batin Alena.

Alena mendudukkan dirinya di atas butiran pasir, dia kembali menatap bagaimana indahnya lautan biru yang ada di hadapannya saat ini.

Hingga tanpa terasa, bulir air mata kembali jatuh dan membasahi pipinya.

"bukankah aku bebas menangis sekarang? Aku hanya ingin meratapi kebodohan ku." gumam Alena.

dan tiba-tiba saja, sebuah sapu tangan tiba-tiba ada di hadapannya saat ini. Alena mengernyit, dia menoleh ke arah samping dan melihat sosok pria tampan yang saat ini masih menyodorkan sapu tangan padanya.

"terimalah," ucap pria tersebut.

Alena mengambilnya dan mengusap air matanya dengan sapu tangan yang di berikan pemuda tersebut.

"terimakasih."

"Jordy."

Alena mengernyit, kenapa jawaban pria yang ada di sampingnya tidak nyambung. Alena segera menoleh kembali dan menatap bertanya pada pria tersebut.

"namaku Jordy. Akan lebih baik jika kau mengucapkan terimakasih di barengi dengan menyebut namaku."

Alena tersenyum kecil, dia mengangguk.

"terimakasih Jordy."

"sama-sama nona cantik. Bolehkah aku bergabung?"

"tentu, silahkan."

Jordy tersenyum, dia ikut duduk bergabung bersama Alena. Dan sama-sama menatap bagaimana cantiknya pantai yang ada di hadapan keduanya saat ini.