NovelToon NovelToon
The Final Entity Never Regrets In Reality

The Final Entity Never Regrets In Reality

Status: sedang berlangsung
Genre:Action / Fantasi / Reinkarnasi / Epik Petualangan / Keluarga / Romansa
Popularitas:2.8k
Nilai: 5
Nama Author: RiesSa

"Namaku ya..."

Siapa nama dari tubuh gadis yang Kumasuki ini? Apa maksud dari semua mimpi buruk sebelum aku masuk ke tubuh ini? Lalu suara yang memanggilku Himena sebelumnya itu, apakah ada hubungannya denganku atau tubuh ini?

"Vıra...panggil saja aku Vıra." Jawabku tersenyum sedih karena membayangkan harus menerima kenyataan yang ada bahwa aku di sini. Benar, inilah Kenyataanku sekarang.

Semua tentangku, dia, dan tragedi pengkhianatan itu, akan terkuak satu-persatu. PASTI....

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon RiesSa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Sisi Lain Monokrom

Aku menangis saat satu-persatu perasaan yang Ia alami di dunia Limbo mengalir memenuhi hati. Rasa sakit karena tersiksa oleh MANA, tidak bisa ke mana-mana dan terus berdiri di depan UKS ini, ditambah dia telah di sini selama… 50 abad? 100 abad?

Tidak, dia sudah berada di sini selama beribu-ribu tahun sejak manusia pertama, Adam turun ke bumi. Dunia Limbo tidak mempunyai konsep waktu, dia bisa tahu hitungan ini karena menghitung setiap detik dalam otaknya agar tetap tersadar. Ia tidak menggunakan AURA kecil miliknya untuk melawan kutukan MANA karena tahu hal itu percuma saja. Sebaliknya, Ia menggunakan AURA tersebut ke otak agar tetap bisa menghitung dan tidak lupa. Semua angka nominal yang telah dihitungnya mengalir ke dalam kepalaku. Deretan angka detik itu…

“Kak Yo-ru, di-a ja-hat. Me-ngi-rim-ku ke-si-ni. Hi-me-na, to-long a-ku.”

[“Maaf Himena, tapi kamu terlalu berbahaya. Cahaya mataharimu bisa merusak apa yang telah kuusahakan selama ini. Akan kupisah separuh jiwamu dan kubuang ke lembah Abbys agar menghilang.” Ucap laki-laki Albino membuat sebuah segel AURA.

“Tidak-tidak-tidak! Tidak Kak Yoru, aku mohon Kak! Himena janji tidak akan mengganggu urusan Kak Yoru lagi. Kak-”

Laki-laki albino itu memotong separuh nyawaku dan membuangnya ke dalam portal hitam. Nyawa yang penuh dengan AURA hangat itu langsung lenyap tidak bersisa ditelan tempat yang hitam nan dingin.

Apa itu kenyataan? Apa itu ilusi?

Setengah kesadaran, jiwa, dan pikiranku hilang. Linglung menatap kerumunan orang-orang di depanku yang bersiap membuat perayaan.

“Kalian urus sisanya di sini.” Ucap laki-laki albino itu beranjak pergi.

“Maaf Tuan, bagaimana dengan Nona Himena?” Tanya orang berjanggut belah, dia adalah pelayan pribadinya.

“Terserah, perlakukan dia sesukamu.” Katanya dingin.

Bersorak gembira para bawahan laki-laki albino itu menyalib dan memaksaku minum obat tidur.]

“Jadi kamu adalah…” Ucapku tidak berani melanjutkan.

“Hi-me-na… a-ku rin-du A-yah-an-da, a-ku rin-du I-bun-da, a-ku rin-du Kak Ra-i, a-ku rin-du diri-mu. Sa-kit, se-pi, ta-kut…”

Aku langsung memeluknya erat-erat, dia adalah separuh jiwaku yang dibuang oleh Si pengkhianat. Dirinya telah bertahan selama ini tanpa menyerah dan terus percaya pasti ada yang menolongnya. Aku sekalipun tidak yakin kalau bisa sekuat sosok mulia ini.

“Maaf baru sekarang aku ke sini, maaf membiarkanmu menanggung semua siksaan ini, maafkan aku yang telah melupakanmu. Himena…”

Sing…!!!

Sebuah cahaya putih familiar muncul di tengah-tengah lapangan yang tenang, membuat dunia Limbo ini bergetar ketakutan akan kehadiran sesuatu. Sosok pria dengan topeng aneh, berambut perak sebahu dan berjas abu-abu. Kemejanya putih tanpa bersih dengan celana yang sedikit lebih gelap daripada jasnya, begitupula dengan sepatunya yang hitam.

Sosok sama yang muncul ketika insiden Chrimera di sekolah.

Tap.

Dunia limbo bahkan tidak berani untuk menyentuhnya, setiap langkah yang Ia pijakkan membuat membuat area kosong putih bercahaya dan langkah selanjutnya hitam gelap.

“Waktu untuk menjemputmu telah tiba, maaf membuatmu menahan selama ini, Himena.” Pria berambut siver tersebut mengelus rambut kembaranku pelan.

“Pa-man pe-rak? A-pa a-ku bi-sa ke-lu-ar da-ri si-ni?”

“Iya, tentu saja Tuan putri. Semua persyaratan untuk lepas dari kutukan MANA telah terkumpul.” Jawab pria perak lembut.

Ia mengeluarkan sebuah belati berornamen dari udara kosong dan meletakkan ujungnya tepat tengah dada kembaranku.

“Tunggu-tunggu-tunggu! Apa yang mau kamu lakukan!?”

“Ti-dak a-pa–a-pa Hi-me-na, per-ca-ya-lah ke Pa-man pe-rak.” Kembaranku memegang tanganku erat-erat.

“Tapi…”

Ia masih menatapku lumat-lumat tanpa ekspresi, namun aku tahu dia pasti tersenyum senang sekarang kalau bisa berekspresi. Dia adalah aku, aku adalah dia. Kalau menurutnya itu yang terbaik, sudah pasti akan kuturuti.

Aku mengangguk setuju membiarkan pria perak melakukan tugasnya.

“Mendekatlah, Himena.” Dia memberi isyarat agar aku memegang tangannya.

Pria berambut perak menusukkan belati miliknya ke tengah dada kembaranku, tapi dia terlihat tidak merasakan sakit sedikit pun. Mungkin karena dia sejatinya adalah berbentuk jiwa, atau karena yang ditusuk bukanlah kembaranku, melainkan MANA itu sendiri.

Apa pun itu, semua samudera MANA di dalamnya tiba-tiba berkurang drastis hingga setengah dari jumlah awal. Hingga secercah AURA milik kembaranku mulai terlihat dan terasa. Sisa MANA yang masih ada entah bagaimana berubah menjadi AURA dan menyatu ke AURA kecil milik kembaranku.

“Hi-me-na…”

“Tunggu, AURA ini?” Aku menoleh ke kembaranku terkejut.

“Te-ri-ma ka-sih te-lah men-jem-put-ku.” Senyumnya terakhir kali.

Dan…

Dia menghilang?!

Tidak, dia tidak menghilang. Dia telah kembali padaku.

Kami bersinkronasi dalam harmoni. Jiwanya dan jiwaku menyatu sebagaimana seharusnya. Namun…

“Semua perasaan, kemampuan, dan AURAnya... kenapa? Kenapa tidak ada satu pun memori miliknya selama di dunia Limbo dan sebelum kami berpisah?” Tanyaku sedih.

Saat dia kembali kepadaku, semua yang Ia miliki mengalir dan bercampur jadi satu. Semua. Kecuali ingatan pahit. Aku bisa merasakan perasaan sedihnya saat sendiri, dan bahagia saat aku datang. Namun semua perasaan itu tidak datang bersama memori miliknya.

Terasa, terasa sangat mengganjal di hati.

“Kamu pasti sudah tahu alasannya Himena, karena Ia sendiri telah kembali kepadamu.” Sahut pria berambut perak.

Aku jatuh terduduk sambil meratapi keegoisanku, karena dia adalah aku sendiri. Kembaranku tersebut menghapus semua memori pahitnya di dunia Limbo, karena tidak ingin memori tersebut ikut kembali kepadaku.

Yang benar saja, kenapa… kenapa kamu bisa seegois ini Himena…

“Ambillah waktu selama yang kamu butuhkan, aku akan menjagamu di sini.” Suara lembutnya menenangkan.

Butuh waktu berjam-jam untukku mencerna semua perasaan puluhan ribu tahun yang datang serentak. Dia benar-benar Sang mentari yang dibuang Yoru karena dianggap berbahaya.

Sekarang aku mengerti kenapa kembaranku mendapat sebutan tersebut.

“Akhir yang kelam adalah sejarah yang ditulis menggunakan tinta hitam di atas kertas hitam.” Itu adalah kata-kata terakhirnya sebelum kami berdua dulu terpisah. Aku berdiri dan menghapus semua air yang keluar dari mata, tidak ada waktu untuk bersedih terus-terusan. Masih ada tugas yang harus kulakukan. “Terima kasih telah menjagaku tadi, uhm… bagaimana aku harus memanggilmu?”

“...”

“Terima kasih Tuan perak?” Kataku ragu.

Dia mengangguk sambil membuka pintu ruangan UKS. Ternyata benar dugaanku di dalam sini ada portal untuk keluar.

“Aku pamit dulu Tuan.” Hormatku pergi.

“Tunggu Himena.”

Pria berambut perak lagi-lagi mengeluarkan sesuatu dari udara kosong dan memasangkannya ke atas kepalaku.

“Tiara?”

“Sekarang pergilah.” Dia mengelus kepalaku dan menghilang begitu saja.

“Oh tidak, aku tidak boleh berlama-lama di sini.”

Tap…Tap…Tap…

Siiiiing…!!!

Silau hangat sinar matahari di penghujung langit sana mulai beranjak pergi. Bukan hitam, putih, dan abu-abu. Itu adalah langit kuning oranye yang tercipta karena matahari mulai turun, pohon-pohon yang hijau gelap, dan warna-warni gedung-gedung pencakar langit.

Aku kembali?

“Tapi tunggu sebentar, di mana ini?”

Semua hal di sekitarku baru pertama kali aku melihatnya. Ya, aku tidak pernah ke sini. Tanpa ragu aku segera pergi menanyai salah satu pejalan kaki yang kebetulan lewat.

“Permisi Mbak boleh saya tanya?”

“Iya?”

“Ini di mana Mbak?”

“Hm? Apa kamu terpisah dari orang tuamu?” Tanyanya balik.

“Ah bukan, saya punya janji bertemu dengan seseorang. Ini adalah kali pertama saya ke sini, jadi saya cuma mau memastikan nama kota dengan tempat janji pertemuan saya sama. Ditambah saya tidak semuda yang Mbak kira.” Aku terpaksa berbohong supaya tidak ditanyai lebih jauh olehnya.

“Oh! maaf kalau begitu Mbak. Habisnya Mbak terlihat sangat muda!” Kata dia terkejut. “Ini adalah Ibu kota Rune.” Lanjutnya jelas, padat, dan singkat.

RUNEEE…!!!?

Aku di kekaisaran Musplehein!!?

“Mbak?”

“O-oh begitu ya, Ibu kota Rune. Berarti saya di tempat yang benar, terima kasih ya Mbak.” Ucapku pergi cepat.

Lorong… di mana lorong gelap…

Aku masuk ke salah satu lorong gelap di antara gedung tinggi supaya menjauh dari keramaian. Meloncat dari satu dinding ke dinding lain dan naik ke atas atap gedung. Melihat seluruh Ibu kota kekaisaran Musplehein yang sangat megah.

Orang tadi tidak berbohong, aku di Ibu kota Rune.

Kereta-kereta yang melintas di langit tanpa rel, beberapa pulau kecil yang melayang di atas kota, pos-pos teleportasi khusus. Semua yang ada di Ibu kota ini bagaikan dunia masa depan. Inikah teknologi HEIM yang dulu dibicarakan Surtr?

1
RiesSa
Menyala gan
Hakim Zain
Menyala abangkuh!
Hakim Zain
Bagus thor
Hakim Zain
Nice
Linda Ika Widhiasrini
up gan
Linda Ika Widhiasrini
Doppelgangerkah? mirip banget
Linda Ika Widhiasrini
Up Thor
RiesSa: Siap, terima kasih
total 1 replies
Linda Ika Widhiasrini
lanjut thor
fayefae
penulisannya bagus thorr, aku mampir yaa, kalau berkenan boleh mampir balikk. semangat terusss
RiesSa
Terima kasih
👑Queen of tears👑
dalam bangettt ini thor /Kiss/
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!