Jatuh cinta pada seorang perempuan yang sudah mempunyai kekasih membuat EGI merasakan patah hati.
Awalnya dia berniat untuk mengambil hati perempuan tersebut. Lantaran hubungannya dengan kekasihnya bermasalah.
Tapi, setelah dia tahu jika perempuan tersebut sangat mencintai kekasihnya, membuat EGI lebih memilih melepaskan dirinya.
Hingga dia memilih untuk pergi ke luar negeri. Melupakan perempuan tersebut.
Tapi siapa sangka jika kepergiannya kepergiannya ke luar negeri malah membuatnya bertemu dengan perempuan yang membuat dunianya jungkir balik.
Perempuan yang sangat sulit untuk di kendalikan. Meskipun dia berasal dari keluarga kalangan atas.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ara cahya, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
PH 27
Nyonya Tya dapat menangkap dari ekspresi Lily, jika putrinya mencintai Egi. Tapi entah karena malu, atau memang Lily tidak menyadari perasaannya sendiri.
"Aku harus mencari tahu." batin Nyonya Tya.
"Sayang, semalam ada perempuan di sana. Kalau tidak salah namanya Amanda. Iya. Sepertinya Egi dan Amanda itu terlihat akrab." ucap Nyonya Tya.
"Mereka hanya rekan bisnis ma. Tidak lebih." ucap Lily, dengan santai. Memainkan guling di pangkuannya.
"Kok kamu tahu?" tanya Nyonya Tya dengan mata menyipit, seakan menyelidiki sesuatu.
"Lily pernah bertemu dengan Amanda di perusahaan Egi." jelas Lily, tidak menceritakan detailnya pada sang mama bagaimana pertemuan keduanya terjadi.
Nyonya Tya manggut-manggut, sembari melirik ke arah sang putri. "Tapi mereka serasi loh, Egi tampan. Amanda cantik." ujar Nyonya Tya, mencoba membuat Lily cemburu.
"Biasa ma. Amanda nggak cantik-cantik banget." ucap Lily dengan wajah mulai kesal.
"Nggak ah, menurut mama dia cantik. Dan terlihat baik. Pasti banyak lelaki yang suka sama dia. Mungkin juga Egi." imbuh Nyonya Tya.
Lily tidak menyahuti perkataan sang mama. Hanya ekor matanya melirik ke arah sang mama. "Bagaimana jika tiba-tiba Egi menaruh perasaan pada Amanda." ujar Nyonya Tya, dengan nada seakan sebuah berita besar yang heboh.
Seketika Lily memandang sang mama dengan tatapan tajam. Membuat sang mama tersenyum samar. Hingga Lily tidak melihatnya. "Berhasil." batin Nyonya Tya.
"Kenapa?" tanya Nyonya Tya. "Egi belum punya kekasih." imbuh Nyonya Tya. "Dan lagi pula, Egi bukan kekasih kamu." imbuh Nyonya Tya, berpura-pura polos.
"Dan Amanda, kelihatannya tertarik dengan Egi." imbuh Nyonya Tya, mulai memprovokasi Lily.
"Pantas sih, jika Egi banyak di sukai perempuan. Ganteng kayak gitu. Sukses lagi." puji Nyonya Tya.
"Mamaa....!!!" seru Lily dengan bibi cemberut, mendengar ocehan dari mamanya.
"Apa...?" tanya Nyonya Tya sumringah melihat putrinya yang merasa kesal pada dirinya.
"Kenapa mama berkata seperti itu sih..." ucap Lily dengan mata berkaca-kaca.
Baru kali ini Nyonya Tya melihat putrinya, Lily bersikap seperti ini. Biasanya Lily bersikap cuek dan terkesan masa bodo dengan sekitarnya.
Tapi kali ini, Lily merasa resah. Padahal dirinya dan Egi tidak mempunyai hubungan apa-apa. Dari tingkah sang anak, Nyonya Tya dapat menyimpulkan jika Lily menyukai Egi.
"Hey,,, mau kemana?" Nyonya Tya menarik tangan Lily yang hendak meninggalkan ranjang, tempat tidurnya.
"Mandi." jawab Lily ketus.
"Nanti saja. Kan masuk siang." ucap Nyonya Tya. "Sini." Nyonya Tya menepuk kasur sampingnya, dengan tangan satunya masih mencekal tangan sang putri yang sudah setengah berdiri.
"Sini...!!!" paksa sang mama.
"Ada apa?" tanya Lily dnegan malas, membuang muka.
"Mama tanya sama kamu. Jawab dengan jujur." kata Nyonya Tya dengan ekspresi tegas.
"Bagaimana jika Egi benar-benar menjalin hubungan dengan Amanda?" tanya Nyonya Tya, Lily yang mendengar pertanyaan sang mama hanya bisa diam memandang sang mama tanpa ekspresi.
"Kamu akan melakukan apa?" lanjut Nyonya Tya. Dan Lily hanya menggeleng pelan dengan dengan ekspresi sedih.
"Kenapa tidak tahu?" tanya Nyonya Tya. Kini sang mama paham dan memastikan jika sang putri menyukai Egi.
Tapi karena Lily tidak pernah mempunyai teman lelaki, atau bahkan dekat dengan seorang lelaki. Membuat Lily tidak sadar jika dirinya jatuh cinta pada Egi.
"Kamu menyukai Egi?" tanya Nyonya Tya to the poin.
"Hahh." kata Lily dengan mata membulat dan mulut menganga.
Nyonya Tya menggenggam telapak tangan sang anak. "Jika kamu mencintai Egi. Setidaknya kamu harus berusaha untuk mendapatkan hatinya."
"Mak-maksud mama apa." ucap Lily dengan kedua pipi bersemu merah.
"Kamu menyukai Egi?" Nyonya Tya kembali bertanya pada sang putri untuk kesekian kali.
"Tidak tahu." ucap Lily, menundukkan kepalanya.
"Apa yang kamu rasakan saat kamu berada di dekat Egi?" tanya Nyonya Tya.
Lily terdiam sejenak. Memandang ke arah lain. Kemudian tersenyum manis. "Lily merasa aman dan nyaman di dekat Egi." ucap Lily.
Teringat saat dirinya tidur di kamar apartemen Egi. Tidak ada rasa khawatir pada Lily. Padahal selama ini, Lily akan kesulitan tidur di tempat lain.
Bukan tidak bisa, tapi kesulitan. Seperti saat tinggal di rumah Mauren. Lily juga kesulitan memejamkan mata. Alhasil, dia tidur lewat tengah malam.
Tapi di kamar Egi, Lily merasa seperti di kamar miliknya sendiri. Dapat tidur dengan lelap.
"Waktu itu...." Lily menceritakan kejadian di area parkiran apartemen Egi. Hingga Egi membawa Lily tidur di kamar milik Egi.
"Bagaimana ma?" tanya Lily meminta pendapat sang mama.
"Ikuti kata hati kamu." Nyonya Tya menunjuk tepat di dada Lily.
"Jika memang kamu merasa menyukainya, kamu dekati Egi. Supaya dia juga merasakan hal yang sama seperti kamu." ucap Nyonya Tya memberi dukungan.
"Sulit ma. Dia sangat cuek sama perempuan." keluh Lily.
"Malah itu bagus. Berarti dia akan memperlakukan perempuan yang menurutnya istimewa dengan cara yang istimewa." ucap Nyonya Tya.
Lily tersenyum. "Akan Lily coba." ucap Lily membuat keputusan.
"Itu baru anak mama." Nyonya Tya mengacak pelan rambut Lily.
"Ya sudah, kamu mandi. Lalu temani mama sarapan. Mama belum sarapan."
"Oke." segera Lily pergi ke kamar mandi.
Nyonya Tya memandang dengan senyum kepergian sang putri masuk ke dalam kamar mandi. Baru kali ini, Lily dengan terbuka menceritakan masalah pada sang mama.
"Mama berharap, kamu akan mendapatkan kebahagiaan." ucap Nyonya Tya.
Nyonya Tya merasa Egi bukan lelaki yang mudah dan tega mempermainkan perasaan perempuan. Terlihat bagaimana dia memperlakukan Nyonya Tiwi malam itu.
Dan Nyonya Tya juga menyimpulkan, jika Nyonya Tiwi adalah perempuan berpendidikan. Beliau tidak melihat orang lain hanya dari luar.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Amanda berdiri di depan kaca. Melihat dirinya yang sudah berpakaian rapi, bersiap kembali bekerja di perusahaan sang papa. Meski hanya sebagai boneka dari Revan.
"Aku percaya padamu." gumam Amanda, teringat perkataan Egi. Jika Egi akan membantu dirinya.
Tok,, tok,, "Nona, Tuan Revan menunggu anda di bawah." ucap Nanny di luar kamar, sedikit menaikkan nada suaranya.
"Iya Nanny...!" sahut Amanda dengan setengah berteriak.
"Oke Amanda. Lakukan seperti perkataan Egi. Aku harus bersikap seperti biasa." gumam Amanda.
"Revan sudah lama, Nanny?" tanya Amanda begitu membuka pintu kamar.
"Belum. Baru datang." jawab Nanny, Amanda mengangguk pelan. Berjalan ke bawah, menuju ke bawah.
"Van, kita sarapan dulu." ucap Amanda.
Belum Amanda dengan sempurna mendaratkan pantatnya di kursi, Revan membuka mulutnya terlebih dahulu. "Selesaikan dengan cepat. Setelah ini ada pertemuan penting." ucap Revan, jauh dari kata sopan dan ramah..
Seakan dirinyalah di sini yang berkuasa dengan kedudukan berada di atas Amanda.
Amanda menggenggam erat telapak tangannya. Menahan rasa kesal. Nanny melihat ke arah Revan dengan tatapan tidak suka. Segera Nanny berdiri di samping Amanda. Mengambilkan makanan di piring Amanda.
"Silahkan Nona. Habiskan. Supaya lebih bersemangat saat bekerja." ucap Nanny dengan tersenyum. Setidaknya ada sedikit perhatian yang bisa mengalihkan perhatian Amanda.
Amanda hanya memandang Nanny dan tersenyum. Segera Amanda memakan dengan anggun makanan yang sudah berada di atas piringnya.
"Khemmm..." Revan berdehem, lalu segera meminum air mineral yang berada di depannya.
Amanda hanya melirik ke arah piring Revan yang sudah bersih. Tidak ada makanan yang tersisa di atasnya.
Segera Amanda menyelesaikan makanannya. Dan meminum air. "Lain kali jangan mengambil banyak makanan. Jika hanya untuk di buang." sindir Revan, menatap tidak suka pada sosok Nanny.
Tidak ingin berdebat. Amanda segera berdiri dan berjalan ke depan. "Sebaiknya kamu sadar posisimu." ucap Revan berjalan mengikuti Amanda.
Dan Nanny sadar betul, untuk siapa perkataan yang terlontar dari bibir Revan. "Huhh,,, kenapa dia tidak bisa mengaca." gumam Nanny dengan raut wajah kesal. Karena perkataan tadi seharusnya untuk diri Revan sendiri.
"Pelajari ini." Revan memberikan selembar kertas pada Amanda. Karena saat ini, keduanya sudah berada di dalam mobil. Keduanya duduk di kursi belakang. Dengan sang sopir berada di balik kemudi, sendirian. Tanpa ada teman di kursi sampingnya.
Dengan malas, Amanda mengambil kertas tersebut. Dan mulai membacanya. "Untuk apa membaca. Tidak ada gunanya." ucap Amanda dalam hati.
Karena meskipun Amanda selalu mempelajari setiap kontrak atau kerja sama dengan perusahaan lain, tapi Amanda tidak bisa membuat keputusan.
Seperti sebelum-sebelumnya, Revan hanya membutuhkan kehadiran Amanda. Terutama jari Amanda. Yakni untuk menandatangi berkas-berkas tersebut.
"Ehhh,,, Kenapa akau begitu bodoh. Bukannya dengan begini, aku bisa belajar dengan diam-diam." imbuh Amanda dalam hati.
Setidaknya kelak dia bisa mempergunakan semua ini untuk balik membalas Revan. "Ya, aku bisa belajar dalam diam. Sementara menunggu Egi menyelidiki semuanya." batin Amanda.
Amanda percaya dengan sepenuh hati, jika Egi akan membantu dirinya. Segera Amanda membaca dan mempelajari setiap kalimat yang terdapat di lembar kertas tersebut.
"Kenapa harus ada poin ini. Bukankah perusahaan papa hanya akan mendapat sedikit keuntungan. Dan perusahaan lain akan mendapatkan keuntungan yang banyak." batin Amanda, saat dirinya membaca sebuah poin dalam perjanjian tersebut.
Amanda hanya bisa menghela nafas. Dan Revan menyadarinya. "Ada apa?" tanya Revan, memicingkan matanya.
"Sesak." ucap Amanda berbohong. Dengan tangan membenarkan letak celana di pinggangnya.
"Biarlah, jika aku mengingatkan pasti Revan tidak akan peduli. Lebih baik aku pura-pura menjadi orang bodoh saja." batin Amanda dalam hati.
Karena Amanda sadar, dirinya belum mampu untuk melawan Revan.
"Jangan makan terlalu banyak." ucap Revan. "Berat badanmu akan naik. Dan itu akan mempengaruhi semuanya." imbuh Revan.
Amanda hanya mengedipkan kedua matanya. Merasa bingung dengan perkataan Revan. "Apa maksudnya coba." batin Amanda. Tapi dia memilih untuk tidak mengambil pusing perkataan Revan.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
"Selidiki sosok Revan. Sedetail mungkin." perintah Egi pada Beni, asisten Egi.
"Baik Tuan." ucap Beni. Meski sebenarnya Beni ingin bertanya pada atasannya tersebut tentang perintah yang di berikan padanya kali ini.
Karena mereka, apalagi Egi. Tidak pernah berurusan dengan Revan. Dan juga Revan tidka pernah membuat masalah dengan Egi.
Namun dia urung untuk bertanya. Lebih baik dia kerjakan apa yang sudah di perintahkan oleh atasannya tersebut.
Sepeninggal Beni, Egi segera menghubungi seseorang yang berada di negeri tetangga. Tepatnya dimana papa dari Amanda di menjalani perawatan untuk sakitnya.
"Cari tahu tentang Tuan Joshua. Sekarang dia berada di negara kamu. Sedang menjalani perawatan." ucap Egi dengan seseorang di seberang telepon.
Segera Egi mengakhiri panggilan teleponnya, sebelum mendengar lawan bicaranya mengeluarkan suara.
"Seharusnya aku bisa menolaknya, saat dia meminta tolong." gumam Egi.
Egi menerawang jauh. Entah kenapa dirinya tidak tega, saat melihat raut wajah sedih dari Amanda. Mungkin, hanya rasa kemanusiaan saja.
"Kamu bodo. Bukankah pekerjaanmu akan bertambah. Dan juga, Revan. Sepertinya dia bukan orang yang mudah di kalahkan." gumam Egi. Menaruh kedua sikunya di atas meja, dengan menggunakan kedua telapak tangannya untuk menopang kepalanya.
Suara ponsel, membuat lamunan Egi buyar. "Lily." gumam Egi, melihat siapa yang sedang menghubunginya.
Egi menggeser tombol hijau di layar ponselnya.
"Ada apa?" tanya Egi dengan nada jutek.
"Aku mau minta tolong."
"Apa? Jangan aneh-aneh, aku sedang sibuk." ucap Egi.
"Tidak. Emmm,,, bisa kamu sampaikan pada mama kamu. Jika hari ini aku tidak bisa datang ke apartemen. Aku ada kelas siang. Dan juga sore."
"Iya." sahut Egi.
"Terimakasih." ucap Lily di seberang telepon.
Egi memandang ke arah ponselnya dan tersenyum. "Ehh,, kenapa aku menurut padanya. Bukankah dia bisa menghubungi mama sendiri." gumam Egi.
"Dia bisa meminta nomor ponsel mama, bukan?" imbuh Egi.
"Dasar." imbuh Egi.
Egi tidak menghubungi sang mama. Dia hanya mengirimkan pesan tertulis pada sang mama. Yang berisikan jika Lily tidak bisa datang ke apartemen hari ini. Dan Egi tidak menjelaskan kenapa Lily tidak bisa datang.
"Lebih baik seperti ini saja." ucap Egi mengirimkan pesan tersebut pada sang mama.
Sebenarnya Egi malas jika harus menghubungi sang mama. Pasti Nyonya Tiwi akan bertanya macam-macam.
DN VINCEN SBNARNYA JUGA MSK DAFTAR MNUSIA YG WAJIB DIMUSNAHKN, STELAH KJADIAN INI BKNNYA TAMBAH SADAR, MLH MAKIN BIKIN JENGKEL.. KERAS KEPALA, BODOH, GOBLOK DN BEGO..
SKRG APA YG JDI MILIK EGI, JGN COBA2 INGIN DIUSIK..