Danendra dan Alena sudah hampir lima tahun berumah tangga, akan tetapi sampai detik ini pasangan tersebut belum juga dikaruniai keturunan. Awalnya mereka mengira memang belum diberi kesempatan namun saat memutuskan memeriksa kesuburan masing-masing, hasil test menyatakan bahwa sang istri tidak memiliki rahim, dia mengalami kelainan genetik.
Putus asa, Alena mengambil langkah yang salah, dia menyarankan agar suaminya melakukan program tanam benih (Inseminasi buatan). Siapa sangka inilah awal kehancuran rumah tangga tersebut.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon SunflowerDream, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Rasa yang mengganggu
Pagi-pagi sekali Danendra sudah rapi dan bersiap pergi ke tempat ibu peri menurut Alena. Wanita itu tersenyum melepas suaminya yang pamit pergi untuk mengunjungi kediaman ibu peri itu. Dia senang sekali Alena ingin segera tahu kabar perkembangan calon anak mereka, dia membekali suaminya banyak sekali barang selain 2 kantong kresek besar pemberian mertuanya Alena juga menyempatkan waktu untuk membeli beberapa keperluan rumah tangga, bahkan Alena juga membeli mainan untuk anak laki-laki lima tahun. Danen mengatakan pada istrinya bahwa anak dari wanita yang mengandung calon bayi mereka berusia lima tahun, tentu Alena harus bersikap sebaik mungkin, dia banyak mengucapkan terima kasih kepada wanita yang dijulukinya ibu peri tersebut.
Walau tidak pernah bertemu langsung Alena menyakini dia istri dan ibu yang baik, sebab dalam keadaan susah saja dia masih bersama suaminya dan mengusahakan semua yang terbaik bagi anak laki-laki mereka.
Alena mudah sekali menyerap semua cerita karangan dari mulut Danendra, tidak ada kecurigaan sedikit pun terselip dalam hatinya.
Selama menempuh hampir tiga jam perjalanan akhirnya Danendra sampai di sebuah rumah mewah yang berada di komplek elit. Tempat ini sangat jauh dari tempat tinggalnya bersama Alena, dia sengaja mencarikan rumah untuk Mei yang jauh agar tidak menimbulkan kecurigaan.
Danen membuka bagasinya ada banyak sekali barang belanjaan, dia hanya membawa tiga kantong besar dan meninggalkan satu paper bag bewarna keemasan. Itu titipan Alena untuk anak ibu peri katanya. Jelas saja Danen meninggalkan paper bag tersebut karena anak yang dimaksud tidak pernah ada, jadi untuk apa dia membawa hadiah tersebut turun.
Danen memiliki kunci cadangan rumah ini, dia bisa bebas keluar masuk rumah mewah ini tanpa harus bersikap seperti tamu, dia memang bukan tamu dia pemilik rumah ini, penghuni di dalamnya adalah wanita yang akan melahirkan bayinya ibu dari calon bayi tersebut.
Danen sengaja memberikan Mei tempat tinggal yang mewah, anggap saja ini sebagai bayaran karena dia sudah bersedia menyerahkan anaknya untuk diasuh Alena.
Pintu berhasil terbuka, Danendra kerepotan dengan barang bawaannya, dia menuju dapur dan meletakkan semua belanjaan tersebut di sana. Lalu setelah meneguk segelas air yang dia ambil dari lemari pendingin lelaki itu berjalan pelan menuju kamar utama.
“Kau!” Pemandangan yang mengejutkan menyambut indra penglihatannya. Di kasur besar itu wanita yang ingin ditemuinya sedang berbaring, dan di sampingnya ada seorang dokter yang sibuk memeriksa perut berisi itu.
“Halo Danendra.” Sapa dokter tersebut, dia menoleh sekilas ke arah pintu kamar lalu melanjutkan pergerakkannya yang yang sibuk menempelkan probe pada perut pasiennya.
Danendra kehilangan arah, melihat Dokter Via berada di sini dia merasa posisi dirinya terancam bagaimana mungkin ada orang yang dia kenal bisa berada di tempat rahasianya ini. Danen dengan wajah pucatnya melangkah mundur dia berniat ingin pergi.
Brak!
Danendra menabrak seseorang karena berjalan mundur, ia menoleh kebelakang, ternyata seseorang yang berada di belakangnya lebih membuat dirinya terkejut.
“Dani?”
“Sudah sampe Ndra?” Pertanyaan basa-basi Hamdani tidak ditanggapi Danendra, pria itu tetap berusaha ingin meninggalkan tempat ini.
“Mau ke mana, bukannya kamu ingin bertemu calon bayimu? Ayolah kenapa buru-buru. Kekasihku sedang memeriksa perkembangan janin itu, mari kita sama-sama dengar bagaimana kondisi anakmu?” Ujaran lantang yang keluar dari bibir tipis sepupunya membuat Danendra cengo, mulutnya terbuka sedikit dengan mata yang ketakutan tapi penasaran.
Hamdani menyeret tubuh kaku Danendra untuk mendekati ranjang besar tersebut, Meisya menyambutnya dengan senyuman hangat. Melihat senyuman itu wajah Danendra tidak lagi pucat sebaliknya dia terpesona, sial sekali kenapa senyuman dari wanita itu bisa begitu menawan.
“Janinnya sehat, kondisi detak jantungnya berdetak normal, karena ini janin kembar maka perut Mei akan terus membesar dan membuat dia semakin susah bergerak, lihat saja di usia kehamilan 16 minggu saja sudah sebesar ini.”
Dokter Via menekan suatu tombol, dan tidak lama dari layar monitor USG terdengar suara detakkan, “bagaimana Ndra, bukankah detakkan janinmu begitu indah?” Danendra yang masih terpesona dengan senyuman Mei, mengangguk. Jantungnya juga berdegup tidak kalah cepat seakan menyaingi suara detakkan dari calon bayinya.
Ada raut wajah haru saat Danendra melirik layar monitor yang menampilkan keadaan dua janin yang bergerak-gerak perlahan, dia masih tidak menyangka bahwa janin yang dilihatnya saat ini adalah darah dagingnya sendiri.
Via menarik Danendra, dia mengarahkan tangan pria itu untuk mengelus perut Meisya, rasa haru semakin menyelimuti Danendra saat dia merasakan sendiri pergerakkan anaknya, “dia hidup.” Gumamnya pelan.
Setelah selesai melakukan USG, Via menuntun Mei untuk berdiri dan berjalan keluar diikuti dua pria di belakangnya.
Saat ini keempat orang tersebut berkumpul di ruang tamu dengan cemilan yang baru saja disajikan oleh ART rumah ini.
“Tolong jelaskan bagaimana kalian bisa berada di sini?” Tanya Danendra membuka obrolan.
“Aku seorang dokter, dan ada pasien yang harus dirawat.” Balas Via sekenanya.
“Kenapa kalian tidak terkejut melihatku di rumah ini?” Danen bertanya lagi.
“Ndra sepertinya kau lupa, aku dengan Mei berteman, kami teman lama. Tentu saja aku tau semua yang terjadi pada sahabatku.” Via menanggapi Danen yang terus bertanya.
“Jadi kalian tahu semuanya?”
“Sejak awal, aku tahu apa yang terjadi pada Mei. Aku tahu kau yang membuatnya seperti ini Ndra, aku tidak mengerti kenapa Meisya mau menerimamu. Jika aku jadi dia aku akan berlari ke kantor polisi dan melaporkan semua kejahatanmu. Memperkosa, penganiyaan, penculikkan.”
“Tunggu siapa yang menculik?”
“Bukannya ini penculikkan, kau menahan Mei di sebuah rumah dan melarangnya untuk keluar, kau hanya mementingkan dirimu sendiri.” Via menggerutu kesal, dia kasihan melihat nasib sahabatnya.
“Makanya demi bisa mengontrol Mei aku membawa semua alat kedokteranku, Mei hanya memintaku untuk memastikan bayinya selalu sehat. Bukannya dia terlalu baik, aku tidak mengerti kenapa Mei diam sajaㅡdia diperlakukan tidak pantas olehmu.”
“Cinta, cinta, cinta. Mei hanya mengatakan dia mencintaimu Ndra, makanya diam saja diperlakukan seperti ini.” Via mulai terbawa emosi. Saat pertama kali Mei menghubunginya setelah hilang berbulan-bulan Via langsung bergegas menemui sahabatnya itu. Kondisi Mei yang memprihatinkan di apartemennya, Via melihat tubuh sahabatnya itu baru saja mengalami penganiayaan. Via sudah bersiap untuk menemani Mei ke kantor polisi dan menuntut Danendra, tapi apa perempuan itu berkata dia memaafkan semua kesalahan Danendra.
Mei yang sejak awal memang jago bersandiwara, juga menceritakan semua kejadian malang yang menimpanya. Dia bercerita seperti rencana awal bahwa dia korban pelecehan. Mei sengaja memutar balikkan fakta agar sahabatnya itu semakin bersimpati. Padahal yang sebenarnya terjadi Danendra-lah korban di sini, dia terjebak oleh rencana kejahatan yang diatur oleh Mei sendiri,
Tentu dengan keadaan yang seperti itu Via percaya bahwa Danendra memang sebrengsek itu, dia menaruh dendam dengan Danendra.
Tapi mengetahui Danendra akan bertanggung jawab terhadap kehamilan Meisya, membuat Via sedikit luluh dia bersedia menemani sahabatnya itu apa pun kondisinya, lagian dia sadar dia juga sama buruknya dengan Danendra. Dia menjalin hubungan dengan pria beristri selama bertahun-tahun, dan dengan satu alasan ‘cinta’.
Sepertinya Via memahami kenapa Mei mempertahankan Danendra, ya karena cinta yang tidak berlandas, cinta membuat seseorang rela kehilangan apa pun dan mengorbankan segalanya.
“Aku malu.” Ujar Danendra pelan dengan wajah yang tertunduk, “aku malu kalian mengetahui ini semua, tapi ini semua di luar kendaliku. Sepertinya Tuhan memang sedang menghukumku, aku sadar di masa lalu aku hidup sembarangan.” Mata Danen seakan menerawang ke depan. Dia ingat sekali saat di bangku menengah atas dia bukanlah anak yang baik, karena ketampanannya dulu Danen sangat mudah mendapatkan wanita, dan dia menggunakan kesempatan itu untuk mengambil keuntungan. Danen memacari wanita-wanita kaya hanya untuk memerasnya dan bahkan jika memungkinkan Danen juga menidurinya, dia sadar masa lalu yang kelam itu pasti akan mendapatkan karma mungkin inilah karmanya sekarang.
“Hukuman?” Mei menyela, “bisakah kamu tidak menganggap ini hukuman dari Tuhan, mari kita ambil sisi positifnya. Tuhan menakdirkan aku untuk kamu Danen, Tuhan tau kamu layak menjadi seorang ayah tapi karena wanita yang kamu nikahi tidak sempurna maka Tuhan mentakdirkan kita bersama dengan cara ini.”
“Ingat Danen jangan menyesali keadaan kita. Ini semua jalan yang benar, kamu tidak salah jangan merasa berdosa.” Mei mencoba mengsugesti Danendra untuk lebih menerima keadaan ini, dia sadar jika Danen terus merasa berdosa akan semua ini maka kemungkinan pria itu kembali kepelukkan istrinya sangat dekat itu tidak boleh terjadi.
Dia sudah mendapatkan Danendra. Tapi Mei tahu Dia baru berhasil mendapatkan simpatinya Danendra, langkah selanjutnya dia harus mendapatkan cinta pria itu, dengan cara apa pun Mei tidak peduli walau dengan menempuh jalan hitam sekali pun.
Kini kedua pasangan dokter tersebut sudah pamit pulang dari rumah ini, dan sejak tadi Danen sibuk mengurusi Meisya. Dia menyiapkan segala kebutuhan wanita itu mulai dari makanan yang diinginkannya serta vitamin dan nutrisi yang dibutuhkan oleh kehamilannya. Danen dengan tulus merawat Mei, dia seharian menghabiskan waktunya di rumah ini Danen bersikap seperti seorang suami, cara dia memperlakukan Mei mirip sekali dengan cara dia memperlakukan Alena.
Malam tiba, makan malam sudah berakhir kedua insan tersebut mencoba untuk quality time sambil rebahan di sofa dengan menonton acara TV.
Mei menyandarkan kepalanya di bahu besar Danendra, mulutnya sibuk mengunyah karena pria di sampingnya terus menyuapinya dengan berbagai macam buah.
“Terima kasih Ndra kamu sudah mau menemaniku hari ini.”
“Itu sudah tugasku, jangan khawatir aku akan usahakan yang terbaik demi calon bayi itu.”
“Jika bayi ini lahir maka kamu akan pergi dariku Ndra?” Mei bertanya dengan suara yang berat.
Danendra diam, dia tidak tahu harus menjawab apa, pria itu tidak punya rencana setelah ini dia hanya mengikuti arus tidak tahu akan berakhir di mana.
“Ndra, kamu denger aku kan?”
“Jadi setelah bayi kembar ini lahir kamu berencana meninggalkanku sendirian, dan kamu hidup bahagia bersama Alena dengan anak-anakku. Begitu kan rencanamu?”
“Kenapa kamu mempunyai pikiran seperti itu Mei?”
“Ya… “ Raut wajah Mei berubah masam, ada emosional yang bercampur pada obrolannya kali ini.
“Ya… karena kita tidak punya ikatan apa-apa, kamu bertahan di sini hanya untuk menunggu kelahiran anak kita. Sebenarnya aku merasa bodoh, setelah ini aku menjadi wanita yang malang hidup sebagai pengangguran dan sebut saja seorang janda karena pernah melahirkan tapi tidak ada suami.”
“Itu, tidak mungkin. Aku juga tidak tahu bagaimana nanti, tapi rasanya bayanganmu terlalu berlebihan Mei.”
“No, itu semua fakta aku tidak berlebihan. Tapi setidaknya aku bahagia kamu bersedia ada di sini dalam beberapa waktu nanti, jadi tolong perlakukan aku dengan baik selama masa kehamilan, dan setelah itu terserah. Aku akan pergi sejauh mungkin.”
“Pergi?” Danen merasa terganggu dengan kata itu, pergi sejauh mungkin itu berarti dia tidak akan bisa lagi Melihat wajah cantik Mei, itu tidak boleh terjadi Danen mulai terbiasa dengan feromon tubuh milik Mei, dia mulai terikat dengan aroma yang dikeluarkan oleh tubuh itu.
“Kamu tidak boleh pergi.” Seru pria itu dan semakin menguatkan rangkulannya, sejak tadi setelah menghabiskan satu piring buah tangan kekar Danendra dengan sendirinya bergerak merangkul tubuh ringkih wanita di sampingnya.
“Kamu tidak ada hak untuk melarangku Ndra, kita tidak terikat.”
“Tapi, jangan pergi!”
“Tidak mungkin selamanya aku di sisimu dengan status yang tidak jelas Ndra, kita bukan teman tidak ada teman yang saling berbagi kasur.” Raut wajah panik dan bingung tercetak jelas pada Danendra, dia selalu kehilangan arah.
“Lalu aku harus bagaimana Mei? Membayangkan wanita itu pergi membuat nuraininya gelisah, tanpa Danendra sadari dia sudah terikat dengan aroma tubuh yang dikeluarkan oleh Meisya, dia tersiksa selama seminggu ini saja dia tersiksa karena tidak bisa mencium feromon Mei secara langsung, apalagi jika wanita itu pergi bagaimana dengan rasa yang mengganggunya ini.
“Nikahi aku Ndra.”
“Ikat aku dalam satu ikatan agar aku tidak punya alasan untuk pergi.”
Bersambung.