Zahira terpaksa menerima permintaan pernikahan yang diadakan oleh majikannya. Karena calon mempelai wanitanya kabur di saat pesta digelar, sehingga Zahira harus menggantikan posisinya.
Setelah resepsi, Neil menyerahkan surat perjanjian yang menyatakan bahwa mereka akan menjadi suami istri selama 100 hari.
Selama itu, Zahira harus berpikir bagaimana caranya agar Neil jatuh cinta padanya, karena dia mengetahui rencana jahat mantan kekasih Neil untuk mendekati Neil.
Zahira melakukan berbagai cara untuk membuat Neil jatuh cinta, tetapi tampaknya semua usahanya berakhir sia-sia.
Bagaimana kelanjutan kisahnya? Ikuti terus cerita "100 Hari Mengejar Cinta Suami" tentang Zahira dan Neil, putra kedua dari Melinda dan Axel Johnson.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nopani Dwi Ari, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Mempelai Pengganti
Hari ini seharusnya menjadi hari paling membahagiakan bagi keluarga besar Johnson, karena anak kedua mereka, Neil, akan melangsungkan resepsi pernikahan di salah satu hotel milik keluarga.
Namun, kabar mengejutkan datang tepat sebelum acara dimulai—mempelai perempuan kabur saat hendak menuju gereja, membuat seluruh keluarga panik.
“Kenapa dia bisa kabur?!” pekik Neil marah.
“Cari sampai ketemu! Kalau tidak, kalian semua akan tahu akibatnya!” ancamnya kepada seluruh bodyguard yang segera membubarkan diri untuk mencari calon istrinya yang menghilang.
Melinda, sang ibu, mencoba menenangkan Neil meski dirinya sendiri terkejut dan kecewa. Axel hanya menatap anak lelakinya dengan ekspresi sulit ditebak.
“Menikahlah dengan gadis lain, Neil. Dia tidak akan kembali,” ujar Nathan, saudara kembar Neil, dengan suara tenang namun tegas.
“Apa maksudmu?” tanya Neil dengan sorot mata tajam.
“Dia pergi bersama selingkuhannya… dan dia hamil.”
Pernyataan itu membuat darah Neil berdesir. Ia tak percaya. Tanpa banyak bicara, dia pergi meninggalkan keluarganya, bertekad menemukan Livia.
Melinda menangis dalam pelukan Axel. Hatinya hancur. Anak-anaknya seolah dikutuk dalam kisah cinta yang tak pernah berjalan mulus.
Lamunan Neil buyar saat pendeta berkata, “Sekarang, silahkan cium pengantin wanita.”
Dan ya… pada akhirnya, Neil menikah. Namun bukan dengan Livia. Melainkan dengan salah satu pekerja di rumahnya yang dipaksa menjadi pengganti.
"Angkat wajahmu. Jangan biarkan siapapun tahu ini terjadi karena terpaksa," bisik Neil lirih.
Zahira hanya mengangguk samar, memastikan para tamu tidak mencurigai apa pun. Semua berjalan sesuai rencana. Para undangan bahkan tidak menyadari pengantin perempuannya berbeda. Alasan yang mereka berikan hanyalah kesalahan dalam pencetakan nama.
Saat prosesi selesai dan mereka keluar dari gereja, Melinda segera memeluk Zahira dengan erat.
“Terima kasih, Nak,” ucapnya hangat.
“Sama-sama, Nyo—”
“Tidak, panggil aku Ibu… atau Mama… atau Mommy. Terserah kamu. Tapi kamu sekarang menantuku, istri dari putraku. Jadi, panggil aku Mommy, ya?” ujar Melinda sambil mengusap pipi Zahira penuh kasih.
Zahira tersenyum canggung, namun ada kehangatan menyelimuti hatinya. Kehangatan yang belum pernah ia rasakan sebelumnya.
“Baiklah… Mom,” sahutnya pelan.
Untuk pertama kalinya, Zahira merasakan pelukan hangat seorang ibu. Sesuatu yang sudah lama hilang dari hidupnya. Ia teringat masa kecilnya di rumah sang nenek—sepi dan dingin. Ayahnya tak pernah hadir. Ibunya telah pergi untuk selamanya. Dan Zahira tumbuh… sendiri.
*****
Di malam pertamanya sebagai pengantin, suaminya—yang juga dulunya adalah majikannya—tidak ada di sisinya. Setelah resepsi selesai, Zahira diarahkan ke kamar hotel yang telah dihias cantik oleh pihak keluarga Neil.
Ia menatap sekeliling kamar yang dipenuhi kelopak mawar, aroma aromaterapi menenangkan udara, namun tidak mampu menenangkan hatinya yang masih gundah. Zahira duduk di sofa, enggan merusak kasur yang tertata indah.
“Sekarang aku harus apa?” gumamnya lirih.
Ingatan tentang kejadian sore tadi kembali berputar di kepalanya. Saat itu, keluarga Johnson panik karena pengantin perempuan kabur. Dan di saat yang bersamaan, Zahira yang baru saja keluar dari toilet langsung ditarik oleh Belvana dan Aiyla untuk dipaksa memakai gaun pengantin.
Jika menolak, dia diancam akan dipecat. Dan bukan hanya itu—namanya akan diblokir dari semua hotel dalam jaringan keluarga Johnson.
Menghela napas pelan, Zahira mencoba menerima semuanya. Ia tahu pernikahan ini bukan pilihan. Neil, pria yang sekarang menjadi suaminya, adalah sosok dingin yang hanya bisa bersikap hangat pada ibunya dan Livia—perempuan yang memilih pergi.
Lelah melanda. Masih dalam gaun pengantin, Zahira pun tertidur di sofa.
****
Di tempat lain, Neil melampiaskan amarah dan kecewanya di bar, bersama dua sepupunya, Theo dan David.
“Sudahlah, Neil. Jangan minum terus. Lo teler, kita juga yang repot,” keluh Theo, menatap tiga botol kosong di meja. Neil, memang kuat minum.
Namun Neil tak menggubris. Ia kembali menenggak satu gelas penuh.
“Bukannya malam pertama di kamar, malah di bar. Ngaco,” gerutu David. Ia merebut botol dari tangan Neil.
“Cukup, Neil. Lo harus balik ke kamar. Kasian istri lo,” ucap David, lebih tegas dari biasanya. Meski usianya tiga tahun lebih muda dari Neil dan Theo, dia dikenal disiplin.
“David!” pekik Neil, mencoba merebut botolnya kembali.
“Gue bilang berhenti ya berhenti, Neil! Minum enggak bakal bikin Livia balik. Yang ada malah hidup lo tambah kacau,” omel David.
Neil mendecak, memijat pelipisnya yang mulai pening. Theo dan David akhirnya membantunya bangun dan membawanya kembali ke kamar.
Saat tiba, kamar pengantin ternyata tidak dikunci.
“Teledor banget,” gumam David sambil membuka pintu.
Mereka terkejut melihat Zahira tertidur di sofa, masih mengenakan gaun pengantin.
“Akhirnya! Pegel juga gue,” keluh Theo setelah merebahkan Neil di ranjang. “Berat banget si Neil. Keberatan sama dosa.”
David tertawa mendengarnya, lalu mendekati Zahira. Sebuah ide iseng muncul di kepalanya, dan ia membisikkannya ke Theo. Keduanya pun tertawa geli.
“Gue setuju. Ide lo lumayan juga,” ujar Theo, masih tertawa.
Dengan hati-hati, David mengangkat Zahira dan membaringkannya di tempat tidur yang sama dengan Neil. Tak jelas apakah mereka melakukan sesuatu—yang pasti, setelah itu mereka keluar kamar dan menutup pintu rapat-rapat.
****
Keesokan paginya, Zahira menggeliat pelan. Ia membuka mata dan menatap sekeliling—menyadari bahwa dirinya kini resmi menjadi istri dari anak majikannya.
Namun, ada hal aneh.
Seingatnya, semalam ia tertidur di sofa dan masih memakai gaun pengantin. Tapi sekarang, ia berada di ranjang, dan tubuhnya hanya tertutup selimut tebal.
Zahira menjerit kecil. Ia menyibakkan selimut, dan mendapati dirinya hanya mengenakan bra dan celana dalam.
“Tidak... tidak mungkin! Tuan Neil?” lirihnya panik.
Matanya langsung menatap Neil yang tertidur pulas... dalam keadaan tanpa sehelai benang pun.
Zahira kembali menjerit pelan, kalut. Tapi Neil tidak bergeming.
“Tidak... pasti tidak terjadi apa-apa,” gumamnya panik.
Ia turun dari ranjang dan berlari ke kamar mandi. Ia memeriksa dirinya... dan bersyukur saat mengetahui bahwa tubuhnya tidak ternodai.
“Hhh... masih perawan. Syukurlah,” desahnya lega. “Siapapun yang melakukan ini… keterlaluan.”
Setelah mandi dan menenangkan diri, Zahira bersiap untuk sarapan bersama keluarga Johnson—sebuah tradisi pagi setelah pesta pernikahan.
Sayangnya, Neil masih terlelap, dan Zahira tahu, ia tidak bisa pergi tanpa suaminya.
Bersambung...
Maaf typo
Selamat datang di karya baru ku, jangan lupa dukungannya makasih 🙏
balik cari bini minta ma"af minta di kesempatan,,pintu ma"af istri mu terbuka lebar lebar ko jadi ga usah pusing ok ok