Ini cerita tentang gadis yang periang, cantik dan pintar. Nina namanya, sekarang berusia 17 tahun dan telah masuk Sekolah Menengah Atas, dia tinggal bersama 2 saudarinya dan kedua orangtuanya. Mereka tinggal di sebuah desa kecil dengan pemandangan alam yang indah. Tinggal di sana bagaikan tinggal di surga, penuh dengan kebahagiaan. Namun, ada satu masalahnya. Dia diam-diam suka sama seseorang,....Ayo tebak siapa yang dia sukai yah??...
lanjut baca part-nya !
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hijab Art, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Part 15
"Eh!",
Tak sengaja Roni yang aku dorong menabrak Iyan yang baru saja datang.
" Ups!, maaf!",
Ucapku yang melihat mereka berdua saling menatap tajam.
"Hai, Iyan!",
Sapa Roni tiba-tiba dengan senyuman mencairkan suasana.
Tapi, Iyan tak mempedulikannya. Dengan wajah yang dingin melangkah masuk lalu duduk. Tanpa merespon Roni atau aku.
" Tuh muka dingin banget!",
Ucap Roni, dan aku menatap datar orang yang lewat dihadapan kami itu dengan sedikit kesal.
Roni kemudian melanjutkan langkahnya untuk keluar dari kelas.
Aku hanya menatap punggung Roni yang mulai menjauh. Dan tatapan ku beralih kepada Dila.
"Dil!, tau nggk?, kemarin aku jatuh!",
Ucapku seraya mendekati Dila yang melanjutkan kegiatan menyapu nya di dalam kelas. Iyan melirik ku tajam.
" Iya?, kenapa bisa?",
"Tiba-tiba ada yang teriak 'stop!!!', aku kan kaget, jadinya jatuh deh!",
Jelasku sambil memperagakan ala naik motor.
" Terus?, kamu nggk luka parah kan?",
Tanyanya khawatir,
"Nggk kok, cuman lecet doang",
" Alhamdulillah!",
"Emangnya, siapalah yang teriak begitu, Nin?, kayak naik bajai ajah!",
" Entahlah!, mana udah dianterin nggk ngucapin terimakasih kasih lagi",
Lirik ku pada Iyan yang tiba-tiba melototiku,
Aku hanya melototinya balik,
" Ekhem!",
"Eh!, ibu"
Tiba-tiba bu Iga datang,
"Hari ini, kalian akan latihan yah?",
" Iya, bu"
Jawab kami bertiga.
"Latihan drama?",
" Iya bu!",
"Apakah sudah ada naskahnya?",
" Belum bu, soalnya masih diskusi juga tema apa yang ingin diambil",
Jelasku pada bu Iga.
"Owh, kalau begitu. Nanti beri tahu ibu yah kalau mau latihan!, sempat ibu bisa bantu kalian memilih tema",
Jelas bu Iga dan kemudian keluar.
" Baik, bu!",
***
"Nin!",
Dila memanggilku yang sedang melamun menatap ke arah luar kelas. Menantikan sosok Roni yang selalunya lewat di depan kelas kami.
Di jam istirahat seperti ini, itu hal yang biasa ketika orang lalu lalang di depan kelas. Tapi, bagiku itu kesempatan untuk melihat Roni diam-diam.
" Nin!", panggilnya sekali lagi,
"Eh!, iya. Ada apa?",
Ucapku tersadar dari lamunan.
" Kamu kelihatannya deket banget sama Roni. Apa kalian sahabatan?",
Tanya Dila penasaran.
Aku melihatnya menatap mataku sedikit sendu, rasanya ada kekhawatiran dalam benakku, melihatnya dalam keadaan seperti itu. Dia seakan mengulik kebenaran dari mataku.
"Tidak!, kebetulan ajah kami satu kampung, kok Dil. Kamu nggk usah khawatir",
Jelasku meyakinkan Dila. Bagiku Dila itulah sahabat ku.
" Mmm...jadi, gimana?",
"Gimana, apanya?",
Dila membingungkan,
" Gimana kalau aku suka sama Roni?, kamu setuju kan?",
"Hah?",
Beberapa detik tercengang dengan ucapan Dila, aku berusaha tenang. Aku pikir, dia khawatir mengenai persahabatan ku dengannya gara-gara ada Roni, tapi ternyata dia mengkhawatirkan Roni jika dekat-dekat denganku.
" Ya, itu hak kamu mau suka sama siapa Dil",
Lanjutku pada Dila.
"Tapi, kamu setuju kan?",
Aku terdiam, itu suatu pertanyaan yang menyakitkan buatku. Dilema antara menjawab ya, atau tidak. Dua hal yang sangat berbeda dan membahayakan untuk diucap.
.
.
.
.
" M",
Dan pada akhirnya hanya menganggukkan kepala. Bodoh, itulah kebodohanku membiarkan sahabatku sendiri merebut cowok yang aku sukai.
Tapi, apa dayaku?, mereka sama-sama suka, dan aku hanyalah perantara diantara mereka.
"Aku ke toilet dulu yah Dil!",
Ucapku dan berjalan ke toilet dekat TU sekolah.
Menuangkan kesedihanku dan rasa sakitku. Dila dan Roni belum jadian, tapi perasaan diantara mereka sudah membuatku merasa sakit seperti ini.
" Hiks!, hiks!....",
Tok!, tok!
Tiba-tiba suara pintu diketuk dari luar. Aku segera menghapus air mataku dan memperbaiki perasaanku yang sedang kacau sekaligus sedih.
Ceklek!
Aku membuka pintu, dan melihat seorang pemuda didepan situ. Aku terkejut, itu karena dia adalah si VOC.
"Ngapain kamu didepan toilet wanita?",
" Ini bukan toilet wanita doang kali, ini toilet umum, beda yang di sana!", ucapnya seraya menunjuk bangunan nan jauh diseberang sana.
Aku berbalik dan mencari tulisan yang seharusnya membuktikan ucapanku. Tapi, itu kesalahanku, aku lupa ada dua bangunan toilet di sekolah ini, satu terpisah dan lainnya umum.
"Iya, tapi...",
" Mingggir!, aku kebelet!",
Desaknya dan membuatku meminggirkan badan dari pintu toilet.
"Ish!, kasar banget sama perempuan",
Akupun melangkah pergi dari toilet menuju ke kelas kembali. Entah kenapa, tapi melihat si VOC itu dengan ekspresi yang kebelet itu lucu, dan membuatku tersenyum. Perasaan ku yang tadinya diliputi rasa sakit, sedikit terobati dengannya.
***
Hari berganti sore, kebanyakan siswa pun sudah pulang dari tadi. Tapi, di kelas kami tidak. Itu karena kami latihan terlebih dahulu untuk persiapan porseni nanti.
Aku dan Iyan hanya bertarung mata, setelah diberikan peran sebagai pemeran utama. Tidak bisa berlatih dan hanya menatap tajam satu sama lain.
Yang lain tetap berlatih tidak terlalu mempedulikan kami. Aku menolak untuk latihan sekarang, karena suasana hatiku yang lagi kacau, ditambah harus akting bersama si VOC itu.
Tak sengaja, aku melihat Dila yang keluar menghampiri seseorang diluar kelas. Nampak seperti Roni.
Aku mengikutinya, dan benar saja, itu adalah Roni. Nampaknya, hubungan mereka semakin dekat saja.
Aku hanya bersembunyi dibalik pintu sambil memperhatikan mereka, layaknya seorang istri yang sabar melihat suaminya selingkuh.
Eits..., eitss!!!
Tidak, itu terlalu lebay.
Aku memang sedikit sedih, tapi aku berusaha tegar, dan menerima kenyataan, bahwa mungkin saja mereka saling berjodoh.
Aku berbalik dan tak ingin semua ini tambah menyakitiku.
"Astaghfirullah!",
Kagetku tak sengaja menabrak Iyan yang tengah berdiri di belakangku secara tiba-tiba dan membuat kepalaku terjedot di bidang dadanya.
" Aduh!, ngapain sih?",
Nih anak mulai lagi cari masalah.
"Kamu yang lagi ngapain?, berdiri di tempat jalan",
" Ye, suka-suka akulah",
Aku berjalan kesal menuju kursi yang akan aku duduki. Itu cukup membosankan, kemana-mana melihat si VOC itu.
"Weh!, kalian berdua?, mau latihan atau gimana nih?", ucap Aldy sang ketua kelas yang mulai merasa jenuh duduk seharian karena harus mengawasi mereka latihan.
" Nggk!",
"Ya!"
Ucapku dan Iyan yang kontradiksi.
"Ya, kami akan latihan. Ayo mulai!",
Ucap si VOC,
" Siapa juga yang kau latihan sama kamu",
Jutek ku pada Iyan.
Iyan tak menanggapi, dan duduk di sebelah ku. Aku hanya bergeser agar tidak terlalu dekat dengannya.
"Kamu lihat!, Teman-teman kita semuanya rela di sekolah sampai sore, bahkan mungkin ada yang masih belum makan. Demi apa?, demi untuk latihan!. Jadi, jangan sampai membuat mereka kecewa dan sia-sia menunggu",
Jelas Iyan memunculkan kebijaksanaannya. Itu cukup menyentuh hatiku, baru kali ini aku mendengarnya berkata benar.
Aku menatap satu persatu teman-teman yang dengan giat berlatih, walaupun pemeran utamanya tak terlihat begitu senang dengan perannya. Padahal, tanpa pemeran utama, latihan mereka mungkin hanya bisa jadi sia-sia saja.
"Ya udah!, cepetan!",
Iyan terlihat tersenyum mendengar ucapanku itu. Dan mulai mengambil naskah dan membacanya.
" Ini, peranku di sini jadi apa?",
Tanyanya terlihat bego, kumat lagi dah, dia. padahal udah dikasih tau berkali-kali tadi sama bu Iga.
"Jadi kallolo!",
Ucapku datar,
____next!