Kinar menerima tawaran menikah dari sang dokter untuk melunasi hutangnya pada pihak Bank. Sedangkan, dr. Raditya Putra Al-Ghifari, Sp. B menikahinya secara siri hanya untuk mendapatkan keturunan.
Awalnya Kinar menjalaninya sesuai tujuan mereka, tapi lambat laun ia mulai merasa aneh dengan kedekatan mereka selama masa pernikahan. Belum lagi kelahiran anak yang ia kandung, membuatnya tak ingin pergi dari sisi sang dokter.
Kemanakah kisah Kinar akan bermuara?
Ikuti Kisahnya di sini!
follow ig author @amii.ras
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon AmiRas, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Perhatian Ibu Mertua
Maaf hari ini cuma bisa up satu bab gaess 🙏 masih belum fit banget. nanti kalau sudah fit insha allah bakal up tiap hari doubel kok.
Happy Reading....
Pagi ini Dokter Radit sudah kembali untuk bekerja. Ada banyak tugasnya di rumah sakit, jadi ia tak bisa untuk libur lama-lama.
"Saya berangkat dulu!" pamit Dokter Radit pada Kinar ketika mereka selesai sarapan.
"Ehm, Mas tunggu!" cegah Kinar pada Dokter Radit yang hendak membuka pintu apartemen mereka.
Dokter Radit berbalik badan, sehingga kini ia berhadapan dengan Kinar.
"Aku boleh ke supermarket ikut Bi Isah gak?" ucap Kinar menatap penuh harap pada Radit.
"Istirahat!" sahut lelaki itu tetap datar. Kinar sudah terbiasa.
"Aku sudah sehat kok, Mas. Aku mau olahraga badan juga masa tiduran terus. Boleh, ya!" ucap Kinar memohon, mengerjap-ngerjapkan matanya polos.
"Hem!" sahut Dokter Radit
"Ham hem ham hem aja sih, saya mana paham, Mas!" Kinar memberengut kesal.
Dokter Radit menghele napas, menfangguk singkat.
"Iya, boleh."
"Yeay, terima kasih, Mas!" Kinar berseru senang. Tanpa sadar ia mengecup pipi lelaki itu dan berlalu masuk ke kamar mereka, meninggalkan Dokter Radit yang mematung linglung.
"Sudah berani dia!" gumam dokter Radit sebelum kekuar dari apartemen dengan senyum tipis.
...*****...
Kinar dan Bi Isah berangkat ke supermarket diantar oleh Pak Beni atas titah Dokter Radit. Kinar sedang duduk di bangku besi depan supermarket. Tadi, ia izin keluar sebentar pada Bi Isah untuk menerima telepon dari Bibinya.
"Suster Kinar!"
Kinar yang sedang memasukkan handphone ke dalam tas slempangnya menoleh pada sumber suara.
"Eh, Ibu Sonia! Maaf, ada apa, Bu?" ucap Kinar kaget menatap wanita baya yang berdiri di hadapannya.
"Kamu suka ngemil apa?" tanya Ibu Sonia tiba-tiba.
"Hah? Eh, maaf Bu maksudnya gimana?" Kinar tak mengerti maksud ucapan Ibu Sonia.
"Saya mau beliin. Kamu suka nyemil apa?" tanya Ibu Sonia lagi. Tatapan wanita baya itu intens memindai wajah dan perut Kinar.
"Eh, gak usah, Bu. Saya beli sendiri kok!" tolak Kinar halus.
"Saya mau beliin sebagai permintaan maaf saya. Jangan menolak!" Ibu Sonia berucap tegas. Kunar jadi gak bisa menolak.
"Ehm saya suka ngemil yang pedas-pedas, Bu." Kinar menyahut sungkan akhirnya.
"Yang pedas-pedas? Kamu lagi hamil loh, gak boleh makan pedas banyak-banyak. Nyemil yang lain aja!" ucap Ibu Sonia dengan netra mendelik tajam pada Kinar. Duh, Kinar jadi malu karena beberapa orang yang lewat memperhatikan mereka.
"Saya suka nyemil yang asin-asin, Bu. Gak terlalu suka manis." Kinar segera menyahut.
"Ok, kamu tunggu di sini saja. Saya beliin beberapa cemilan untuk kamu nyemil," ujar Ibu Sonia sebelum masuk ke dalam supermarket.
Kinar hanya menggaruk kepala bingung akan perubahan sifat wanita baya itu. Ia menunggu beberapa saat, sampai Bi Isah keluar dari supermarket mencari keberadaannya.
"Bi Isah gak apa-apa kan cari sayurnya sendiri? Saya tunggu sini soalnya nunggu orang." Kinar berucap tak enak pada ART barunya itu.
"Gak apa-apa, Mbak. Nanti saya ke sini lagi kalau sudah selesai. Mbak duduk di sini saja nanti capek kalau ngikutin saya," sahut Bi Isah dengan senyum ramah.
Setelah itu Bi Isah kembali masuk ke supermarket. Meninggalkan Kinar sendirian duduk menunggu.
Hampir lima menit lebih Kinar menunggu dan Ibu Sonia kembali keluar dengan kantong belanjaan bermerk supermarket.
"Ini!" kata Ibu Sonia memberikan Kantong belanjaan besar itu kepada Kinar.
"Ba-banyak banget, Bu!" ucap Kinar tergagap. Ini serius loh banyak banget, masa iya dia sendiri yang akan menyemil sebanyak ini.
"Ya, gak apa-apa! Buat kamu nyemil semingguan ini!" ucap Ibu Sonia santai.
"Duh, jadi gak enak. Terima kasih ya, Bu!" balas Kinar dengan senyum tak enak.
Ibu Sonia mengangguk. Kinar tersentak ketika tangan wanita baya itu singgah di perutnya yang membuncit.
"Sehat-sehat ya, Nak!"
Kinar terenyuh. Merasa terharu dan matanya memanas mendengar ucapan Ibu Sonia itu. Bolehkah ia mengharaokan perhatian lebih dari ini?
"Saya duluan ya kalau begitu, Suster! Sampai ketemu lagi!" Ibu Sonia berpamitan dengan Kinar yang masih terpaku.
Kinar memperhatikan punggung wanita baya itu hingga tak terlihat lagi di parkiran. Ia menengok pada kantong berisi beberapa merk cemilan di dalamnya. Senyum terkembang di bibir tipis Suster Kinar. Dia senang sekali mendapatkan perhatian ini dari Ibu Sonia. Bi Isah saja sampai tak percaya melihat beberapa bungkus cemioan yang ia keluarkan ketika mereka pulang ke apartemen.
"Banyak banget, Mbak! Gak dimarahin Pak Dokter makan yang beginian?" ucap Bi Isah menyuarakan pendapatnya.
Suster Kinar menggeleng, "gak tahu, Bi. Nanti saya bilangin kalau ini dari Mamanya biar gak dimarahin. Lagian gak bakal aku habisin hari ini sekalian kok, Bi."
Bi Isah mengangguk paham. Kinar membantu Bi Isah membereskan belanjaan mereka, memasukkan bahan-bahan makanan ke lemari es dan keperluan lainnya ke lemari perlengkapan. Apartemen mewah milik Dokter Radit ini begitu lengkap dengan semua barang-barang mewah yang Kinar tahu berharga fantastis.
Setelah pulang dari belanja, Kinar memutuskan untuk tidur siang karena merasa mengantuk. Jujur saja, semenjak mengandung dia memang benar-benar cepat sekali mengantuk dan tak butuh lama untuk ia terpejam. Ia baru bangun ketika makan siang, itu pun dibangunkan oleh Bi Isah. Setelah melaksanakan shokat dzuhur, barulah Kinar makan siang ditemani Bi Isah.
Malam harinya, Kinar begitu bersemangat menyiapkan keperluannya untuk kembaki bekerja esok hari. Tingkahnya itu diperhatikan oleh netra tajam Dokter Radit yang duduk di sofa ruang tamh dengan memangku laptop. Bi Isah sendiri sudah pulang sore tadi, jam kerja ART mereka itu memang hanya sampai jam 5 sore.
"Bisa kamu duduk tenang, Kinar? Dari tadi saya pusing lihat kamu mondar-mandir ke sana kemari," ucap Dokter Rafit setengah menggerutu.
Kinar yang sedang membereskan buku-buku bacaannya di rak menatap sengit lelaki itu yang masih fokus pada laptopnya.
"Suka-suka sayalah. Kaki juga punya saya, kok situ yang pusing sih!" gumam Kinar kesal.
Jangan kira Radit tak dengar. Dia mendengar gerutuan dari bibir wanita hamil itu. Namun, tak ia tanggapi, nanti si ibu hamil itu ngambekan. Hormonnya kan lagi naik turun kayak roalercoster.
"Saya sudah minta staf HRD untuk mengatur jadwalmu agar dapat shift pagi terus. Jadi, manfaatkan sisa waktumu bekerja sebelum saya suruh cuti," ucap Dokter Radit tiba-tiba.
"Lah kok bisa gitu?" ucap Kinar antara protes dan senang. Iya dong, siapa yang gak senang kalau bisa dapat shiftnya pagi terus. Jadi, dia bisa menikmati kasur empuknya kalau malam.
"Bisalah. Saya kan direkturnya!" sahut lelaki itu angkuh tanpa menoleh oada Kinar yang mencibirnya.
"Ayahmu itu, Nak sombong amat. Kamu jangan nurunin sikap dingin kayak es itu ya! Bisa-bisa jomblo seumur hidup nanti kamu karena cewek-cewek takut membeku!" gumam Kinar dalam hati terkekeh sendiri.
...Bersambung.......
Tapi gak papa suster Kinar kamu sudah ditunggu jandanya sama dr Ardi.....!