Gania Anjasmara, ialah putri tunggal dari pasangan Arya Anjasmara dan Miranda. Di usianya yang baru menginjak usia 3 tahun, Gania harus kehilangan sang Mama untuk selama-lamanya. Kini 15 tahun telah berlalu, Gania telah tumbuh menjadi gadis remaja yang cantik dan tangguh pastinya karena sejak kecil ia hanya hidup berdua bersama Papanya. Terkadang ia juga dititipkan dirumah Neneknya karena Papanya sibuk bekerja. Bagaimanakah kelanjutan ceritanya? Penasaran? Simak terus ya
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Delatama, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Apa Rencana Pricilla?
Pricilla Anindita, ia merupakan salah satu teman dekat Gibran semasa kuliah S2. Gibran menganggapnya teman dekat karena selama kuliah mereka saling melengkapi satu sama lain, tapi Gibran tidak menganggapnya lebih. Pricilla sering salah paham, ia berfikir Gibran baik kepadanya karena cinta.
Pernah sekali Pricilla menyatakan cintanya kepada Gibran, tapi hal itu membuat Gibran ilfeel dan memutuskan untuk menjauh dari Pricilla.
"tega banget lu Gi! aaarrggg!" Pricilla memukul setir mobilnya.
"kalo emang lu udah punya istri. Gue harus menghancurkan rumah tangga lu! Lu harus hidup sama gue Gibran!"
Pricilla melaju dengan kecepatan tinggi, ia kembali menuju kantor Gibran.
Setelah sampai, ia melihat Gibran keluar dari kantor. Seketika ide untuk membuntuti Gibran pun muncul dari pikiran Pricilla.
"oke gue harus ngikutin kemanapun dia pergi"
Mobil Gibran berada tepat didepan mobil Pricilla, tapi Gibran tidak terlalu sadar akan hal itu. Siang ini Gibran kembali ke rumah Gania untuk makan siang dan membujuk istrinya agar mau kuliah sesuai keinginan Papa Arya.
"oh ini rumah istrinya, gede juga" ucap Pricilla yang menghentikan mobilnya di seberang rumah Gania.
"Anjasmara Family?" Pricilla bertanya tanya setelah melihat papan nama itu
"oke gue udah dapet alamatnya, besok tinggal cari tahu tentang orangnya"
Kemudian Pricilla pergi begitu saja.
***
"Assalamualaikum" ucap Gibran
"Waalaikumsalam" jawab Papa yang sedang berjalan menuju ruang makan didampingi perawat pribadi.
"tumben udah pulang Nak?" tanya Papa
"mau makan siang di rumah Pa, kangen masakan Bi Asih nih hehe" jawabnya
"oh iya tolong panggil istrimu ya, dari tadi pagi belum keluar kamar. Mungkin agak marah sama Papa"
"oh oke Pa"
Gibran dengan semangat naik ke lantai untuk memanggil Gania dan mengajaknya makan siang bersama.
"Gania" panggilnya
"hmm" suara Gania dari dalam
*tok tok*
"makan aja ngga usah ajak Gania" teriak Gania
"kamu marah?" tanya Gibran dari luar
Karena tidak ada jawaban dan sepertinya pintunya tidak dikunci, Gibran masuk ke kamar istrinya.
"loh kamu sakit Ga?" tanya Gibran
Gania hanya melirik Gibran tanpa menjawab
Gibran mencoba menyentuh dahi Gania untuk mengecek apakah demam atau tidak.
"isshh apaan sih" Gania menyingkirkan tangan Gibran
"aku tuh sakit perut" ucapnya sambil menunjuk perut
"oh bilang dong dari tadi. Makanya makan dulu biar ngga sakit"
"duh aku tuh sakit bukan telat makan tapi datang bu.." Gania hampir keceplosan kemudian ia menutup mulutnya, meskipun Gibran suaminya ia merasa malu untuk menyebutnya.
"ohh yaudah aku beliin obat ya"
Lalu Gibran keluar begitu saja, Gania merasa risih jadinya.
"loh Gania mana Gi?" tanya Papa
"Gania sakit perut Pa, Gibran mau keluar beliin obat dulu"
Kemudian Gibran membelikan obat pereda nyeri haid untuk Gania. Setelah sampai di rumah ia juga mengambilkan makan siang untuk Gania.
*tok tok*
Gibran masuk dengan membawa sepiring nasi+lauk, segelas air putih, dan satu tablet obat.
"bangun dulu"
Gania agak kesusahan untuk bangun karena pinggangnya juga terasa nyeri, Gibran pun berinisiatif untuk membantunya bangun.
"ishh jangan pe.."
"aku kan suamimu? masa ngga boleh pegang"
Gania tidak mau makan karena nafsu makannya hilang. Gibran berusaha menyuapinya meski sangat susah.
"ayo dong Ga, dimakan"
"ngga" Gania tetap mengunci bibirnya
"kasian Bi Asih udah masakin kamu nih"
"ya kamu makan aja sana" jawabnya sewot
"biar cepet sembuh Ga"
"KALO AKU NGGA MAU YA JANGAN DIPAKSA!" Gania membentak Gibran.
Gibran membuka matanya lebar-lebar. Ia kaget dengan bentakan Gania, lalu Gibran meninggalkan Gania sendiri dikamarnya.
Gania merasa kasihan tapi saat ini hormonnya sedang tidak stabil, ia lebih sensitif dibanding biasanya.
Lebih real dalam penyampaian bagaimana pasutri menyikapi suatu pernikahan dan perkembangan anak
semoga novel selanjutnya tetap menarik ya Thor..tidak terjebak dg gaya novel lainnya yg terlalu ekstrim, banyak pelakor, mertua jahat, suami kejam dsb😘😘
go...semangat