Elzhar Magika Wiratama adalah seorang dokter bedah kecantikan yang sempurna di mata banyak orang—tampan, disiplin, mapan, dan hidup dengan tenang tanpa drama. Ia terbiasa dengan kehidupan yang rapi dan terkendali.
Hingga suatu hari, ketenangannya porak-poranda oleh hadirnya Azela Kiara Putri—gadis sederhana yang ceria, tangguh, namun selalu saja membawa masalah ke mana pun ia pergi. Jauh dari tipe wanita idaman Elzhar, tapi entah kenapa pesonanya perlahan mengusik hati sang dokter.
Ketika sebuah konflik tak terduga memaksa mereka untuk terjerat dalam pernikahan kontrak, kehidupan Elzhar yang tadinya tenang berubah jadi penuh warna, tawa, sekaligus kekacauan.
Mampukah Elzhar mempertahankan prinsip dan dunianya yang rapi? Atau justru Azela, dengan segala kecerobohan dan ketulusannya, yang akan mengubah pandangan Elzhar tentang cinta?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Biqy fitri S, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Elzhar Yang Manja
Setelah siap, Azel membantu Elzhar berdiri perlahan, menuntunnya keluar dari ruangan rahasia ke parkiran klinik.
Elzhar berjalan sedikit sempoyongan, tapi tetap mencoba terlihat tenang. Azel memegang lengan Elzhar dengan erat, memastikan suaminya tetap seimbang.
“L… pelan-pelan, ya. Gue takut lo jatuh,” ucap Azel sambil menatap wajah Elzhar dengan khawatir.
“Iya bawell... Gue baik-baik aja,” balas Elzhar sambil tersenyum nakal.
Azel menahan tawa, tapi tetap menggenggam tangannya, membiarkan Elzhar mencondongkan kepalanya sedikit ke bahunya. “Dasar… lagi demam aja udah pamer manja, L,” goda Azel sambil menyipitkan mata.
Elzhar tertawa pelan, suara seraknya terdengar hangat di telinga Azel. " lo manis banget kalo kayak gini.”
Di dalam mobil, Azel menyetir pelan sambil sesekali menoleh ke Elzhar yang duduk di sampingnya, menutup mata tapi sesekali tersenyum kecil.
“L… kamu gk papa kan ?,” kata Azel sambil menepuk tangan Elzhar lembut.
“Gue seneng gue demam, karena gue juga suka banget lo gini… perhatian sama gue,” gumam Elzhar sambil membuka mata sebentar, menatap Azel penuh arti.
Perjalanan pulang terasa hangat dan damai. Meski Elzhar sedikit canggung karena demam, dan Azel sesekali tersipu malu, keduanya saling memperhatikan dan menjaga satu sama lain.
Sebuah momen sederhana tapi penuh cinta—awal dari kebiasaan baru mereka sebagai pasangan suami istri yang saling melindungi.
Setelah sampai di apartemen, Azel langsung membantu Elzhar membersihkan badan dan mengganti pakaian suaminya dengan lembut.
“Gue tadi udah bikinin sup kaldu ayam, biar badan lo cepat enakan. Makanya gue ke klinik , supaya lo bisa makan ini,” ucap Azel sambil menaruh mangkuk sup di meja.
“Zel… lo perhatian banget sama gue,” gumam Elzhar sambil tersenyum lemah, matanya sedikit berbinar karena rasa hangat dari perhatian Azel.
“Ya udah… sini gue suapin,” kata Azel sambil menepuk meja, mempersilakan Elzhar minum obatnya dulu.
Setelah Elzhar selesai makan, Azel menepuk bahu suaminya.
“Ya udah, lo istirahat dulu ya. Malam ini gue yang tidur di sofa,” ujar Azel dengan nada manis tapi tegas, menepuk bahu Elzhar lembut.
Elzhar menatapnya dengan mata setengah mengantuk, tapi bibirnya tetap melengkung membentuk senyum nakal. “Zel… boleh nggak hari ini lo tidur di sini sama gue? Gue pengen lo nemenin gue,” gumamnya pelan, suaranya terdengar serak karena demam.
Azel tersenyum, pipinya memerah sedikit. “Hm… mencari kesempatan dalam kesempitan, ya L?” godanya sambil menyipitkan mata.
Elzhar memelas, menunduk sedikit. “Gue padahal lagi sakit, lo jahat banget sama gue. Gimana kalau tiba-tiba gue kejang pas lo tidur di luar? Lo kan nggak akan tau,” ucapnya setengah bercanda, setengah serius, membuat Azel menahan tawa.
Hmmm… ini gue lakuin karena lo sakit, ya,” jawab Azel pelan sambil merapikan selimut di tubuh Elzhar.
“Iya… istriku…” gumam Elzhar kegirangan, senyumnya merekah meski masih lemah.
Elzhar kemudian menarik Azel lebih dekat, memeluknya dengan erat, menyandarkan kepala di bahunya. Azel menepuk bahu suaminya perlahan, membalas pelukan itu dengan lembut, merasakan hangatnya tubuh yang bergetar karena demam tapi penuh rasa nyaman.
“Zel… lo tahu nggak… gue cuma pengen ngerasain lo di sini, di samping gue… biar gue nggak kesepian,” bisik Elzhar dengan suara pelan, hampir terselip tawa lemah di ujungnya.
Azel tersenyum, menundukkan kepala sebentar, kemudian membelai rambut Elzhar dengan lembut. “Ya udah, L… gue di sini. Lo nggak sendirian,” jawabnya dengan nada hangat, penuh kasih.
Entah mengapa, Elzhar merasakan kebahagiaan yang tak biasa. Azel—wanita yang jauh dari kata idamannya—tiba-tiba terasa seperti sosok yang selama ini ia butuhkan. Dulu, ia selalu menghindari keributan, memilih tinggal sendiri demi ketenangan. Namun kini, dunia barunya justru membawa ketenangan yang berbeda. Kehadiran Azel, kehangatannya,Perhatiannya, pelukan dan senyum yang selalu berhasil menenangkan, membuat Elzhar sadar bahwa ia mulai bergantung padanya. Ada rasa ketergantungan yang perlahan tumbuh, tapi ia belum berani mengungkapkannya, takut perasaannya terlalu dini dan membuat azel jadi pergi.
Sementara itu, Azel menundukkan wajahnya, bergumam dalam hati. “Mengapa perasaan ini makin dalam? Aku takut tidak bisa menahannya.” Pikiran itu terus menghantui, apalagi setelah ciuman panjang tadi siang. Ia merasakan gejolak cinta yang membara, seakan ada tarikan tak terlihat antara dirinya dan Elzhar.
“Zel… kamu harus bisa menahannya. Kamu harus sadar posisimu,” gumam Azel dalam hati, menahan diri. “Gak mungkin seorang Elzhar yang selalu ingin hidup sendiri bisa mencintai aku… jangan biarkan perasaanmu terlalu jauh, nanti kamu sendiri yang jatuh.”
Meski penuh rasa cemas dan takut, hati Azel tetap bergetar setiap kali tatapannya bertemu dengan Elzhar. Ada sesuatu yang mengikat, sesuatu yang membuatnya yakin, bahwa perasaan ini—meski berisiko—tak bisa begitu saja diabaikan.
Di antara kehangatan apartemen yang sunyi, tak menyadari bahwa perasaan mereka kini mulai menuntun pada ikatan yang lebih dalam dari sekadar cinta atau kenyamanan. Ada rasa saling membutuhkan yang perlahan tumbuh, namun masih diselimuti ketakutan dan keraguan yang manis.
Hingga akhirnya, perlahan-lahan, keduanya tertidur pulas dalam pelukan satu sama lain, mengakhiri malam dengan rasa aman dan kehangatan yang tak tergantikan.
\=\=\=\=
Sinar matahari pagi mulai menembus tirai jendela apartemen, menerangi kamar tidur di mana mereka semalam tertidur bersama.
Azel bangun terlebih dahulu. Dengan hati-hati, ia melepaskan pelukan Elzhar, lalu bergegas menyiapkan sarapan. Hari ini ia harus bekerja, jadi sekalian ia menyiapkan makan siang untuk suaminya.
Tak lama kemudian, Elzhar terbangun. Ia menoleh ke samping—tidak ada Azel di tempat tidur. Dengan langkah pelan, ia meninggalkan selimut dan berjalan mencari istrinya.
Ia menemukan Azel sedang sibuk dengan masakannya di dapur. Perlahan, Elzhar menghampiri dari belakang, memeluk Azel dan menyandarkan kepalanya di bahu hangatnya.
“ASTAGAAAAA!!!” Azel kaget, hampir menumpahkan spatula yang dipegangnya. “L…!”
“Hmmm…” gumam Elzhar manja, menutup mata seolah menikmati momen itu.
Azel menatapnya, tersenyum, lalu membalikan badan dan melepas sarung masaknya. Dengan lembut ia memeriksa suhu tubuh suaminya. “Syukurlah… demammu sudah turun.”
Lalu Azel mengatur napasnya, menatap Elzhar dengan tegas tapi lembut.
“L… hari ini gue kerja. Tapi gue udah siapin makanan buat lo makan siang, beberapa buah, dan cemilan di kulkas. Jadi jangan lupa makan ya… dan satu lagi, jangan lupa minum obat.”
Elzhar tersenyum nakal. “Hmm… serius nih, lo mau ninggalin gue sendirian?”
Azel menepuk bahu suaminya, sedikit tersenyum sambil bergumam, “L… udah, jangan manja. Gue harus kerja. Nanti gue telpon kalau ada waktu. lo istirahat ya, jangan kemana-mana, biar cepat sembuh.”
Elzhar mendesah pelan, lalu menatap Azel dengan mata memelas tapi lembut. “Zel… sebelum lo pergi… boleh gak gue minta pelukan sebentar? Gue cuma pengen ngerasain hangat lo dulu sebelum gue sendirian.” dia merentangkan tangannya.
Azel tersenyum malu, namun tidak bisa menolak. Ia membalikkan badan dan memeluk Elzhar erat-erat, menyandarkan kepalanya di bahu suaminya.
“Ya udah, jangan terlalu lama, L. Gue harus berangkat kerja,” bisiknya sambil menepuk punggung Elzhar lembut.
Elzhar menutup matanya, menghirup aroma Azel, dan menariknya lebih dekat. “Tenang… sebentar aja, cukup biar gue inget hangat lo seharian.”
"cihh... Dasar Elzhar yang manjaa.." ucap Azel
Suasana pagi itu terasa hangat, canggung, tapi manis—momen sederhana di antara pasangan suami istri baru yang saling menyayangi dan saling menjaga.