NovelToon NovelToon
Kepincut Ustadz Muda: Drama & Chill

Kepincut Ustadz Muda: Drama & Chill

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Diam-Diam Cinta / Enemy to Lovers
Popularitas:1.7k
Nilai: 5
Nama Author: Ayusekarrahayu

Maya, anak sulung yang doyan dugem, nongkrong, dan bikin drama, nggak pernah nyangka hidupnya bakal “dipaksa” masuk dunia yang lebih tertib—katanya sih biar lebih bermanfaat.

Di tengah semua aturan baru dan rutinitas yang bikin pusing, Maya ketemu Azzam. Kalem, dan selalu bikin Maya kesal… tapi entah kenapa juga bikin penasaran.

Satu anak pembangkang, satu calon ustadz muda. Awalnya kayak clash TikTok hits vs playlist tilawah, tapi justru momen receh dan salah paham kocak bikin hari-hari Maya nggak pernah boring.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ayusekarrahayu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 4 Selamat Datang Kehidupan Baru

Pagi itu suasana rumah Maya seperti terminal kecil. Koper, tas, dan kardus berjejer di ruang tamu. Maya berdiri dengan wajah manyun, mengenakan jaket hitam kebesaran, rambutnya diikat seadanya. Memakai hijab pashmina yang hanya menutupi sebagian rambutnya.

“Astaga, ini kayak film drama Korea, tapi versi low budget,” gumam Maya sambil menarik ranselnya yang hampir sobek resletingnya.

Alin muncul sambil menenteng kantong plastik penuh snack. “Weh, lo kayak mau kabur dari rumah, bukan mau mondok".

"Ssstttt, gue ga bisa hidup tanpa barang-barang branded gue, lagian mamah lo tuh yang bawa semua barang gue, katanya biar ntar gue susah kabur kalau barang branded gue dibawa semua", Maya semakin manyun ranselnya bahkan ditendang-tendang bak bola.

Alin menahan tawanya, ada sedikit rasa sedih dalam hatinya tapi ia juga tidak akan bisa membantah keinginan sang ayah. Yang ia bisa lakukan kali ini hanya memberi semangat pada kakaknya.

Ibunya menatap dengan tatapan setengah prihatin, setengah lega. “Maya, tolong jangan bikin malu di jalan.”

Maya langsung memasang senyum palsu. “Tenang, mah. Maya cuma bikin malu di tujuan, bukan di jalan.”

Ibunya sampai terbatuk menahan tawa, sementara ayahnya langsung melotot. Alin menyikut Maya pelan, memberi kode untuk diam, tapi Maya malah berbisik pelan,

“Lin, kalo di pesantren mereka suruh gue bangun jam empat pagi, kayaknya gue mending pura-pura mati aja kali, ya?”

Alin hampir keselek ciki yang baru dibuka. “Astaga, jangan gitu. Lo mah keterlaluan.”

Di mobil menuju pesantren, Maya menempelkan wajah di kaca, pura-pura melodramatis. “Selamat tinggal, dunia gemerlap. Selamat tinggal, kebebasan. Selamat datang… kehidupan tanpa Wi-Fi.”

Alin menimpali sambil pura-pura narasi kayak film. “Dan sejak hari itu, seorang gadis bernama Maya resmi menjalani hidup barunya… sebagai tahanan suci.”

Keduanya meledak ketawa, Buk Rani hanya tampak geleng-geleng kepala. Sementara pak Arman, dia tidak bereaksi apapun. Wajahnya datar ia lebih serius dengan kemudinya.

Di tengah tawa itu, Maya mendesah panjang. “Eh Lin, lu tau nggak? Gue takut, sumpah.”

Alin menoleh serius. “Takut kenapa?”

“Takut nggak bisa update status. Bayangin hidup tanpa ‘Maya is online’ itu kayak hidup tanpa oksigen.”

Alin tepok jidat keras-keras. “Ya Allah, gue kira takut nggak bisa ngaji!”

Mobil pun dipenuhi canda tawa mereka, meski di hati kecil Maya, ketakutan itu masih mengendap. Tapi selama ada Alin di sampingnya, setidaknya perjalanan ini tidak terasa sekelam yang ia bayangkan semalam.

......................

Perjalanan terasa amat panjang,jalanan kota mulai berubah menjadi jalanan desa. Disetiap sisinya ada sawah-sawah yang mulai menguning. Udara terasa lebih sejuk dari sebelumnya.

Maya terlihat makin manyun saat melihat lingkungan barunya, sebuah tempat yang jauh dari pusat perbelanjaan. Jauh dari tempat hiburan dan hotel, semua bangunan terlihat kuno. Berbeda jauh dengan bangunan dikota.

Mobil akhirnya berhenti di depan gerbang besar dengan papan nama sederhana: Pondok Pesantren Nurul Hikmah. Bangunannya terlihat bersih, megah, tapi suasana desa sekitarnya masih terasa kental sawah membentang, ayam berkeliaran, dan suara adzan dzuhur terdengar sayup.

Maya langsung turun dari mobil dengan wajah masam, menyeret koper dengan kasar sampai rodanya hampir copot.

“Selamat datang di rumah baru kamu, Nak,” ucap Bu Rani dengan senyum lega.

Maya menoleh sambil melipat tangan di dada. “Rumah baru? Ini lebih mirip rumah tahanan suci, mah.”

Alin langsung terbatuk-batuk menahan tawa. “kak, tolong, baru juga turun udah ngeluarin kata-kata kayak gitu.”

Seorang ustadzah muda dengan jilbab rapi menghampiri mereka. Senyumnya ramah. “Assalamualaikum, ini ananda Maya, ya? Kami sudah menunggu.”

Maya memasang senyum kaku. “Waalaikumsalam, iya… saya Maya… korban.”

Alin buru-buru nyikut lengannya. “Calon santri, maksudnya! Maaf ustadzah, kakak saya agak… eeh… ekspresif.”

Ustadzah hanya tersenyum maklum. “InsyaAllah, nanti juga betah.”

Maya langsung berbicara lirih tapi masih terdengar, “Betah? tempat kayak gini serius bikin betah, ngga banget kayaknya.”

Sembari memasuki lingkungan pesantren, Maya melihat barisan santri putri yang rapi dengan seragam putih abu, beberapa bahkan tersenyum menyambut.

“Liat, Lin! Mereka senyum. Itu senyum apa? Senyum penyambutan atau senyum ‘selamat datang di neraka’?” bisik Maya serius.

Alin sampai harus pura-pura batuk biar nggak ngakak. “Astaga, kak, lo kebanyakan drama deh.”

Di halaman tengah, ada asrama besar dengan jendela kayu. Maya mendongak menatapnya. “Ya Allah, itu asrama apa kos-kosan horor? Gue ngerasa kayak bakal tidur ditemenin kuntilanak.”

Alin nyengir. “Santai aja, kalo ada setan pun pasti kabur duluan gara-gara mulut lo itu bawel banget.”

Maya melotot, tapi akhirnya ikut ketawa. Namun begitu menoleh lagi ke arah koper dan kamar yang menantinya, wajahnya kembali manyun.

“Yaudah deh, Lin… mulai sekarang gue resmi jadi santri. Doain aja gue nggak kabur minggu depan.”

Alin menyikut pelan tangan Maya, menatap kedua orangtua nya sedang sibuk mengobrol dengan salah satu kiyai. Sahabat lama sang Ayah, kini mereka tengah duduk di ruangan khusus tamu. Buk Rani dan Pak Arman terlihat serius membicarakan masalah administrasi.

Sementara Maya, dia justru terlihat meratapi kehidupan barunya. Sambil memasang wajah lebay ala Maya. Alin berusaha menahan tawanya, walaupun begitu, tak dapat dipungkiri hatinya berdenyut sedih, mengingat setelah ini ia dan sang kakak akan sangat jarang sekali bertemu.

Baginya Maya bukannya tidak bisa diatur, dia hanya mengekspresikan keinginan yang ditentang kedua orang tuanya.

.....

Setelah semua urusan administrasi selesai, Bu Rani dan Pak Arman akhirnya pamit pulang. Alin berdiri agak lama, memeluk kakaknya erat.

“Jangan bikin masalah gede di sini, Kak. Gue nggak bisa setiap hari jadi bodyguard lo lagi.”

Maya pura-pura nangis lebay sambil ngusap bahu Alin. “Janji, Lin… gue cuma bakal bikin masalah kecil. Yang gede biar lo aja yang urus.”

Alin ketawa getir lalu melangkah pergi mengikuti orang tuanya. Maya melambai dengan muka sok tegar, tapi begitu mobil mereka hilang di tikungan, ia langsung duduk di koper sambil manyun.

“Ditinggal beneran gue, Lin…,” gumamnya penuh drama.

“Assalamualaikum.”

Suara seorang laki-laki membuat Maya mendongak. Seorang pemuda dengan wajah teduh nan datar, sorban putih di pundak, berdiri tak jauh darinya.

“Eh… Waalaikumsalam,” jawab Maya kikuk. “Lo siapa? Satpam?”

Pemuda itu tersenyum tipis. “Saya Azzam, anak Kiyai Bahar. Karena ustadzah sedang ada kelas dan ibu saya sedang mengisi pengajian, saya yang diminta mengantar kamu ke asrama.”

Maya langsung bangkit, menepuk-nepuk jaketnya. “Oh, oke. Jadi lo semacam tour guide ya? Tapi versi pesantren.”

Azzam menghela napas pendek. “Bisa dibilang begitu. Yuk, saya bantu bawakan koper.”

Maya menahan koper erat-erat. “Eh jangan! Ini koper isinya barang-barang branded gue. Kalau jatuh, harga diri gue juga ikut jatuh.”

Azzam menatap datar. “Barang branded nggak ada gunanya di sini. Yang penting itu taat aturan.”

“Yaelah, baru ketemu udah ceramah,” celetuk Maya sambil menyeret koper. Tapi baru beberapa langkah, rodanya macet dan hampir copot.

Dua santri putri yang lewat akhirnya turun tangan membantu. “Sini, Mbak, biar kami angkatin aja.”

Maya langsung senyum manis. “Makasih, kalian pahlawan tanpa tanda jasa. Koper ini udah kayak mantan, susah banget diajak jalan bareng.”

Santri-santri itu ngakak kecil, sementara Azzam hanya menghela napas lagi, lebih panjang kali ini.

Akhirnya mereka sampai di depan pintu asrama, Azzam menoleh singkat. “Ada beberapa aturan yang harus kamu taati disini. Pertama, tidak boleh bawa HP. Sini, saya simpan.”

Maya langsung refleks memeluk tasnya. “HAH?! Nggak boleh HP? tolong, HP gue tuh nyawa gue. Gue rela puasa makan, tapi jangan puasa sinyal!”

Azzam mengulurkan tangan tenang. “Semua santri sama aturannya. Sini.”

Maya masih bernegosiasi. “Boleh nggak gue bikin surat perjanjian? Misalnya, HP cuma dipakai buat update status ‘Maya masih hidup’. Nggak lama, janji.”

Azzam tetap diam, tatapannya lurus. Akhirnya Maya menyerah, menyerahkan HP sambil drama. “Selamat tinggal, sayangku. Jangan lupain gue walaupun kita terpisah jaringan.”

Santri yang membantu koper tak kuat menahan tawa,sementara Azzam tetap memasukkan HP itu ke tas selempangnya dengan wajah dingin.

“Yang kedua, bangun jam empat pagi. Wajib shalat berjamaah. Jangan telat.”

Maya mendengus. “Jam empat? Gue biasanya baru tidur jam segitu. lo yakin gue nggak bakal mati muda di sini?”

Azzam menatapnya tenang, tapi jelas menahan sabar.

Setelah itu, Azzam menambahkan" Yang ketiga gunakan bahasa sopan dan hijab yang menutupi semua aurat, yang pasti taati peraturan apapun disini".

"Ya ampun banyak banget aturannya, bisa-bisa gue mati ketinggalan zaman ntar", Maya terlihat semakin drama.

Azzam menarik napas panjang, berusaha maklum akan santriwati barunya itu. “InsyaAllah, kamu akan terbiasa.”

Maya hanya cemberut, lalu bersuara lirih sambil menatap asrama yang akan menjadi tempat tinggalnya kini. “Ya Allah… ini fix bukan liburan. Ini karantina iman.”

.

.

✨️ Bersambung ✨️

1
Ayusekarrahayu
Ayooo bacaa di jaminnn seruuu
Rian Ardiansyah
di tunggu kelanjutannya nyaa kak
Tachibana Daisuke
Bikin syantik baca terus, ga sabar nunggu update selanjutnya!
Ayusekarrahayu: sudah up ya kak
total 1 replies
Rian Ardiansyah
ihh keren bngtttt,di tungguu kelanjutan nyaaaa kak😍
Ayusekarrahayu: makasiii😍
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!