NovelToon NovelToon
Menantu Sableng Mertua Gendeng

Menantu Sableng Mertua Gendeng

Status: sedang berlangsung
Genre:Romantis / Cintamanis / Konflik etika / Keluarga / Cinta Murni / Pelakor jahat
Popularitas:146.1k
Nilai: 5
Nama Author: Santi Suki

Ketakwaan dan kebaikan akhlak Zidan membuat Sabrina jatuh cinta kepadanya. Terlebih lagi dia berhutang nyawa kepada pemuda desa itu. Demi menikah dengan Zidan, Sabrina rela menukar dengan dicoret dari daftar nama keluarganya yang kaya raya.

Sifat dan tingkah laku Sabrina yang polos, jujur, dan aneh bin ajaib perlahan membuat Zidan jatuh hati kepadanya. Konsekuensi menikah dengan Sabrina, Zidan dipecat dari kantor perusahaan Jaya Grup milik keluarga Sabrina. Zidan pun pulang ke kampung membawa Sabrina.

Bu Maryam yang benci wanita kota memandang rendah Sabrina, terlebih sang menantu tidak bisa melakukan pekerjaan apa pun. Belum lagi Sabrina sering salah mengartikan ucapannya, membuat wanita paruh baya itu sering emosi.

Tanpa Sabrina dan Zidan sadari ada rahasia dibalik pernikahan mereka. Rahasia apakah itu? Cus, kepoin ceritanya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Santi Suki, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 13

Setiap malam Sabrina menangis diam-diam sampai kedua matanya bengkak. Rasa sakit kehilangan calon bayinya meninggalkan luka yang dalam. Dia tidak menceritakan rasa kesedihannya itu kepada Zidan atau Bu Maryam. Walau begitu, mereka semua tahu apa yang dirasakan wanita itu.

Bayang-bayang kejadian tabrakan itu selalu membayangi mimpi Sabrina sehingga membuatnya tidak bisa tidur nyenyak. Selama seminggu masa perawatan di rumah sakit, dia menjadi pendiam tidak banyak bicara.

Tentu saja hal itu membuat Zidan dan Bu Maryam sedih dan bingung harus berbuat apa lagi. Mereka selalu memberikan support dan memberi nasehat kalau yang terjadi bukan salahnya.

Selama menjalani perawatan Zidan tidak pernah meninggalkan Sabrina. Dia memercayakan toko kepada para pegawainya. Bu Maryam datang setelah selesai mengerjakan pekerjaan rumah dan membawa makanan dan baju ganti untuk Zidan.

"Hari ini Bu Sabrina sudah boleh pulang," ucap dokter setelah selesai melakukan pemeriksaan terhadap Sabrina.

"Alhamdulillah." Zidan Bu Maryam merasa senang Sabrina sudah diizinkan pulang.

Sabrina juga sudah kangen sama kamar sederhana yang banyak meninggalkan kenangan indah dan manis bersama Zidan. Dia juga rindu sama wangi pohon-pohon ketika pagi hari dan suara kokokan ayam milik sang ibu mertua.

Begitu pulang ke rumah para tetangga datang menjenguk. Kemarin mereka belum bisa datang ke rumah sakit karena punya kendala masing-masing.

"Apa pelaku yang nabrak sudah ketangkap?" tanya Ceu Romlah.

"Belum, Ceu. Masih dalam pengejaran polisi," jawab Zidan.

"Polisi selalu lelet kalau tidak dikasih pelicin," ujar Ceu Edoh menyindir dan dibenarkan oleh Ceu Romlah dan Ceu Entin.

"Pelicin? Pelicin pakaian? Emangnya bisa buat nangkap penjahat, ya?" tanya Sabrina dengan wajah polos sekaligus bingung.

Semua orang melongo mendengar ucapan Sabrina, kecuali Zidan. Dia sudah terbiasa dengan kejutan di luar BMKG jika berbicara dengan istrinya.

"Pelicin ini maksudnya uang. Biar cepat di proses. Begitu, Neng," jawab Zidan sambil mengusap kepala Sabrina dengan lembut.

"Aku kira otaknya akan bener setelah ketabrak, ternyata masih sama," bisik Ceu Romlah kepada Ceu Entin.

"Ini sudah bawaan orok," balas Ceu Entin pelan, sok tahu.

***

Waktu terus berlalu, sudah sebulan berlalu dari kejadian kecelakaan. Belum ada kabar tentang pelaku penabrakan. Kondisi kesehatan Sabrina sudah pulih dan tidak menangis lagi kalau malam hari.

"Mamah, biji cabai yang dulu aku tabur di kebun belakang sudah tumbuh!" teriak Sabrina senang ketika sedang menyiram tanaman.

"Nanti kita pisah-pisahkan tempatnya, biar bisa tumbuh dengan baik," balas Bu Maryam yang sedang memberi pakan ikan di kolam samping kebun.

"Aku cari pot dulu." Sabrina sangat senang.

"Jangan di tanam di pot. Di polibag saja. Ada disimpan di laci lemari yang ada di dapur," ucap Bu Maryam mengikuti sang menantu, takut tidak tahu.

Sabrina mengambil skop untuk mengisi tanah dan memindahkan tunas-tunas cabai ke polibag. Dengan bernyanyi riang seakan sedang bermain-main tanah, wanita itu dengan sabar memindahkan satu persatu.

Sementara itu, Bu Maryam yang hendak mandi mendengar suara pintu depan di ketuk. Begitu dia buka terlihat ada Pak Yadi dan Niken.

"Mau apa kalian ke sini?" tanya Bu Maryam ketus.

"Maryam, boleh aku minta beberapa ekor ikan? Anak-anak mau datang ke sini, aku tidak punya uang untuk beli makanan," jawab Pak Yadi dengan malu-malu.

"Apa?" Bu Maryam melotot. "Enak saja minta. Beli!"

"Dasar pelit!" ucap Niken dengan mata mendelik.

"Lah, suka-suka akulah! Yang nernak ikan aku, masa yang panen hasilnya kalian." Bu Maryam bertolak pinggang.

"E, a-ku sudah bilang sama Zidan. Katanya boleh ambil di kolam belakang," ucap Pak Yadi, berbohong.

"Zidan beneran bilang begitu?" Bu Maryam tidak percaya, walau tahu putranya itu masih bisa berlaku baik kepada bapaknya. Namun, biasanya akan memberi tahu atau berdiskusi dahulu.

"Tentu saja! Zidan itu anak yang pengertian dan baik, tidak kayak kamu yang pelitnya luaaaaar biaza!" sahut Niken biar lebih meyakinkan.

Bu Maryam sebenarnya tidak ridho. Namun, jika Zidan sudah memberikan izin, mau gimana lagi.

"Ambil empat ekor, tidak boleh lebih!" ujar Bu Maryam dengan dagu terangkat.

"Aduuuh mana cukup, delapan ekor, ya? Takut anak-anak masih lapar dan minta tambah," kata Pak Yadi sambil mengacungkan kedelapan jari tangannya.

"Dasar gi'la! Dikasih hati minta jantung." Bu Maryam semakin tersulut emosi.

"Enam ekor kalau begitu. Jangan suka pelit jadi orang, nanti hidup kamu akan sulit," kata Niken, malah jadi kebalik, siapa yang pelit dan siapa yang hidup sulit.

"Dasar edan! Orang tidak tahu diri! Enyah saja dari hadapanku." Bu Maryam yang sudah tidak bisa menahan emosi langsung membanting pintu dan menguncinya.

"Eh, Maryam! Buka pintunya," teriak Pak Yadi.

"Sudahlah, Bang. Kita langsung ambil saja ikannya ke kolam di belakang. Aku sudah bawa kresek untuk jaga-jaga jika hal ini terjadi," ujar Niken.

Diam-diam Pak Yadi dan Niken berjalan lewat samping rumah menuju halaman belakang. Laki-laki itu mengambil jala yang biasa disimpan di gudang belakang rumah. Kebetulan jala tergantung di dinding luar gudang—kebiasan Bu Maryam, biar mudah ambil ikan yang terlihat sakit atau mati.

Niken dan Pak Yadi terkejut ketika melihat ada Sabrina sedang berjongkok memainkan tanah. Pasangan suami-istri itu memberi kode untuk diam. Keduanya tahu kalau Sabrina suka teledor dan sulit fokus jika melakukan dua hal di waktu bersamaan.

"Dia sedang fokus sama mainannya," bisik Pak Yadi dan Niken paham.

Begitu Niken dan Pak Yadi lewat di belakang Sabrina, di waktu bersamaan wanita itu hendak berdiri. Maka terjadilah pan'tat istrinya Zidan mendorong tubuh Niken.

GUJUBAR!

Niken jatuh ke kolam ikan. Sabrina yang merasa sudah menyentuh sesuatu pun menoleh. Dia terkejut sekaligus tertawa ngakak ketika melihat Niken jatuh ke kolam ikan.

"Si ibu tiri ingin berenang. Jangan di kolam ikan, dong! Kasihan sama ikan-ikannya," ucap Sabrina sambil tertawa karena melihat ada daun talas di atas kepala Niken.

"Tolong, Bang!" Niken berteriak kepada suaminya.

Pak Yadi kebingungan. Dia tidak tahu bagaimana caranya untuk menolong sang istri.

"Sayang, kamu ke tepi. Nanti aku tarik," kata Pak Yadi sambil mengulurkan tangan.

"Loh, kenapa Bapak tidak ikut turun berenang juga? Kayaknya seru," tanya Sabrina.

"Dasar menantu sableng! Sama saja dengan mertuanya yang dendeng!" teriak Niken. "Orang jatuh malah dikira berenang."

"E, jatuh?" Sabrina memasang wajah polos. Dia tidak sadar kalau Niken jatuh karena kena sundulan maut pan'tatnya.

Pak Yadi berusaha menarik tangan Niken yang sudah berada di tepi kolam ikan. Karena tanahnya licin, laki-laki itu ikut terjatuh ke kolam, kini ada dua orang yang berenang di kolam ikan.

Karena mendengar ribut-ribut di halaman belakang, Bu Maryam yang hendak mandi harus menunda. Dia melongo ketika melihat mantan suami dan pelakor di kolam ikan miliknya.

"Apa yang sedang kalian lakukan, hah!" Bu Maryam mengambil sapu lidi yang biasa digunakan untuk menyapu halaman.

Pak Yadi dan Niken terlihat ketakutan. "Mati kita!"

***

Sambil menunggu update bab berikutnya, baca karya aku yang lainnya. Pastinya tidak kalah lucu dan seru, bab-nya juga sedikit.

1
Lia Fitria
Betul sekali
Lia Fitria
🤮🤮
Lia Fitria
Ulat Keket datang
Lia Fitria
Mantap Bu Maryam.Ini hasil didikan mantu kesayangan & besan pun mendukung 🤭🤭
Lia Fitria
Kenapa mesti marah kan kalian sudah bercerai 😡😡
Lia Fitria
Sabrina kasihan pelaminan nya ga ada pasangan pengantin nya ?
Nanti kalau ada tamu yang mau kasih selamat gimana ?
Lia Fitria
Kalau mau minta kado langsung bilang saja minta apa Sabrina pasti langsung d ACC bos batu bara 🙂🙂
Lia Fitria
Itu lebih baik Bu Maryam & Bu Martha.Dari pada ikut menyahuti hehehe..
Lia Fitria
Sabrina Sabrina masa mama mertua mu seperti barang saja limited edition 😆😆ada" saja kamu ini 🤦🤦
Lia Fitria
Tepat sekali tebakan mu Sabrina
Happyy
👊🏼👊🏼👊🏼
Happyy
💖💖💖
Happyy
😚😚😚
Yuliana Tunru
ayo thorr buat erik segera pdkt ya soal ngajibdan sholat bisa sambil belajar berdua biar tambah bahagia erik x
Nar Sih
siip kak santi ,aku setujuu banget dgn sabrina moga bu maryam bnr,,jodoh nya pk erik biar si mantan suami panass
Nar Sih
ya ampun sabrina ...hahaha tingkah mu bnr ,,bikin yg bca ngakak sendiri😂😂
Purnama Pasedu
masih di suruh ngaji bukan hafalin surah ya neng
Tiah Fais
lanjut
Tiah Fais
lanjut
Fitria Arifianto
gass thorrr supaya bu maryam dapet yg lebih baik & top markotop😁
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!