Dunia Isani seakan runtuh saat Yumi, kakak tirinya, mengandung benih dari calon suaminya. Pernikahan bersama Dafa yang sudah di depan mata, hancur seketika.
"Aku bahagia," Yumi tersenyum seraya mengelus perutnya. "Akhirnya aku bisa membalaskan dendam ibuku. Jika dulu ibumu merebut ayahku, sekarang, aku yang merebut calon suamimu."
Disaat Isani terpuruk, Yusuf, bosnya di kantor, datang dengan sebuah penawaran. "Menikahlah dengaku, San. Balas pengkhianatan mereka dengan elegan. Tersenyum dan tegakkan kepalamu, tunjukkan jika kamu baik-baik saja."
Meski sejatinya Isani tidak mencintai Yusuf, ia terima tawaran bos yang telah lama menyukainya tersebut. Ingin menunjukkan pada Yumi, jika kehilangan Dafa bukanlah akhir baginya, justru sebaliknya, ia mendapatkan laki-laki yang lebih baik dari Dafa.
Namun tanpa Isani ketahui, ternyata Yusuf tidak tulus, laki-laki tersebut juga menyimpan dendam padanya.
"Kamu akan merasakan neraka seperti yang ibuku rasakan Isani," Yusuf tersenyum miring.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yutantia 10, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 26
Sani tersenyum saat berhasil membuka pintu, udara yang berhembus dari luar, terasa seperti udara kebebasan, kemerdekaan. Melangkahkan kaki keluar dengan perasaan lega, dan beban di pundaknya, seperti langsung lenyap. Tapi... mendadak ia gelisah, matanya menelisik ke segala arah. Rasanya seperti mustahil Yusuf melepaskannya begitu saja, jangan-jangan, dua bodyguard tadi pagi sudah siap siaga menyeretnya kembali ke hadapan Yusuf.
Ia melihat dua orang tersebut ada di dekat pos satpam, tampak sedang berbincang-bincang dengan satpam. Masih ada satu pintu lagi yang harus dia lewati, semoga saja lancar, tanpa drama apapun.
Sambil menyeret pakaian dan barang-barang lain yang ada di plastik sampah, Sani berjalan menuju pintu gerbang. Belum sampai disana, tiba-tiba pintu dibuka oleh satpam, bukan untuk dirinya, melainkan untuk sebuah mobil yang mau masuk.
Mulut Isani menganga melihat mobil Papanya memasuki halaman rumah. Apa yang membawa Papanya datang ke rumah ini? Ia mematung, sampai mobil Papanya terparkir di carport.
"Sani," panggil Fatur yang baru saja keluar dari mobil. Pria itu berjalan menghampiri Sani sambil tersenyum.
Sani kaget melihat Yumi dan Dafa juga keluar dari mobil tersebut. Kenapa semua orang tiba-tiba kesini?
"San," Fatur menepuk lengan Isani saat tangannya yang sudah terulur, tak segera disambut putrinya.
"Pa," Sani yang gugup, segera meraih tangan Papanya, menciumnya.
"MasyaAllah, rumah Yusuf benar-benar mewah, seperti istana," Fatur berdecak kagum, memperhatikan rumah Yusuf.
"Kamu mau kemana?" Farah memperhatikan ransel yang ada di punggung Isani.
"Ma-mau... " Sani mendadak bingung. Haruskah ia jujur tentang rumah tangganya?
"Ngapain kamu bawa-bawa sampah?" Yumi tersenyum mengejek, tanganya bergelayut mesra di lengan Dafa, seperti sengaja memanas-manasi. "Katanya udah nikah sama sultan, eh... nyatanya kerjaanya masih ngurusin sampah. Jangan-jangan, kamu hanya dijadikan babu oleh suami kamu, gak benar-benar dicintai?"
"Yumi!" sentak Farah.
Yumi berdecak kesal karena Mamanya sekarang membela Sani.
"Dari beberapa hari yang lalu, Papa bilang sama Yusuf ingin main ke rumah kalian, pagi tadi, dia tiba-tiba telpon, minta kami semua main kesini," ujar Fatur.
Sani mengutuk Yusuf dalam hati. Ternyata ini rencana laki-laki itu. Yusuf pasti berfikir, ia tak akan mengaku tentang rumah tangga mereka karena tak mau dibully Yumi.
"Em... aku, aku mau keluar sebentar. Kalian masuk dulu aja, ada Yusuf di dalam," ujar Sani.
"Yaelah, tuh di sana banyak satpam," Yumi menunjuk dagu ke arah gerbang. "Kenapa gak nyuruh mereka aja sih buang sampah? Udah nikah sama orang kaya, tapi kebiasaan miskin masih dibawa terus. Kayaknya kamu emang lebih pantes jadi babu deh, daripada jadi bini sultan," ejek Yumi.
"Ini rumah aku, bisa jaga bicara gak!" Sani memeloti Yumi. Entahlah, dari dulu ia memang cepat naik darah kalau berhubungan dengan Yumi, kakak tirinya itu selalu memancing emosinya. "Dulu di rumah Papa, kamu bisa asal ngomong, tapi jangan harap bisa disini. Rumah ini ada aturannya!" tekan Sani sambil menunjuk ke bawah. "Keluar dari rumahku kalau tak bisa menghargai tuan rumah!"
Yumi langsung kicep, memilih melengos ke arah lain.
"Sani, Sani, maafin Yumi ya," Farah memegang lengan Sani. "Yumi, kalau ngomong itu dijaga," ia menasehati putrinya.
Yumi berdecak kesal. "Sekarang Mama jadi belain dia ya," gerutunya.
"Udah-udah, tujuan kita kesini untuk silaturahmi, jangan malah berantem," Fatur menengahi.
"Sani, kamu gak mau ngajak kami masuk?" Farah tersenyum, tangannya mengusap lengan Sani.
Sani pengen sekali muntah melihat sikap baik Farah. Ia tahu apa alasannya, pasti seperti yang dikatakan Yusuf pagi tadi, tentang Papanya yang butuh kerjaan. Kadang, pengen kasihan mengingat wanita itu adalah korban Mamanya, tapi kalau ingat sikapnya, rasa kasihannya menguap begitu saja.
"San, kita masuk yuk. Yusuf ada di dalam kan?" tanya Fatur
"A, a, aku... " Sani bingung, ia tak mungkin masuk kembali ke rumah tersebut. Ia tak mungkin menjilat ludahnya sendiri. Ini kesempatan terbesar dia lepas dari Yusuf, jangan sampai demi harga diri di depan Yumi dan Dafa, dia menyerahkan diri pada Yusuf. "Aku masih mau keluar, kalian masuk dulu aja."
"Kamu kenapa?" Dafa memperhatikan raut wajah Isani. "Kamu baik-baik sajakan?"
Sani mengumpat dalam hati. Ia dan Dafa cukup lama berhubungan, mungkin karena itu, Dafa bisa membaca ekspresi wajahnya. "Baiklah, emang kenapa?" ia memasang senyum palsu.
Dafa memindai wajah Isani. "Tapi kamu kayak_"
"Apaan sih Yang," protes Yumi, melepaskan tangan dari lengan Dafa. "Masih peduli aja sama dia. Aku cemburu loh," memberengut kesal.
Sani tersenyum miring. "Udah punya bini, sibuk ngurusin bini orang. Aku lebih bahagia daripada kamu, jadi gak usah ngurusin aku. Urus saja bini kamu yang kayak kurang bahagia itu."
"Ya Allah Sani, apa yang kamu katakan." Sani merutuki dirinya sendiri karena telah berbohong.
"Kata siapa aku kurang bahagia?" Yumi langsung nyolot.
"Udah-udah!" Fatur melerai. "Kalian itu saudara, sedarah, jangan bertengkar terus."
"Langsung masuk aja, Pah. Sani masih ada urusan bentar." Sani kembali memegang simpul kantong sampahnya. "Permisi," ia langsung melangkah pergi.
"Ya elah, gak sopan banget. Ada tamu malah disuruh masuk sendiri," gerutu Yumi. "Kalau aja Yusuf gak bilang mau nunjukin video, malas aku kesini."
Deg
Langkah kaki Sani langsung terhenti. Jangan-jangan, video yang dimaksud...
Sani meletakkan kantong sampah berisi barang-barangnya begitu saja. Membalikkan badan, berjalan cepat ke arah rumah.
"Heh Isani, katanya mau keluar?" seru Yumi saat Sani mendahului jalannya.
"Gak jadi," Sani membuka pintu lebar-lebar, mempersilakan mereka semua masuk. Sumpah demi apapun, ia tak rela kalau sampai Yumi dan terlebih Dafa, melihat video mandinya. Laki-laki sialan yang sudah mengkhianatinya itu, haram hukumnya menikmati tubuhnya. Sumpah demi apapun, ia tak rela.
"Sayang, ada tamu."
Tubuh Sani serasa lemas mendengar suara Yusuf. Bangsat itu telah berhasil membuat dia menjilat ludahnya sendiri.
"Pah, Mah," Yusuf mencium tangan Fatur dan Farah. "Mari-mari, silakan duduk." Ia mendekati Sani, merangkul pinggangnya sambil berbisik. "Kamu kembali lagi."
Kalimat yang pelan dan tanpa tekanan tersebut, nyatanya membuat Sani begitu tertekan. Ia merutuki diri sendiri yang ternyata bernyali ciut. Ia hanya berani berkoar-koar di hadapan Yusuf, bahkan sok-sokan mau jadi artis JA V, tapi videonya mau dilihat Dafa saja, dia sudah kalang kabut.
papa yg egois kmu fatur,kalau sampai memanfaatkn kekayaan mantumu...
anda saja yg gk sadar.
manis bibirnya Isani apa bibirnya Irene Suf?😆😆😆