Berita kematian Rosa, kakak satu-satunya membuat Olivia sangat terguncang.
Olivia curiga Thomas, suami Rosa punya andil dalam kematian istrinya yang tiba-tiba karena 5 hari sebelum kematiannya, Rosa sempat mendatangi Olivia dan bercerita sedikit soal prahara rumah tangganya.
Kecurigaan Olivia makin bertambah saat Thomas menjual rumah dan mobil pribadi milik Rosa seminggu setelah kematian istrinya.
Tidak ingin harta peninggalan Rosa yang jatuh ke tangan Thomas dipakai untuk wanita lain sekaligus ingin membuktikan rasa curiganya, Olivia nekad menawarkan diri menjadi ibu sambung untuk Gaby, putri tunggal Rosa dan Thomas yang berusia 5.5 tahun.
Akankah Thomas menerima Olivia yang bertekad membuktikan firasatnya ?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Bareta, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pukulan untuk Olivia
Seharusnya Olivia masih cuti hari ini tapi rasanya tidak sabar ingin bertemu Nindya dan Rico sekalian membawakan oleh-oleh makanan khas Bali untuk teman-teman divisinya.
Dengan penuh semangat dan wajah bahagia Olivia masuk ke ruang kerjanya. Nindya dan Rico yang sudah duduk di mejanya nampak terkejut melihat kehadiran Olivia.
“Surprise ! Sudah aku duga kalian pasti kaget.”
Nindya dan Rico sempat bertukar pandang sebelum sama-sama senyum terpaksa.
Olivia mengernyit, merasa ada yang aneh dengan sikap kedua temannya.
“Ada apa ?” tanya Olivia penasaran.
Belum sempat berlama-lama dengan kedua sahabatnya, tiba-tiba Olivia dipanggil.
“Olivia !”
“Iya Bu.” Olivia menoleh lalu menghampiri Ibu Rita, atasannya.
“Bukannya cutimu sampai besok ?”
“Dipercepat Bu, ada urusan,” sahut Olivia sambil tersenyum.
Jantung Olivia mulai berdebar-debar melihat ekspresi wajah atasannya kelihatan tegang padahal ibu Rita termasuk orang yang sangat toleran meski bukan murah senyum.
“Masuk !”
Olivia mengikuti Rita dan duduk di depan mejanya setelah mendapat isyarat.
“Maaf, ada masalah apa ya Bu ?” tanya Olivia dengan wajah mulai tegang.
Dari dalam laci meja kerjanya, Rita mengeluarkan setumpuk dokumen yang dijepit jadi satu lalu menyodorkannya ke hadapan Olivia.
“Apa ini proposalmu ?”
“Betul Bu bahkan kontennya sudah diluncurkan di beberapa medsos sebelum saya cuti. Apa ada masalah Bu ?”
Degup jantung Olivia makin tidak beraturan tapi ia sudah bisa meraba-raba penyebab ketegangan Nindya dan Rico.
“Yakin sudah kamu periksa ulang sebelum di posting ?”
“Sangat yakin Bu. Semuanya sudah saya bereskan sebelum cuti.”
“Faktanya di dalam konten itu disebut nama pesaing makanya mereka menuntut pencemaran nama baik.”
Mata Olivia membola tapi bukan karena suara Rita yang semakin meninggi namun ucapannya membuat Olivia kaget.
“Tidak mungkin saya seberani itu Bu. Selama ini saya selalu berhati-hati dan mengikuti aturan termasuk undang-undang ITE jadi tidak mungkin saya seteledor itu apalagi sampai menyebutkan nama pesaing.”
“Faktanya semua orang di divisi ini bahkan Pak Dirut sudah melihat langsung tayangannya. Selain membatalkan semua kontrak, klien minta perusahaan membayar tuntutan ganti rugi dari pesaingnya sebesar 5 milyar.”
Tubuh Olivia membeku, rasanya tidak percaya dengan semua cerita Rita tapi tidak mungkin atasannya asal bicara apalgi melihat wajah Nindya dan Rico.
“Apa mungkin ada penyusup yang sengaja mengedit konten saya Bu ?” tanya Olivia dengan suara bergetar.
“Kamu pasti tahu bagaimana prosedur di sini. Pihak IT hanya mendampingi untuk melakukan proses verifikasi, selebihnya kalian sendiri yang melakukan postingan. Kamu tidak menyuruh orang untuk menuntaskan pekerjaanmu kan ?”
“Tidak ! Tidak sama sekali Bu. Hari itu Joko yang mendampingi saya dan semuanya sudah saya pastikan ulang sebelum ditayangkan.”
“CCTV di ruang editing juga sudah diperiksa. Silakan kamu tanya Rico detilnya karena ia yang ditugaskan Pak Dirut untuk menyelesaikan masalah ini.”
Olivia terdiam, tidak tahu harus berkata apa bahkan pikirannya seperti langsung membeku. Mau menyangkal sampai mulut berbusa, kalau fakta berbicara, Olivia tidak bisa berbuat apa-apa
“Serahkan surat pengunduran dirimu sekarang dan tunggu keputusan manajemen soal tuntutan ganti rugi. Berharap saja perusahaan bisa melakukan negosiasi.”
“Baik Bu.”
Dengan tubuh lemas Olivia keluar dari ruangan dan rasanya semua mata sedang tertuju kepadanya.
“Sorry Liv,” ujar Rico begitu Olivia duduk di mejanya. “Gue dan tim IT sudah memastikan konten itu tidak diedit setelah diposting dan di rekaman CCTV, Joko memang nggak ngapa-ngapain cuma membantu elo melakukan otorisasi aja.”
“Tapi gue yakin udah menayangkan konten yang benar Ko.”
“Memangnya ada materi lain yang nggak benar ?” tanya Nindya.
“Sebetulnya nggak sengaja kerekam. Waktu itu kita lagi pada break, biasa anak-anak bikin plesetan konten, nggak ada yang sadar kalau video on tapi file itu udah gue singkirin dan nggak ada di USB yang gue bawa ke ruang IT, jadi pasti aman.”
Olivia membuka laci mejanya dan betapa kagetnya melihat semuanya sudah kosong.
“Sorry Liv, perintah pak Dirut, semua peralatan kerja lo diamankan tapi kita nggak nemuin USB yang lo maksud. Boleh gue minta sekarang Liv ?”
Rico mengulurkan tangannya. Tubuh Olivia kembali membeku karena tidak menyangka kondisinya akan sampai begini.
“Kapan kejadiannya ? Kenapa kalian nggak kasih kabar ke gue ?”
“Sehari sesudah hari pernikahan elo Liv. Gue yang minta sama pak Dirut supaya menunggunya sampai elo masuk lagi sekalian gue minta waktu untuk mengumpulkan bukti-bukti.”
“Gue boleh lihat isi kontennya, Ko ?”
Rico mengangguk dan memutar posisi layar laptopnya ke arah Olivia. Konten yang berdurasi 30 detik itu membuat Olivia mengerutkan dahinya.
“Fixed ada yang edit konten gue, Ko. Aslinya nggak begini, Ko. Ada yang menggabungkan rekaman asli sama candaan waktu itu.”
“Kenapa videonya candaannya nggak lo hapus, Liv ?”
“Ada di laptop dan udah gue hapus Nin, tapi kayaknya masih tersimpan di trash, belum gue delete total.”
Olivia mengambil laptopnya untuk memastikan ucapannya sambil mencari USB yang Rico minta tapi benda itu tidak ada di dalam tas kerjanya padahal Olivia yakin, setelah pulang lembur malam itu, dia belum menyentuh lagi tas dan laptopnya.
“Kenapa Liv ?”
“Datanya nggak ada sama sekali padahal gue yakin masih ada di trash apalagi kan belum sampai seminggu seharusnya file itu masih ada.”
“Selama cuti laptop lo nggak dibawa-bawa kan ?” tanya Nindya.
“Nggak, ada di rumah nyokap.”
Wajah Olivia makin kelihatan tegang, semua bukti-bukti tidak ada yang mendukung ucapannya.
“Sorry Liv, laptop lo harus gue ambil juga untuk memastikan aja lagian inventaris kantor juga kan.”
Olivia tidak mampu berkata-kata lagi dan hanya bisa pasrah saat Rico menyita laptop bersama dengan tasnya.
“Gimana ceritanya semua bisa jadi begini.”
Nindya mendekat dan mengusap-usap punggung Olivia.
“Liv, data orang aja bisa dicuri apalagi sekedar konten, yang penting elo nggak boleh patah semangat, wajar kalau sekali-sekali orang kesandung. Gue dan Rico percaya elo nggak seteledor itu tapi apa yang terjadi nggak bisa dihapus begitu aja. Semangat Liv !”
Olivia hanya bisa mengangguk pelan dengan senyiman getir.
Rasanya dunia baru saja runtuh dan menimpa dirinya. Belum tuntas masalah Rosa lalu pernikahan pura-puranya dengan Thomas dan sekarang Olivia bukan hanya kehilangan pekerjaan tapi terancam nama baiknya tercemar.
****
Pesan masuk bertubi-tubi membuat perhatian Thomas tersita padahal saat ini ia sedang rapat internal dengan kepala-kepala divisi.
(Olivia baru saja diminta mengundurkan diri)
(Sepertinya kesempatan buatku tampil sebagai pahlawannya)
(Sedikit pelukan untuk menghiburnya aku rasa sah-sah saja hahahahhaa)
Tanpa sadar Thomas menggeram kesal membuat Hendri mengernyit saat melihat putranya.
Dengan perasaan kesal, Thomas mematikan handphonenya supaya getar notifikasi tidak menganggu konsentrasi.