NovelToon NovelToon
Hello, Mr. Kordes

Hello, Mr. Kordes

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Teen Angst / Kehidupan di Sekolah/Kampus / Romansa
Popularitas:105.4k
Nilai: 5
Nama Author: sinta amalia

Siapa sangka moment KKN mampu mempertemukan kembali dua hati yang sudah lama terasa asing. Merangkai kembali kisah manis Meidina dan Jingga yang sudah sama-sama di semester akhir masa-masa kuliahnya.

Terakhir kali, komunikasi keduanya begitu buruk dan memutuskan untuk menjadi dua sosok asing meski berada di satu kampus yang sama. Padahal dulu, pernah ada dua hati yang saling mendukung, ada dua hati yang saling menyayangi dan ada dua sosok yang sama-sama berjuang.

Bahkan semesta seperti memiliki cara sendiri untuk membuat keduanya mendayung kembali demi menemui ujung cerita.

Akankah Mei dan Jingga berusaha merajut kembali kisah yang belum memiliki akhir cerita itu, atau justru berakhir dengan melupakan satu sama lain?

****

"Gue Aksara Jingga Gayatra, anak teknik..."

"Meidina Sastro Asmoro anak FKM, kenal atau tau Ga?"

"Sorry, gue ngga kenal."
.
.
.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon sinta amalia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Mau kamu

Dan benar perhitungannya, Mei datang ke dapur setelah gadis itu melirik sebentar keriuhan para calon anak gajah dan anak mo nyet yang lagi nyemil kacang--ubi di depan, sempat ikut melesak berebut kacang, Mei kini mengayunkan langkahnya ke dapur, menyerah saat baskom plastik abu itu penuh oleh sergapan tangan-tangan berlumur dosa.

"Makan dulu gih, tinggal lo, Jingga sama Arshaka yang belum makan." Suruh Lula mengalihkan pandangannya pada Shaka yang memilih terbaring saja menelungkup, meski suara ribut sudah memekakan telinga, ia tetap tak tergoyahkan bernafas dalam damainya, bahkan terdengar dengkuran halus darinya.

Langkahnya sempat terhenti dan hendak berbalik ketika menemukan seseorang yang tengah duduk menyantap makan siangnya. Namun bukankah itu akan kentara sekali jika ia sedang menghindar?

"Kamu belum makan, kan?" ucap Jingga memergoki dirinya hadir.

Jadinya, dengan sangat amat berat hati Mei melanjutkan langkah, tujuannya hanya mengambil piring, nasi dan lauknya that's it, Mei mengangguk mantap. Abaikan pacar orang yang lagi khusyuk menyuap nasi.

Tapi tunggu, Mei mengernyit. Dan gerakan berikutnya adalah kebingungan yang mendera mencari-cari sesuatu, "ini piring pada kemana?"

"Kenapa?" tanya Jingga.

Mei menggeleng, "ini piring kok mendadak ngga ada begini?" ia hampir saja kembali ke depan untuk bertanya atau setidaknya membagi kebingungannya dengan yang lain, masa iya ada maling cuma maling piring plastik begitu.

Jingga turut memendarkan pandangan, "ya udah, bareng aku aja nih..." ia mengangsurkan piring berisi nasi serta lauknya untuk berbagi dengan Mei.

Terang saja gadis itu menggeleng, "eh ngga usah. Gue pake piring lain aja." Dengan kebingungan Mei kembali mencari, sementara di meja sana, Jingga tanpa permisi terlebih dahulu telah menyendok nasi tambahan serta semur telur milik Mei ke dalam piringnya.

"Apa mau aku suapin? Nyari dulu piring kelamaan..."

"Eh, gue bukan anak kecil, Ga... engga usah, masa satu piring berdua, yang bener aja!" tolaknya, namun ketika melihat porsi makan siangnya telah berpindah ke dalam piring Jingga, seketika itu juga Mei menaikan kedua alisnya, "kamu ngga serius kan?"

Jingga justru membalasnya dengan tatapan so polosnya, kenapa?

"Ihhh! Kok main tuang aja, udah dibilangin juga ngga mau. Jangan! Kenapa sih, ngeyel banget?! Lo tuh, Ga....selalu seenaknya, dari dulu! Selalu bertindak semau lo, selalu memperlakukan orang lain sesuai keinginan lo, tanpa mau memikirkan perasaan orang lain..." sengitnya marah. Puas? Yang jelas kini dirinya tengah meraup nafas rakus-rakus.

"Makan di piring yang sama aja ribet banget. Kita makan bukan lagi mau ciuman, Mei." lirihnya fasih sekali.

"Ya lo pikir, itu kita ngga bertukar air ludah dari sendok yang sama, apa?" Kembali nada bicara Mei sewot, Jingga sempat tersenyum miring...sekedar info saja, jika dulu mereka sudah pernah berciuman di dekat ruang ganti baseball?

Namun Jingga seolah membuat dirinya menjadi sosok be go sekaligus menyebalkan, "oh, mau aku suapin pake tangan? Boleh.."

Dan semakin, Mei tersentak dengan ucapan Jingga hingga refleks menyentil bibir lelaki itu, "kalo ngomong tuh bisa yang bener, ngga? Kalo yang lain atau cewek lo tau, berabe ah..."

"Lo ngga takut apa?!" lanjutnya sengit.

"Engga." Wajahnya tampak kalem setenang air danau.

"Si alan." Mei sibuk mengumpati Jingga saat lelaki itu justru telah mengangkat bukti suapan pertamanya untuk Mei, "sini, a..."

Mei berdecak, ia kesal, marah...sebab Jingga tak tau kondisi jantungnya yang sekarang telah berdegup kencang tak karuan, kondisi hatinya yang mendadak ingin menangis karena gagal menepis rindu.

Buruk, memang benar-benar buruk jika ia masih menyayangi Jingga, sangat!

"Ga, kita ini---"

"Lo tuh,"

Mei terlihat frustasi dengan sikap Jingga.

Bunyi dorongan kursi dan langkah mendekat ke arah Mei membuat gadis ini mendongak melihatnya yang telah berdiri tepat di hadapan.

"Apa yang lo mau sebenernya?" tanya Mei melemparkan sorot mata nanar, "lo tuh kaya lagi, ck. Ngapain sih Ga kaya begini?" hampir saja ia meledakan tangis dimana matanya sudah berkaca-kaca.

"Cuma mau melakukan apa yang hatiku mau." Sorot mata Jingga fokus menembus retina indah Mei, hanya ingin menyergapnya untuk Jingga nikmati barang sesaat saja.

Mei menyarangkan pukulannya pelan di dada Jingga saat ia mulai menyerah dengan pertahanan hati yang semakin pupus, "lo tuh egois, Ga. Kita udah bisa lewati semuanya dengan baik-baik aja, bahkan lo udah punya seseorang."

"Kamu, kamu yang baik-baik aja. Tapi aku engga, Mei."

Mendengar suara langkah kaki yang mendekat, membuat Mei segera menyudahi obrolan yang tak pernah ada ujungnya ini, namun Jingga sudah menarik tangan Mei untuk keluar dari pintu belakang menuju halaman belakang rumah ini, demi menuntaskan semua resah dan gundah.

"Sini."

Ia melepas tangan Mei untuk kembali menyergap tatapannya, "oke, kita ngga harus lagi membohongi perasaan masing-masing sekarang, Mei." kini sorot di balik kacamata itu sedikit lebih menggebu, berambisi meski mempertontonkan sisi rapuh seorang Jingga.

"Kita main jujur-jujuran sekarang. Aku masih sayang kamu, dan akan tetap begitu dari dulu." Mei menegakan mati-matian bahu yang mulai loyo saat mendengar pengakuan Jingga itu, ia bahkan menggeleng tak habis pikir.

"Ga."

"Salahkan aku yang ngga bilang datang ke Bandung buat susul kamu 4 tahun lalu." Jingga masih saja kekeh membawa topik 4 tahun lalu, yang jelas-jelas tak ingin Mei ingat lagi karena apapun yang terjadi, kini mereka sudah berbeda...seperti ada jarak yang membentang, entah sikap dingin Jingga yang belakangan ini berubah menghangat dan menjebaknya, ataukah seseorang berjilbab di dekat Jingga.

Alis yang mengernyit semakin mengeriting mendengar pengakuan demi pengakuan Jingga bersama hati yang mencelos.

"Kamu ke Bandung?" tanya Mei, lebih tepatnya ia mengulang demi memastikan apa yang lawan bicaranya katakan, dan Jingga mengangguk sekali untuk itu, menatap Mei dengan tatapan lukanya yang biasa Mei lihat saat keduanya tak sengaja bertemu tatap di kampus sama 2 tahun ini, seperti di awal-awal pertemuan kelompok kkn 21.

"Aku liat mobil Avanza bersama orang-orang yang datang. Izan? Aku pikir aku bakal terus ingat namanya, dimana nama itu sudah berhasil menghancurkan semua harapan indahku. Salahkan aku yang selalu memiliki niatan receh...ngasih kamu surprise kedatanganku, aku pikir bakalan sweet kaya di film-film remaja. Tapi jangan salahkan rasa marahku juga, kala itu."

Dan Mei menyambungkan setiap serpihan ingatan di dalam memorynya, "dan karena itu kamu---" kini Mei berhasil menyadarkan dirinya dengan mengusap wajahnya sampai melewati kepala, kedua tangannya tersimpan rapi menahan keterkejutan sambil gigi yang menggigit kuku jempol.

"Permintaan terakhir kamu itu terlalu kejam, buatku...asal kamu tau."

"Tapi Satria bilang---" kini Mei mengedarkan tatap nanarnya ke sekeliling seolah sedang mencari kalimat Satria pada hari itu.

"Aku yang suruh Satria untuk bilang, kalo aku sudah bisa hidup dengan baik. Sesuai apa yang kamu minta..." katanya datar menyimpan rasa perih.

"Dan itu adalah kebohongan paling besar di hidupku," lanjut Jingga, "ngga ada kebohongan yang bikin pelakunya senang, termasuk aku yang menyesalinya. Karena setelah itu Satria bilang kalo kamu..." kini Jingga meraih tangan Mei yang tak menolak untuk digenggamnya, mengisi kekosongan ruang jari jemari lentik itu.

"Aku ngga pernah tunangan atau dijodohkan sama Izan." Tukas Mei memandang retina mata di balik kacamata Jingga.

"Aku cuma mau kamu---" nafas Mei sudah berebut dengan isak yang siap meledak saat ini, teringat dengan alasannya.

"Hidup baik-baik aja, Ga." dan kini isakan itu sudah mengisi setiap rongga hidung Mei, "aku ngga mau nambahin beban kamu, dengan beban hidup aku yang sepertinya, ngga pernah selesai."

"Sungguh, Ga...kamu ngga pantes buat nanggung masalah aku juga."

Alis Jingga mengernyit hingga menukik, tidakkah Mei paham..."who cares, Mei? Sejak awal aku udah bilang ngga peduli. Toh itu sama sekali ngga menggangguku atau mama."

"Aku, Ga! Aku yang peduli. Tiap malem aku kepikiran kamu, kepikiran mama...seorang ibu yang mungkin akan keberatan kalau anaknya harus bareng aku," tunjuk Mei ke arah dada Jingga, "tiap malem aku selalu nyesel, harus nyeret kamu ke kehidupan aku yang selalu punya masalah. Aku tau, kamu pun punya masalah yang sama beratnya, setiap manusia dilahirkan dengan masalahnya. Tapi aku ngga mau jadi beban yang bikin pundak kamu makin capek. Cuma buat sekedar normal kaya orang aja tuh, aku--"

Jingga sudah menarik Mei kencang hingga gadis itu menubruk dadanya, membawa Mei ke dalam pelukan adalah hal yang selalu Jingga inginkan, "i'm carrier, Ga...yang akan menurunkan hemofilia sama anaknya. Yang bakalan tiba-tiba penda rahan hebat tanpa sebab atau sakit yang ngga liat-liat dulu kondisi orang-orang sekitarnya. Terlebih aku manusia yang dibenci orang-orang. Sementara kamu? Look at you...di kampus nama kamu dipuji orang..."

"Please jangan menolak kehadiranku lagi, Mei..." ucapnya. Tangan yang disimpan di depan dada berangsur meluruh. Kali ini Mei gagal menolak mau hatinya.

.

.

.

1
lestari saja💕
🤣🤣🤣🤣🤣akhirnya buyarrrr deh ga jadi kepo.
eeeeh tapi ngapain jingga n mei didlm????
lestari saja💕
🤣🤣🤣🤣🤣🤣astaga
lestari saja💕
🤣🤣🤣🤣mulut nya arlan
lestari saja💕
🤣🤣🤣🤣🤣bukan ank lutung?????
lestari saja💕
kenapa si ci yuuu
lestari saja💕
si alby memang diluar prediksi bmkg🤣🤣🤣🤣🤣
lestari saja💕
maru tak terbawa arus....
sya-sha
candaannya bikin ngakak.yg baca jadi ikutan
rheisha
hahajaan,beruk kata nya...😁
rheisha
pinter banget senja balikin omongan nya ...😀
yuli
lanjuuuttt
sya-sha
🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣
rheisha
setajir itu kah mahad....enak dong
Khoirun Ni'mah
seru ya liat anak2 KKN,,emang seseru itu ya atau itu cuma khayalan teh Sin aja
🌸🌸mommy anak2..😉😉
😂😂😂😂😂😂
Zee Zee Zubaydah
duuh ayo dong mei,katanya mau saling terbuka lagi
jadi jangan ada yg di tutup²in lagi ya cantik
Fitria_194
arlan gk ada jaim jaimnya depan cewek... 😆😆😆😆.
lestari saja💕
🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣yg ini juga betulllllll
lestari saja💕
benerrrrrr
lestari saja💕
pada berasumsi sediri sendiri😂😂😂😂
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!