Rahasia Di Balik Kematian Kakakku
Melihat handphonenya bergetar-getar di atas meja, Olivia yang baru saja kembali dari kamar kecil mempercepat langkahnya.
Tinggal 2 langkah panggilan masuk itu berhenti sebelum sempat diangkat.
Olivia mengernyit saat melihat bukan hanya mama yang puluhan kali menghubunginya tapi ada 6 panggilan tidak terjawab dari IPAR SONGONG yang punya nama asli Thomas Aditama.
Firasat Olivia langsung tidak enak karena seumur-umur mengenal Thomas sejak statusnya masih pacar Rosa, kakak Olivia, pria itu tidak pernah sekalipun mengirim pesan sekedar basa basi apalagi menelepon Olivia.
Pasti ada sesuatu yang sangat penting entah soal Rosa atau Gaby, putri mereka yang baru berumur 5.5 tahun.
Alergi menghubungi Thomas, Olivia memilih menelepon balik sang mama tapi sampai 3 kali mencoba, panggilan Olivia berakhir di mesin penjawab otomatis.
Dengan sangat terpaksa akhirnya jempol Olivia menekan nomor Thomas tapi belum sampai terdengar nada sambung, dua pesan singkat diterima dari nomor Ipar Songong.
“Ya Tuhan !” desis Olivia dengan wajah terperanjat.
Seluruh tubuhnya langsung lemas dan sempat terhuyung, untung saja Nindya yang baru keluar dari ruangan kepala divisi masih sempat menahan Olivia dan mendudukannya di kursi.
“Ada apa Liv ?” tanya Nindya dengan dahi berkerut.
“Elo sakit ?”
Kepala Olivia menggeleng pelan dan matanya mulai berkaca-kaca. Nindya pun mengambil handphone rekan kerjanya itu yang jatuh di lantai.
“Mau pulang sekarang atau ke rumah sakit ? Siapa yang sakit ?” tanya Nindya lagi karena ia tidak bisa melihat pesan di handphone Olivua yang sudah terkunci.
Masih sambil menutupi mulutnya, Olivia pun terisak. Nindya langsung bisa menebak kalau berita yang diterima Olivia bukan tentang keluarga yang sakit atau kecelakaan.
Nindya langsung memeluk Olivia dan mengusap-usap punggungnya.
“Mbak Rosa, Nin. Mbak Rosa meninggal.”
“Yang tabah Liv. Elo pasti kuat !”
*****
Gundukan tanah merah yang masih basah itu sudah tertutup bunga tabur seluruhnya. Beberapa rangkaian bunga dukacita diletakkan dekat nisan sementara yang terbuat dari kayu.
Hanya tinggal Olivia seorang diri berdiri di samping makam Rosa sambil meneteskan air mata.
Gaby sudah dibawa kembali ke mobil oleh orangtua Thomas. Bocah yang masih TK itu belum terlalu paham dengan kepergian Rosa hanya bisa menangis sambil merengek menyuruh maminya membuka mata.
Sedangkan Thomas langsung menghilang usai melakukan tabur bunga di atas makam istrinya sebagai bentuk formalitas belaka.
Pria itu membawa mobilnya seorang diri, meninggalkan pemakaman tanpa peduli pada pelayat yang datang memberikan penghormatan untuk Rosa.
Thomas benar-benar aneh ! Olivia menangkap ada sesiatu yang tidak beres dengan kakak iparnya.
Selama di rumah duka, Thomas tidak pernah bisa duduk tenang di dekat peti mati istrinya malah kadang-kadang baru datang menjelang sore tanpa memberikan alasan.
Beberapa kali Olivia dibuat geram karena Thomas tidak bisa ditemukan dimana-mana padahal saat itu beberapa pelayat yang datang adalah kenalannya.
Semula Olivia berpikir sikap Thomas adalah ungkapan kesedihan seoarang suami yang tiba-tiba saja ditinggal pergi istri yang sangat dicintainya atau bentuk penyesalan karena belakangan rumah tangga mereka dipenuhi pertengkaran yang mungkin menyakiti hati Rosa.
Ternyata tebakan Olivia salah semua. Saat upacara penutupan peti, mata Olivia baru terbuka lebar.
Wajah pria yang lebih tua 10 tahun darinya tidak kelihatan sedih sama sekali apalagi berharap melihat Thomas mengeluarkan air mata karena tidak bisa lagi mrlihat wajah Rosa untuk selama-lamanya.
Malah Olivia melihat Thomas kelihatan lega dan bahagia saat jenazah Rosa sudah berada di dalam peti yang tertutup rapat dan tidak bisa dibuka begitu saja.
Olivia tidak membenci Thomas sebagai pilihan Rosa hanya tidak suka padanya sejak pertama kali Rosa mengajaknya ke rumah.
Thomas memberi kesan sombong, tatapannya seperti merendahkan termasuk pada orangtua kekasihnya.
Waktu itu Rosa sempat membantah dan menertawakan penilaian Olivia yang masih duduk di bangku SMA kelas 12.
“Dia memang begitu Liv, introvert dan pendiam tapi percaya deh kalau Thomas itu sebenarnya baik dan sangat perhatian. Dia adalah calon suami idaman,” bela Rosa.
“Susah kalau udah bucin,” cibir Olivia. “Baik darimananya ? Udah jelas-jelas cowok itu sombongnya nggak ada obat, cara ngomongnya tinggi dan tatapannya meremehkan orang !”
“Sotoy kamu, Liv !” ledek Rosa sambil mengacak-acak poni Olivia dengan gemas.
“Pacaran aja belum pernah tapi yakin banget menilai cowok di pertemuan pertama. Kalau begini terus, Mbak yakin kamu bakalan susah dapat pacar.”
“Nyumpahin ?”
Wajah Olivia langsung cemberut dan bibirnya mengerucut membuat Rosa tergoda untuk mencubit kedua pipi adiknya yang agak chubby meski tubuh Olivia termasuk kurus.
”Bukan nyumpahin tapi ingetin kamu, Olivia sayang. Kalau kamu hanya melihat kelemahan dan kekurangan cowok yang ngedeketin kamu selamanya kamu nggak bakalan mau pacaran. Kalau perlu jalani dulu supaya kamu bisa melihat kelebihan dan kebaikannya baru timbang-timbang mana yang lebih berat .”
“Malas banget ngikutin cara kakak, buang-buang waktu ! Aku anti banget sama cowok kayak Tom, mendinhg langsung cari cowok lain.”
Rosa tertawa melihat raut wajah Olivia yang misuh-misuh. Perbedaan usia mereka sekitar 7 tahun tapi Olivia adalah teman bicara yang menyenangkan buat Rosa.
Sifat Olivia yang blak-blakkan, masih polos dan apa adanya membuat pikiran Rosa yang sudah dipenuhi urusan pekerjaan jadi lebih terbuka. Jawaban spontan Olivia membuat hatinya yang suka suntuk karena kelelahan jadi terhibur.
Tiba-tiba terdengar suara guntur yang cukup keras. Olivia mendongak dan baru sadar kalau langit mulai gelap. Sepertinya alam ikut berduka dengan kepergian Rosa yang tiba-tiba.
Olivia menhapus air mata yang membasahi pipinya sebelum mengambil beberapa tangkai mawar putih dari rangkaian bunga yang ada di situ lalu diletakkannya di tengah-tengah makam Rosa.
“Beristirahatlah dengan tenang mbak, nggak akan ada lagi yang bisa bikin mbak kesal apalagi sakit hati. Aku akan membantu menjaga Gaby, kalau perlu ikutan menyeleksi seandainya Tom mau nikah lagi. Aku nggak akan membiarkan Gaby menderita dengan kekejaman ibu tiri.”
Olivia menghela nafas dan tersenyum sebelum pergu.
“Selamat tinggal mbak Rosa, aku pasti akan selalu merindukanmu.”
Hati Olivia rasanya benar-benar kosong dan hampa saat menyadari tidak akan ada lagi ledekan Rosa yang senang melihatnya kesal dan ngomel-ngomel.
Tidak akan ada lagi rutinitas betukar kabar minimal 3 kali dalam semunggu atau panggilan telepon Rosa yang bilang sedang kangen mendengar suara Olivia.
Di samping mobil, papa masih berdiri menunggu Olivia. Dipeluknya tubuh mungil putri bungsunya yang kembali menangis.
”Ikhlaskan kepergian kakakmu supaya jalannya dilapangkan. Tuhan sayang sama Rosa makanya dia nggak menderita lama-lama meskipun berat untuk kita yang tiba-tina saja ditinggal pergi olehnya.”
Olivia melerai pelukan papa dan mencoba tersenyum ikhlas.
“Kita pulang sekarang, Pa.”
Papa balas tersenyum dan membukakan pintu penumpang belakang. Di dalam mama sudah menunggu sedangkan Gaby sudah dibawa pulang oleh orangtua Thomas.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 28 Episodes
Comments
vj'z tri
jiwa detektif Conan ku meronta-ronta 🤭🤭🤭🤭🤭
2025-05-13
2