Ardina Larasati, sosok gadis cantik yang menjadi kembang desa di kampung Pesisir. Kecantikannya membuat seorang Regi Sunandar yang merupakan anak pengepul ikan di kampung itu jatuh hati dengannya.
Pada suatu hari mereka berdua menjalin cinta hingga kebablasan, Ardina hamil, namun bukannya tanggung jawab Regi malah kabur ke kota.
Hingga pada akhirnya sahabat kecil Ardina yang bernama Hakim menawarkan diri untuk menikahi dan menerima Ardina apa adanya.
Pernikahan mereka berlangsung hingga 9 tahun, namun di usia yang terbilang cukup lama Hakim berkhianat, dan memutuskan untuk pergi dari kehidupan Ardina, dan hal itu benar-benar membuat Ardina mengalami gangguan mental, hingga membuat sang anak yang waktu itu berusia 12 tahun harus merawat dirinya yang setiap hari nyaris bertindak di luar kendali.
Mampukah anak sekecil Dona menjaga dan merawat ibunya?
Nantikan kelanjutan kisahnya hanya di Manga Toon.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ayumarhumah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 27
Malam semakin larut, langit nampak kelabu, pertanda hujan mau turun. Regi masih berdiri di teras, dalam keadaan gusar. Ucapannya barusan belum benar-benar memberi kelegaan, hatinya terus disibukkan rasa waswas khawatir dengan hari esok.
Ia menoleh ke arah kamar Dona, perlahan kakinya melangkah masuk, pintu terkunci rapat, setelah itu ia membuka kamar anaknya perlahan. Di situ terlihat jelas Dona yang masih terlelap, nafasnya teratur, boneka kelinci masih menghimpit di pelukannya. Regi duduk di tepi ranjang, menepuk-nepuk punggung kecil itu.
“Papa janji… kamu gak akan Papa biarkan terluka,” bisiknya.
Tapi hal itu justru membuat dirinya semakin ketakutan, takut tidak bisa melindungi anaknya, takut Halik bergerak lebih cepat darinya, karena ancaman yang tak terlihat lebih berbahaya dari pada yang terang-terangan.
"Tidak ... aku tidak bisa lemah seperti ini, apapun akan ku usahakan demi melindungi putriku," gumam Regi.
Regi sasar betul dengan posisi sang anak yang terancam dan hal itu menjadi penyesalan terbesarnya, kenapa ia terlambat datang dan menyelamatkan Dona, karena sejatinya musuh Dona bukan orang lain melainkan kakeknya sendiri.
☘️☘️☘️☘️☘️
Pagi datang terlalu cepat, Regi sudah bersiap sejak subuh. Dua koper kecil berdiri di sudut ruang tamu. Satu berisi pakaian Dona, satu lagi milik Regi. Tak banyak yang mereka bawa ia sengaja meminimalkan hidup lama sesederhana mungkin, agar tak meninggalkan jejak yang mudah diendus.
Dona muncul dari kamar dengan mata sembab, anak itu seolah bingung dengan dua koper yang berdiri di sudut ruang tamu.
“Papa mau pergi ya?”
Regi berlutut di hadapannya. “Bukan pergi, Nak… kita pindah sebentar.”
“Pindah?” Dona mengerutkan dahi. “Kenapa rumah kita ditinggal?”
Karena tidak aman. Karena ada orang jahat yang mengincar kamu. Karena Papa gagal melindungi yang seharusnya Papa jaga.
Namun kata-kata itu hanya bergema di hatinya yang keluar hanya suara lembut, “Supaya Papa bisa cari kerja lagi, biar Dona selalu bisa sekolah dan jajan.”
Dona mengangguk, meski jelas tak sepenuhnya mengerti. Ia menggenggam tangan Regi erat-erat sepanjang perjalanan menuju mobil.
Sesampainya di mobil, mereka belum bergerak saat sebuah mobil hitam berhenti tak jauh dari pagar.
Regi menegang, melihat kaca mobil yang hanya terbuka sedikit. Seorang pria berkacamata gelap mengamati mereka beberapa detik lalu langsung pergi.
Jantung Regi serasa terhempas, ia tahu saat ini dirinya sudah diincar.
“Papa kenapa?” tanya Dona takut.
“Gak apa-apa,” jawabnya cepat, tapi tangan di setir gemetar.
Mobil itu, bukan orang asing, itu salah satu jaringan Halik yang dulu sering lalu-lalang di lingkungan perusahaan, mereka sudah memantau bahkan sebelum Regi berhasil pergi.
Perjalanan berubah tak setenang niat awal. Beberapa kali Regi seperti merasa dibuntuti. Mobil hitam itu tak selalu tampak, namun instingnya menjerit ia sedang diawasi.
Namun di tengah kegundahan menyerang, instingnya mulai bermain, pria itu memutuskan untuk tidak pergi ke tujuan awal.
Ia akhirnya memutuskan singgah ke sebuah motel kecil di pinggir kota, tempat terpencil yang tak terdata di jaringan perusahaan mana pun. Ia membayar tunai, menghindari identitas.
Dona tampak kelelahan, setelah beberapa jam di dalam mobil, anak itu tidak banyak protes di saat mobil sang ayah menelusuri jalan sempit dan sepi demi keluar dari bayangan anak buah Halik.
"Papa kita ada di mana?" tanya anak itu ketika sampai di motel kecil itu.
"Untuk sementara kita nginap dulu ya di tempat ini," ujar Regi.
Kedua anak dan ayah itu melewati lorong hotel setelah membayar administrasinya, sesampainya di kamar Regi membantunya naik ke ranjang. “Istirahat, Nak.”
Dona menurut. Tapi sebelum tidur, matanya menatap ayahnya penuh ragu.
“Papa… kita aman kan?”
Pertanyaan itu membuat Regi tercekat.Ia menelan pahit, lalu mengangguk. “Selama Papa sama Dona… kita pasti aman.”
Namun dadanya tahu, kata-katanya sendiri belum ia yakini, kata-kata itu hanya untuk menenangkan anaknya.
☘️☘️☘️☘️☘️
Malam mulai datang, setelah menidurkan anaknya ia duduk di kursi sebelah ranjang dengan mata yang masih terjaga, pria itu benar-benar tidak bisa lepas dari pandangan sang anak baru terlelap. "Papa akan selalu menjagamu Nak."
Kata-kata itu yang terus keluar dari mulutnya, namun hening sejenak menghampiri sebelum akhirnya ponselnya berderin nomor tak dikenal.
Regi menjawab dengan napas tertahan.
“Regi…” Suara berat itu langsung ia kenali.
“Papa.” Darah Regi seolah mengering. “Apa maumu?” desisnya pelan, takut membangunkan Dona.
Di seberang, Halik tertawa pendek. “Kau salah alamat bertanya… seharusnya aku yang tanya kau mau sembunyikan anakmu sampai kapan?”
Regi berdiri refleks. “Kau gak akan bisa sentuh Dona.”
“Oh?” Nada Halik licin dan dingin.
“Aku tidak perlu menyentuhnya.” Jeda singkat.
“Aku hanya perlu membuat pihak tertentu berpikir kalau kau bukan ayah yang layak memelihara seorang anak. Dengan catatan pemecatanmu, kondisi kejiwaan ibunya di RSJ… dan laporan soal ketidakstabilan finansialmu ....”
Perkataan Halik membuat Regi membeku.
“Untuk merebut hak asuh, tak dibutuhkan kekerasan, Regi.” Halik berbisik penuh kemenangan.
“Cukup hukum." Panggilan tiba-tiba terputus.
Regi tertegun lama. Tangannya gemetar hebat sampai ponsel nyaris terjatuh ini bukan lagi soal balas dendam bisnis, ini soal Dona dan Regintidak akan tinggal diam begitu saja, meskipun ayahnya semakin menjadi ingin memisahkan dia dengan darah dagingnya sendiri.
Ia kembali menatap putrinya yang tertidur, bayangan terburuk langsung mencengkeram pikirannya.
Bagaimana jika Dona dibawa pergi, menjauh darinya, dipisahkan dengan paksa, hal ini benar-benar tidak bisa di bayangkan, Regi jatuh berlutut di sisi ranjang.
“Papa gak akan kalah,” bisiknya dengan suara terpotong.
“Papa gak akan biarkan mereka rebut kamu…”
Namun satu hal segera ia sadari ia tidak bisa melawan Halik sendirian, dan satu-satunya orang yang kelak akan menjadi jembatan hukumnya adalah Ardina, ibu Dona. Ibu yang kini masih ada di RSJ.
"Ardina." Hanya kata itu yang lolos dari mulutnya.
Regi tertunduk, dengan mata kosong, ia tidak tahu lagi jika memang ini jalan yang terakhir yang bisa menyelamatkan Dona dari cengkraman Halik, meskipun ia harus menghadapi masa lalunya sendiri yang belum siap ia hadapi.
"Aku harus temui Ardina, meskipun aku sendiri belum siap ...." kata-kata itu menggantung menghujani hatinya.
Namun di saat tekadnya sudah bulat, bayangan masa lalu, kepengecutan dirinya terhadap Ardina terus membayangi seolah ia tidak pantas untuk menemui perempuan itu.
"Apa aku sudah siap? Aku tahu dosaku terlalu banyak, tapi ... ini demi kebaikan anak kita."
ia belum siap melihat wajah wanita yang dulu ia tinggalkan, wanita yang terpuruk sampai kewarasannya runtuh.
"Maafkan aku Dina ... Maaf ...."
Bersambung ....
Selamat membaca ya semoga suka....
ku harap regi ketemu orang yg status d powery yg lbh tinggi dr halik y bisa menolong dona,regi d mamay dona. d mereka bs bangkit d pya segalay yg tk bs bpny tandingi.
klo g biarlah regi ma dona tinggal di plosok desa yg nyaman d orgy lebh manusiawi d kekeluargaany kentl bgt.biar g mempan di sogok pake duit ma halik.hidup dg kesederhanaan tp bahagia hdp bersama dona d mamay mjd keluarga .