Arnests (32) dan Vanesa (29) adalah pasangan muda yang tinggal di sebuah klaster perumahan di Jakarta Selatan. Mereka dikenal sebagai pasangan yang solid dan adem ayem. Arnests, seorang manajer proyek dengan karir yang mapan, dan Vanesa, seorang desainer freelance yang ceria, sudah terbiasa dengan rutinitas manis pernikahan mereka: kopi pagi bersama, weekend di mall, dan obrolan santai di sofa. Rumah mereka adalah zona damai, tempat Arnests selalu pulang dengan senyum setelah penatnya macet Jakarta.
Kedamaian itu mulai bergetar seiring kedatangan si tetangga baru (25), tetangga baru mereka di rumah tepat sebelah. Vika adalah seorang wanita muda yang mandiri, enerjik, dan punya aura santai khas anak Jakarta. Awalnya, Vanesa yang paling cepat akrab. Vika sering mampir untuk meminjam bumbu dapur atau sekadar curhat ringan tentang susahnya mencari tukang di Jakarta. Vanesa melihat Vika sebagai partner ngobrol yang seru.
Namun, perlahan Vanesa mulai menyadari ada perubahan halus pada sua
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon gilangboalang, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pesan Terakhir Vanesa dari Sydney: Suara Hati Sang Survivor
I. Untuk Arnests, Mantan Suamiku, Hakim yang Kejam.
"Arnests… jika suatu hari nanti, pesan ini sampai padamu, aku ingin kamu mendengarkannya. Dengarkan setiap kata, sejelas kamu mendengar jeritanku di ruang makan malam itu, sejelas kamu mendengar Palu Hakim mengakhiri pernikahan kita.
Aku tidak lagi berdiri di depanmu sebagai istrimu yang rapuh, yang takut dengan tamparanmu, atau yang menangis karena melihat pesan chat manjamu. Aku bicara dari Sydney, dari sebuah tempat yang jauh, di mana udara tidak lagi berbau kebohongan dan ketakutan.
Aku ingin kamu tahu, kamu telah berhasil. Kamu berhasil mengambil rumah yang kubangun dengan air mata dan harapan. Kamu berhasil memenangkan hak asuh, dengan memutarbalikkan fakta, menggunakan air mataku sebagai bukti ketidakstabilan, dan menggunakan pekerjaan harammu sebagai bukti kestabilan. Kamu bahkan berhasil membawa anak-anak kita ke jalan iman yang baru, memutus warisan spiritual yang sudah kita bangun. Kamu menang, Arnests. Kemenangan yang sungguh pahit.
Tapi, aku mau kamu tahu harga dari kemenanganmu itu.
Harga itu adalah martabatmu. Kamu kehilangan kehormatan di mata Tuhan, di mata sahabat-sahabatku, dan yang paling penting, di mata dirimu sendiri. Kamu tidak hanya mengkhianati pernikahan kita; kamu mengkhianati janji suci yang kamu ucapkan di bawah Kayu Salib. Kamu lupakan bahwa sumpah itu bukan hanya kata-kata, tapi pertanggungjawaban jiwamu.
Kamu pikir aku gila karena mempertanyakan chat klienmu. Kamu pikir gila karena aku mencurigai bau parfum lain. Padahal, yang gila adalah kamu, yang memilih memukul dan menampar istrimu untuk menutupi kebohongan seorang pelakor. Kamu mencampur nafsu dengan kekerasan, dan itu adalah dosa yang tidak akan pernah bisa kamu cuci bersih dengan air suci atau ritual baru apa pun.
Aku tidak lagi memohon. Aku tidak lagi mengemis cintamu atau keadilan. Aku hanya memberimu sebuah prediksi.
Kamu hidup di rumah itu sekarang, di tempat yang dibangun di atas fondasi pengkhianatan dan air mataku. Setiap sudut rumah itu menjerit namaku. Setiap tawa yang kamu bagi bersama Clara di sana adalah gema dari tangisanku. Rumah itu adalah museum kebohonganmu, Arnests, dan kamu tidak akan pernah mendapatkan kedamaian sejati di dalamnya.
Aku tahu kamu berpikir aku sudah mati—mungkin mati dalam arti spiritual, atau mati di jembatan itu. Tapi aku hidup.
Dan dengarkan ini baik-baik. Aku sekarang berjuang melawan kanker payudara. Ya, Kanker Payudara. Tubuh yang kamu bilang membosankan dan tidak menarik kini berjuang melawan penyakit yang mematikan. Tapi tahukah kamu? Perjuangan ini jauh lebih jujur daripada perjuangan mempertahankan pernikahan kita. Aku melawan penyakit yang nyata, bukan bayangan kebohonganmu.
Aku tidak tahu berapa lama waktu yang kumiliki, tapi aku bersumpah, setiap detik yang tersisa akan kugunakan untuk memastikan anak-anak kita tahu kebenaran, bukan dari mulutku, tapi dari buah karma yang akan kamu tuai.
Arnests, aku memaafkanmu. Aku memaafkan semua tamparan, semua kata-kata kejam, dan semua pengkhianatan. Aku memaafkanmu bukan untuk membebaskanmu, tapi untuk membebaskan jiwaku dari racun kebencian.
Pergilah. Jalani hidupmu. Tapi ingat, di Sydney, di tengah badai, ada seorang wanita yang telah bangkit dari abu. Kamu bukan lagi penguasa hidupku. Kamu hanyalah sebuah bab buruk yang telah kututup."
II. Untuk Clara, Sang Pemenang yang Keliru.
"Clara, di hotel malam itu, kamu tersenyum penuh kemenangan saat aku menjambakmu. Kamu tersenyum saat keluar dari mobil mewahmu, tahu bahwa kamu telah mengambil suamiku, rumahku, dan hak asuh anakku. Kamu menang, adikku yang kucintai dulu.
Aku memanggilmu 'adik' karena aku dulu melihatmu dengan kasih sayang, bukan kecurigaan. Itu adalah kebodohanku, tapi itu adalah kejahatanmu.
Kamu adalah pelakor yang cerdas, menggunakan hukum dan kelemahan moral Arnests untuk mengamankan posisimu. Kamu tahu persis apa yang kamu lakukan ketika kamu tersenyum ke Arnests di depan gerbang kami, tahu bahwa aku melihat. Kamu adalah manifestasi dari iblis di depan pintu rumahku.
Aku ingin kamu tahu, pakaian robek yang kamu dapatkan malam itu di hotel adalah harga yang murah. Harga sebenarnya adalah kehormatanmu. Kamu membangun kebahagiaanmu di atas kehancuran rumah tangga orang lain, dan kamu akan hidup dengan pengetahuan itu setiap malam.
Kamu sekarang tidur di ranjang yang sama denganku, di rumah yang sama. Tapi tahukah kamu? Setiap kali kamu tertawa di rumah itu, kamu akan mendengar bisikan tangisanku. Setiap kali kamu memeluk Arnests, kamu akan merasakan bekas tamparan di pipiku. Setiap kali kamu melihat anak-anakku, kamu akan melihat wajah ibu kandung mereka yang kamu singkirkan.
Kamu mungkin telah memenangkan raga Arnests, tetapi kamu tidak akan pernah memenangkan kedamaian. Kamu akan selalu menjadi wanita kedua, perusak, dan bukan pemilik sejati. Arnests sudah pernah berkhianat, dan dia akan berkhianat lagi. Kamu adalah yang berikutnya dalam rantai korban, Clara, hanya saja kamu tidak menyadarinya.
Aku tidak mengutukmu, karena karma lebih efektif daripada kutukanku. Kamu telah memulai hidupmu dengan pengkhianatan; dan kamu akan hidup dalam ketakutan bahwa pengkhianatan yang sama akan mendatangi pintu rumahmu.
Sekarang, kamu uruslah anak-anakku, karena Arnests tidak tahu bagaimana caranya. Dan ingat, Mama mereka adalah seorang pejuang yang tidak pernah lari. Kamu bisa mengambil rumahku, tapi kamu tidak akan pernah bisa mengambil hakku sebagai ibu.
Nikmati kemenanganmu yang sementara itu."
III. Untuk Anak-Anakku Tercinta.
"Sayangku... Malaikat kecilku... Mama bicara dari tempat yang sangat jauh, di seberang samudra.
Jika suatu hari nanti kalian mendengar rekaman ini, atau membaca kisah ini, Mama ingin kalian tahu satu hal, dan hanya satu hal: Mama mencintai kalian, jauh melebihi kata-kata yang bisa diucapkan, jauh melebihi bintang-bintang di langit.
Jika kalian bertanya kenapa Mama tidak ada di sana, kenapa Mama tidak lagi tidur di samping kalian, kenapa Mama tidak lagi mengantar kalian ke sekolah, itu bukan karena Mama tidak mau. Itu bukan karena Mama meninggalkan kalian. Itu karena keadaan yang rumit.
Mama tidak bisa ada di sana untuk melindungi kalian dari kesedihan, dan Mama memilih untuk pergi sementara, demi memastikan Mama bisa kembali dengan kekuatan penuh. Mama harus kuat. Mama harus sehat.
Mama tahu Papa kalian kini mengajarkan keyakinan yang berbeda, dan Mama menghargai setiap pembelajaran yang kalian dapatkan. Tetapi ingatlah selalu, cinta Mama adalah rumah pertama kalian, dan rumah itu akan selalu terbuka, terlepas dari keyakinan apa pun yang kalian anut.
Jika kalian mendengar orang lain mengatakan hal buruk tentang Mama, jangan percaya. Mama mungkin jauh, tapi hati Mama ada di bantal kalian setiap malam.
Saat ini, Mama sedang berjuang melawan sakit, penyakit yang membuat Mama harus tinggal di Sydney untuk sementara waktu. Tapi Mama berjuang setiap hari. Mama berjuang demi kalian. Setiap kemoterapi, setiap radiasi, setiap air mata yang Mama tahan, itu semua adalah senjata Mama untuk memastikan Mama punya cukup waktu untuk melihat kalian tumbuh dewasa.
Mama akan berjuang untuk bertemu kalian lagi, memeluk kalian, dan menceritakan semua kisah ini secara langsung.
Sampai saat itu tiba, ingatlah pelajaran yang Mama ajarkan: berani, jujur, dan jangan pernah takut untuk mengatakan kebenaran. Jangan takut menangis, tapi jangan pernah takut bangkit.
Mama kangen. Mama kangen aroma kalian, kangen suara kalian, kangen senyum kalian. Di sini, di Sydney, di antara pelukan Amel dan Fendi, Mama menangis setiap malam, memeluk foto kalian. Tapi Mama janji, air mata ini akan berubah menjadi kekuatan.
Tunggu Mama, Sayang. Tunggu Mama kalian. Mama akan pulang, dan kali ini, tidak ada yang bisa memisahkan kita lagi.
Mama cinta kalian, selamanya. Sampai jumpa."