Axel Rio terjebak bertahun-tahun dalam kesalahan masa lalunya. Ia terlibat dalam penghilangan nyawa sekeluarga. Fatal! Mau-maunya dia diajak bertindak kriminal atas iming-iming uang.
Karena merasa bersalah akhirnya ia membesarkan anak perempuan si korban, yang ia akui sebagai 'adiknya', bernama Hani. Tapi bayangan akan wajah si ibu Hani terus menghantuinya. Sampai beranjak dewasa ia menghindari wanita yang kira-kira mirip dengan ibu Hani. Semakin Hani dewasa, semakin mirip dengan ibunya, semakin besar rasa bersalah Axel.
Axel merasa sakit hati saat Hani dilamar oleh pria mapan yang lebih bertanggung jawab daripada dirinya. Tapi ia harus move on.
Namun sial sekali... Axel bertemu dengan seorang wanita, bernama Himawari. Hima bahkan lebih mirip dengan ibu Hani, yang mana ternyata adalah kakak perempuannya. Hima sengaja datang menemui Axel untuk menuntut balas kematian kakaknya. Di lain pihak, Axel malah merasakan gejolak berbeda saat melihat Hima.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Septira Wihartanti, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
My New Life
Dia datang dengan kesuraman yang menohok dadaku.
Rambutnya tergerai membentuk gelombang anggun, tinggi badannya di atas rata-rata wanita lain. Dan perawakannya tegap seperti supermodel. Wajahnya yang memiliki keturunan China Jepang tampak unik di mataku.
“Aku benci kamu.” Desisnya tapi tanpa ekspresi.
Wajar.
Dia duduk di pinggir ranjangku, pinggulnya menggeser pinggulku, lalu berbaring di sebelahku.
Tidak wajar.
Wangi parfum beraroma bunga menggelitik hidungku.
Mawar mengenakan seragam Beaufort Company, yang gedungnya tepat di depan rumah sakit ini.
Hitam-hitam.
“Kamu tidak akan kulepaskan sampai saatnya kamu dipenjara nanti. Kamu harus berada dekat denganku. Makanya kamu dimasukkan ke rumah sakit ini. Karena tempat kerjaku di depan sana.” Begitu katanya.
Kami berbaring berdua di ranjang rumah sakit, dengan posisi kepala menghadap tv yang tayangannya tak jelas di depan kami.
Aku sedang menonton berita dari tv lokal sih.
Tapi sekarang pikiranku langsung sumpek, jadi aku tak menyimak lagi isi beritanya.
“Aku tahu kamu dari om Ivander. Dia menceritakan kronologinya. Aku tahu Om Ivander karena beliau sering bolak balik ke kantor karena ada relasi bisnis dengan Divisi IT kami. Dan setahuku, Om Devon juga berteman baik dengan CEO kami. Di masa remajanya mereka berdua adalah Pasukan Khusus di Garnet, sebelum ditempatkan di perusahaan masing-masing.”
Begitu katanya.
Aku diam saja. Hanya mendengarkannya bicara.
Suaranya sangat berbeda dengan Hana, kakaknya. Dan jelas berbeda dengan Hani yang cenderung imut.
Yang ini tegas, namun serak seksi.
Bingung aku menggambarkannya.
“Aku, Om Ivander dan Om Devon tadinya tidak saling mengenal. Sampai Om Devon menghampiriku minggu lalu sambil bilang : kamu adik Hana Sasaki.” Ujarnya.
Sialan si Devon memang niat banget dia menjatuhkanku.
Hanya gara-gara satu ciuman khilaf.
Mau bilang kalau itu memang salahku, akunya gengsi.
Di lain pihak aku penasaran akan dibawa ke mana petualanganku ini.
Karena kini jelas aku tidak bosan. Dan tidak stress walau pun babak belur.
“Dari situ aku tahu kamu, dan tahu kalau kecelakaan Kak Hana adalah sebuah konspirasi keluarga suaminya.”
Suara Mawar terjeda sebentar.
Suasana kami diiringi keheningan.
Hanya ada sayup-sayup suara pembaca berita di TV.
“Aku ingin membawamu ke polisi segera, tapi Pak Damaskus turun tangan, bilang kamu adalah aset Praba Grup. Jadi sampai misi kamu selesai, kamu milik Prabasampurna.”
“Heh.” Aku otomatis terkekeh. Aset Praba Grup katanya?
Rasanya kepalaku makin besar saja sekarang.
Tak sia-sia digebukin Devon sampai hampir mati gini.
“Apa dia bilang padamu kapan misiku selesai?” tanyaku penasaran.
“Misi kamu selesai kalau Malaikat Izrail muncul.”
Jadi aku dikontrak seumur hidup.
“Malaikat Izrail yang mana ya? Apa ada nama di itu di Perjanjian Lama?”
“Itu malaikat pencabut nyawa dalam Islam.” Jelasku.
“Ah...” hanya begitu balasan kalimatku.
“Kamu suka travelling ya?” ini hanya pertanyaan basa-basi. Aku tak tahan kalau diam-diaman begini. Aku tahu karena di ig-nya dia tampak berfoto dengan latar belakang kota-kota besar di banyak negara.
“Kenapa? Kamu mau cari celah untuk membunuhku?” dia malah bertanya balik padaku dengan nada sarkas.
Menyebalkan.
Kondisi yang kualami bertubi-tubi tapi tetap saja terasa menyebalkan.
“Aku sudah berjanji ke diriku sendiri kalau mulai sekarang adegan pembunuhan hanya hal-hal yang berkaitan dengan perusahaan saja. Lagi pula bukan aku yang membunuh Kakakmu.” Aku menoleh padanya dan berusaha meyakinkannya kalau aku benar-benar tak bersalah.
“Katanya sperma yang berada di TKP adalah milik Irvin Eri. Anak mantan pejabat BUMN yang sekarang Buron. Tapi hal ini dirahasiakan dari publik, Om Ivander mengetahuinya dari meretas data milik CyberCrime.”
Aku langsung bangkit dan menghadapnya, “Jadi kamu sudah tahu dong? Nggak harus menjadikanku sanderamu lah!” protesku.
“Budak. Bukan sandera.” Dia malah bilang begini!
“Ya itu!”
Berikutnya rasa sakit menyerang tanganku. “Aaargh!!” aku mengerang kesakitan menahan perih.
Si cewek sialan ini menekan jarum infusku!
Dasar Bar-Bar!
“Kan kamu terlibat, brengsek.” Sahutnya.
“Kenapa kau tidak jadikan saja Irvin sanderamu?! Dia yang menggorok leher kakakmu!” seruku sambil menepis tangannya.
“Irvin sudah jadi porsi Artemis, kata ‘mereka’. Lagi pula aku tidak gila mau-maunya terlibat dengan manusia sejahat itu.”
“Kenapa denganku mau?”
“Pertimbangan karena... kamu mengasuh Hani selama ini.” Ia menundukkan wajahnya saat bilang begini.
Dia tidak tahu aku mengasuh Hani karena jatuh cinta pada kakaknya.
“Yah kupikir, kamu tidak seburuk itu, kecuali kamu mengasuh Hani dengan motif tertentu.” Kata Mawar lagi.
Instingku langsung berkata berbeda.
Gerak-gerik cewek di depanku ini aneh.
Terasa tak wajar dengan lagak orang yang benar-benar membenciku.
Dan aku tahu persis tingkah ini.
Dia... tertarik padaku!
Sebagai seseorang yang seumur hidup ganteng, aku pasti tahu saat wanita tertarik padaku secara seksual.
Tipe Mawar ini, masih galau antara benci tapi mau. Ia terjebak dalam perasaan antara hati dan logika.
Pertanyaannya sekarang,
Apa yang harus kulakukan?
“Bocah Kampreeet!”
Brak!!
Devon membuka pintu kamar ruangan nggak pakai permisi.
“Lah kamu ngapain di sini? Udah pulang kerja Neng? Memang boleh secepat ini ke sini?” Devon langsung ‘menyerang’ Mawar dengan kernyitan mautnya. “Rehat dulu lah, siap-siapin rante di rumah kamu, cambuk, tali gantung, pisau Guilottin, tang cabut gigi...”
“Itu kan kalo majikannya elo.” Aku menoyor pahanya dengan tongkat penyangga cairan infusku.
“Kalo lo jadi budak gue? Gue pakein celemek. Wekekekek. Ngepel dapur sana! Secara Hani nggak bisa masak.” Sungut Devon sambil bersiap menonjokku.
“Kursus masak ama gue, sejam 10 juta.” kusambar saja begini. Lalu aku teringat satu hal, sesuatu yang Hani pernah bawa dari rumah ni Penjaga Beringin.
“Pancake waktu itu sapa yang bikin?” tanyaku sambil memicingkan mata.
“Oh. Gue lah.”jawab Devon.
Dan hening.
Aku mencebik.
Devon menggerutu.
Enak aja pingin istri instan. Sebagai suami, lo lah yang ajarin. Kalau mau ‘bisa’ semua, cari ular cobra, jangan istri.
“Mau aku yang ajari Hani masak?’ tanya Mawar
“Jangan!” Aku dan Devon menyahut berbarengan.
“Kamu nggak boleh hadir di kehidupan Hani. Biar dia begini apa adanya.” Kata Devon ke Mawar.
“Kami mengantisipasi perubahan tabiat kalau dia lihat kamu jangan-jangan dia trauma lagi karena teringat ibunya.” Kataku ke mawar.
“Ya itu kan tugas kamu sebagai pemberi trauma. Perbaiki lah. Kamu memang tidak membunuh fisik Hani tapi kamu membunuh mentalnya. Kamu menghilangkan hak-nya.” Kata Mawar sambil menatapku dingin.
Kami semua terdiam.
Devon pake ngelus-ngelus dada berlagak prihatin.
Saat ini aku sakit hati, tapi nggak bisa apa-apa.
Kutelan semua hujatan bulat-bulat.
“War, untuk sekarang berhenti maki-maki dia dulu, saya ada urusan mendesak sama dia soalnya.” Devon menunjuk hidungku.
“Urusan apa’an lagi?!” Tanyaku sewot. Orang lagi enak-enak tiduran di rumah sakit, ruangan ber AC pemandangan menakjubkan, santai sekali-sekali dilayanin suster, malah dikasih kerjaan...
“Jadi gini, Cinta...” Devon duduk di samping ranjang dan merangkul sambil mengelus rambutku. Dan dia berbisik di telingaku dengan mesra : “Kayla masuknya masih 3 bulan lagi. Kondisi stock market lagi bagus. ”
Gemblung...
Aku disuruh kerja di kantor pake infusan dan wajah masih bengep digebukin Genderuwo Beringin.
naj** gil**
axel:🤢🤢🤢🤮