NovelToon NovelToon
Bukit Takdir

Bukit Takdir

Status: sedang berlangsung
Genre:Misteri / Berbaikan / Cinta Beda Dunia / Kehidupan di Kantor / Misteri Kasus yang Tak Terpecahkan / Trauma masa lalu / Cinta Karena Taruhan
Popularitas:1.8k
Nilai: 5
Nama Author: PGR

Kadang, hidup tak memberi pilihan. Ia hanya menaruhmu di satu persimpangan, lalu membiarkan waktu yang menyeretmu ke arah yang tak kau minta. Johan Suhadi adalah lelaki yang kehilangan arah setelah maut merenggut tunangannya. Tapi duka itu bukan akhir—melainkan pintu gerbang menuju rahasia besar yang selama ini terkubur di balik hutan lebat Bukit Barisan. Sebuah video tua. Sepucuk surat yang terlambat dibuka. Dan janji lama yang menuntut ditepati. Dalam pelariannya dari masa lalu, Johan justru menemukan jalannya. Ia membuka aib para pejabat, mengusik mafia yang berlindung di balik jubah kekuasaan, dan menciptakan gelombang kejujuran yang tak bisa dibendung. Bersama sahabat sejatinya dan seorang wanita yang diam-diam menyembuhkan luka jiwanya, Johan menghadapi dunia—bukan untuk menang, tapi untuk benar.

Dari Padang hingga Paris. Dari luka hingga cinta. Dari hidup hingga kematian.
Bukit Takdir bukan kisah tentang menjadi kuat,
tapi tentang memilih benar meski harus hancur.

Karena

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon PGR, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

"Cahaya di Antara Duri Bukit Barisan"

Hampir setiap hari, Liana datang ke tenda Johan. Seolah sungai yang selalu kembali ke alirannya, begitu pula langkah Liana yang setia menapaki jejak menuju tempat lelaki itu. Ia memanfaatkan rutinitasnya—mencuci pakaian para pekerja ladang—untuk bertemu Johan. Sebuah kebetulan yang disyukuri, atau mungkin, takdir yang memang mempertemukan dua jiwa sepi di tengah rimba yang dingin dan rahasia.

Tak ada yang curiga, bahkan ayahnya sendiri. Sebab bagi lelaki tua itu, Liana bukan sekadar anak angkat yang ia ambil dari panti asuhan puluhan tahun silam—ia adalah cahaya terakhir dalam hidup yang semakin kelam. Sejak istrinya meregang nyawa karena tikaman brutal anak buahnya yang mabuk, dunia lelaki itu seolah berhenti. Dan Liana… adalah satu-satunya alasan mengapa ia tetap ingin bernafas.

Semenjak itu, ia menjadi sosok yang tak mengenal belas kasih. Terlalu melindungi, terlalu takut kehilangan. Siapa pun yang menatap Liana lebih dari yang seharusnya, akan segera merasakan amarahnya. Maka Liana pun tumbuh dalam sunyi, dijauhkan dari dunia yang luas, dari tangan-tangan ramah, dari pelukan sahabat.

Satu-satunya yang bersedia menemaninya hanyalah Broto. Lelaki bertubuh baja, tangan kekar, dan suara serak seperti petir yang enggan menyambar. Guru bela diri Liana, sekaligus pengawal setia keluarga. Jika Broto pergi menjalankan tugasnya, Liana kembali menjadi angin—tak terlihat, tak terdengar, hanya terasa kesepiannya.

Namun hari-hari itu mulai berubah sejak hadirnya Johan. Lelaki asing yang seperti hujan pertama setelah kemarau panjang. Ia membangun tenda di tepi sungai, tak jauh dari tempat Liana mencuci. Barangkali itu kebetulan, atau mungkin harapan yang diam-diam mereka panjatkan dalam doa masing-masing.

Suatu pagi, Liana datang sambil membawa setumpuk pakaian kotor di tangannya. Embusan napasnya tercampur aroma tanah basah dan sabun cuci yang sederhana.

“Hei, Jo. Lagi apa?” ucapnya sambil tersenyum kecil, lelah tapi hangat.

“Lagi bikin kopi nih, Lia. Mau?” Johan menjawab sambil mengepulkan asap rokok kretek yang tipis, seperti kenangan yang belum sempat hilang.

“Boleh, yang manis ya... kayak aku,” candanya ringan.

Mereka duduk bersisian, seperti dua burung kecil yang bersandar pada dahan yang sama. Johan menceritakan perjalanannya, tentang alam liar, tentang kota-kota yang hingar, dan impian yang belum sempat dijemput. Sementara Liana... perlahan mulai membuka pintu hatinya yang telah lama terkunci.

“Aku suka baca buku, Jo,” ucapnya suatu kali. “Broto yang bawain. Dia juga yang ngajarin aku baca. Kalau dia lagi pulang dari tugas, dia suka bawain novel-novel kecil. Tapi… dia juga kejam. Kalau lagi marah, dia bisa menyiksa siapa saja.”

Johan mengangguk pelan. “Broto jadi tembok terbesar yang harus kita lewati ya, kalau ingin kabur dari sini.”

“Untungnya… dia lagi nggak ada. Katanya ditugaskan ke luar kota. Nggak tahu kapan pulangnya,” jawab Liana sambil menatap air sungai yang mengalir tanpa suara.

“Lia… kamu tak pernah coba kabur dari sini?”

“Dulu, waktu Ibu masih ada… aku nggak pernah kepikiran. Hidupku terasa cukup, penuh cinta. Tapi sejak Ibu pergi, semuanya berubah. Ayah berubah. Dan sejak itu juga… pekerja-pekerja mulai berdatangan—orang-orang hilang, dipaksa bekerja di sini. Dunia kami jadi kelam. Ayahku... bukan lagi ayah yang dulu.”

Johan menatapnya dengan iba. “Kadang kehilangan orang yang paling kita cintai... bisa mengubah dunia jadi begitu gelap. Bahkan matahari pun tak bisa menghangatkannya lagi.”

Liana diam, membiarkan kata-kata Johan menyusup ke hatinya.

Hari-hari berikutnya mereka lalui sambil merancang pelarian. Penuh bisik, penuh kehati-hatian. Johan mempercayai naluri Liana, dan Liana mempercayakan harapannya pada Johan.

Pada suatu siang yang murung, mereka menyusuri hutan. Liana menunjukkan jalur rahasia—rute tercepat menuju desa terdekat. Melewati akar-akar yang mencuat, daun basah, dan jalanan setapak yang seperti terlupakan oleh waktu.

Namun di tengah langkah, Johan tiba-tiba berhenti. Sesuatu menarik perhatiannya. Sesuatu yang bisa saja mengubah segalanya…

“Tunggu sebentar, Lia,” ucap Johan, menahan langkahnya secara tiba-tiba.

Liana menoleh. Pandangannya menelisik wajah Johan, seolah ingin mencari sesuatu di balik kerutan kening yang tiba-tiba muncul. “Ada apa, Jo? Apa yang kau lihat?”

Johan menunjuk ke arah semak yang tumbuh di tepi jalan setapak. Daunnya lebar, batangnya menjalar rendah, dan dari sela-selanya mencuat akar menyerupai sosok mungil manusia.

“Itu… mandragora,” gumam Johan pelan. “Tanaman yang katanya… akarnya mampu menidurkan siapa pun yang menghirupnya. Bahkan bisa membawa mereka ke dalam mimpi-mimpi yang tak jelas antara kenyataan dan khayalan.”

"Tapi aneh deh, biasanya mandragora tumbuh di daerah beriklim sedang hingga kering, seperti padang semak, lereng berbatu, atau tanah liar di sekitar Laut Tengah seperti kawasan asia barat daya, Eropa Selatan hingga Afrika Utara. Mungkin ini sebuah keberuntungan" ucap Johan sambil memastikan kalau ini benar benar tanaman Mandragora.

Liana menatap tanaman itu, matanya menyipit. “Kau tahu cara menggunakannya?”

“Aku pernah baca di sebuah artikel tua. Mungkin… ini bisa jadi kunci bagi rencana kita.”

Senyum kecil terbit dari bibir Liana, seperti kelopak bunga yang merekah perlahan. “Kau punya ide?”

Johan mengangguk. “Kita bisa membuat senjata tidur dari akarnya. Rebus, larutkan dalam air. Bukan untuk menyakiti, hanya untuk menidurkan.”

Tanpa banyak kata, mereka mulai mengumpulkan akar-akar itu. Tangan mereka bekerja dalam senyap, seperti tengah menggenggam harapan yang rapuh—tak boleh terburu, tak boleh goyah.

Setelah jumlahnya cukup, Johan berkata lembut, “Nanti, aku akan merebus akar-akar ini. Kamu tinggal mencampurkannya ke air minum mereka—air untuk memasak, air untuk mengisi kendi-kendi mereka.”

Liana terdiam. Matanya menerawang, seolah ada badai yang sedang reda di dalam dirinya.

“Tapi Jo… apakah itu akan membunuh mereka?” bisiknya. “Aku tak ingin menjadi sebab seseorang kehilangan nyawa. Terlebih… mereka adalah keluargaku.”

Johan menatap Liana dalam-dalam. Tak ada nada gurau dalam suaranya, hanya ketegasan yang tulus. “Tidak akan, Lia. Mandragora hanya membuat tidur… dan bermimpi. Dengan takaran yang tepat, mereka akan tertidur cukup lama untuk memberi kita waktu.”

Liana menunduk. Ia sedang berbicara dengan rasa bersalah dalam dirinya. Tapi ia tahu, jalan keluar kadang harus ditempuh meski di sepanjangnya penuh duri dan pilihan yang berat.

Akhirnya, ia mengangguk pelan. “Baiklah. Kita akan coba.”

Hari-hari berikutnya berubah menjadi latihan kesabaran. Johan dan Liana bekerja dalam diam, menyusun rencana seperti orang merangkai bait puisi dalam gelap—pelan, hati-hati, dan penuh harap. Mereka menakar langkah, memperkirakan kemungkinan, dan membayangkan setiap rintangan.

Suatu sore, saat angin hutan terdengar seperti bisikan rahasia, mereka duduk di tepi sungai, berbicara tentang apa yang akan mereka lakukan setelah semuanya usai.

“Aku ingin ke kota,” kata Liana lirih. “Belajar. Duduk di bangku sekolah seperti anak-anak pada umumnya. Aku ingin mengajarkan orang-orang membaca. Menulis. Seperti yang Broto lakukan padaku.”

Johan tersenyum, menatap matahari yang bergeming di langit yang mulai gelap. “Kau akan hebat, Lia. Kau punya sesuatu yang tak bisa dibeli dengan uang: keberanian dan hati yang besar.”

Kemudian, sebelum matahari benar-benar larut, Johan berkata, “Sebelum hari itu tiba, mari kita saling mengenal kelemahan dan kekuatan kita.”

Johan membuka percakapan lebih dulu. “Aku tahu tanaman-tanaman liar. Mana yang bisa dimakan, mana yang beracun. Aku juga bisa membuat obat-obatan sederhana. Tapi… stamina tubuhku tak begitu kuat. Aku tak bisa berlari jauh dengan beban berat.”

Liana menatapnya, lalu mengangguk. “Kalau begitu, serahkan soal perlindungan padaku. Aku ahli bela diri. Di ladang ganja ini, hanya Broto yang belum pernah aku kalahkan. Selama dia tak ada, aku bisa jadi perisai kita. Tapi Jo… aku takut gelap. Saat malam datang tanpa cahaya, tubuhku gemetar, seolah ada sesuatu dari masa lalu yang membekapku.”

Tak ada tawa. Hanya hening yang lembut. Dan dari hening itulah lahir rasa percaya.

Dua jiwa, dua kekuatan, dua ketakutan. Mereka tahu, pelarian ini bukan hanya demi mereka berdua. Tapi juga demi banyak orang yang tak punya suara, yang hidupnya dirampas, dan yang hanya bisa berharap dari balik jeruji hutan yang begitu luas.

1
Like_you
/Whimper/
Like_you
/Brokenheart/
Lara12
❤️❤️
Mika
akhirnya janji dihutan dulu akhirnya terpenuhi /Chuckle/
Mika
Janji yang menyelamatkan johan/Heart/
Lara12
recommended banget sih, cerita nya penuh misteri, aku suka😆
Mika
ga sabar nunggu kelanjutannya, hehe
Pandu Gusti: Makasih ya, ditunggu ya setiap pukul 8 pagi 🙃
total 1 replies
Mika
sidang terepik yang pernah aku baca
Mika
mudah banget baikan nya/Tongue/
Mika
🤣🤣
Mika
kok yang nama nya Mulyono pada gitu ya orang nya/Curse/
Mika
jangan lapor polisi, lapor damkar aja/Smirk/
Mika
kemana ya keluarganya?/Brokenheart/
Mika
upss /Rose/
Mika
setelah searching, ternyata beneran ada tanaman mandragora, mana bentuk akar nya serem lagii/Toasted/
Mika
nangis aja Joo, ga usah ditahan/Cry/
Mika
anak mapala ternyata, mantan ku anak mapala juga/Chuckle/
Mika
kek hidup gua, ditinggal melulu/Sob/
Lara12
ditunggu updatenya nya/Grievance/
Mika: iyaa, padahal lagi seru serunya/Smirk/
total 1 replies
Lara12
waduhhhh/Cry/
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!