Niat hati ingin merayakan ulangtahun bersama kekasihnya yang baru kembali dari luar negeri, Alice malah memergokinya sedang berselingkuh dengan sahabatnya sendiri.
Alice yang kecewa memutuskan hubungan mereka secara sepihak dan berniat balas dendam pada kekasihnya itu.
Tanpa sengaja, Alice dipertemukan dengan Arthur CEO di tempat kerjanya yang baru yang ternyata adalah sepupu jauhnya.
Alice terpaksa meminta bantuan Arthur dengan satu syarat, Alice harus mau menjadi wanitanya.
Akankah Alice menyetujui permintaan gila Arthur demi membalas dendam pada mantan kekasihnya? Ataukah malah terjerat dengan pesona Arthur?
Usahakan jangan nabung bab ya... terima kasih...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Meyda, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB. 26
“Arthur…” lirih Alice. Dengan segera, ia mendorong tubuh Kaisar dan menjauhkan diri darinya. Sebelum Arthur salah paham dengan apa yang dilihat olehnya.
“Tunggu, Ar!” Alice mengejarnya.
Arthur tersenyum kecut melihat pemandangan yang ada di depan matanya itu. Tangannya terkepal erat menahan sesuatu yang rasanya menusuk hati.
“Maaf, aku sudah menganggu kalian berdua. Aku tidak sengaja masuk kemari karena ingin mengambil ini. Tapi malah gelas yang ada di tanganku terjatuh karena licin” Arthur mengambil obat merah dan menunjukkannya pada mereka berdua. “Silahkan kalian lanjutkan lagi,” ucapnya. Lalu hendak berjalan meninggalkan ruangan itu.
“Tanganmu terluka?” Alice yang melihat darah dari telapak tangan Arthur langsung mendekati pria itu dan meraih tangannya.
“Aku tidak apa-apa. Ini hanya luka kecil.”
“Tidak apa-apa bagaimana. Lukanya dalam. Berhentilah menyepelekan hal-hal kecil.” Alice menarik Arthur, mengajaknya untuk duduk di sofa yang tidak jauh dari mereka.
Meski sudah berusaha menolak, karena tidak enak berada di tengah-tengah Kaisar dan Alice, tetap saja gadis itu memaksanya untuk mengikuti kemauannya.
“Sudah kubilang kalau aku tidak—”
“Diam dan jangan berisik!” potong Alice yang mulai mengobati luka Arthur
Berbeda dengan Kaisar yang merasa seperti obat nyamuk disana. Perlakuan Alice pada Arthur, dan cara Arthur menatap gadis itu benar-benar seperti sepasang kekasih.
Apalagi saat Kaisar tahu, gelas tersebut pecah sejak berada di genggaman tangan sepupunya itu hingga terjatuh ke lantai. Niatnya hanya ingin menjahili Alice, malah berubah jadi kesalahpahaman.
“Sudah selesai?” tanya Kaisar.
“Sebentar lagi, Kai,” jawab Alice singkat.
“Kalau begitu bagaimana jika kita makan siang bersama?”
“Aku setuju. Kebetulan Arthur emm maksudku Pak Arthur sepertinya belum makan siang sejak tadi.” Alice hampir keceplosan. Terus memanggil nama Arthur sejak tadi tanpa ada embel-embel pak.
Arthur mendengus kesal. Ia pikir Kaisar akan langsung pergi begitu saja, tapi malah mengajak mereka makan berdua bersama. Dasar tidak peka, pikirnya.
“Apa dia sedang mengetes ku? Aku cemburu atau tidak?” gumam Arthur dalam hati.
******
Mereka sudah berada di kafe yang letaknya tidak jauh dari perusahaan. Ketiganya sama-sama diam tanpa ada yang memulai pembicaraan terlebih dulu.
“Mommy dan Daddy mereka mengkhawatirkan mu, Ar. Kembalilah, jangan sampai kamu membuat mereka bertambah sedih,” ucap Kaisar mencoba mencairkan suasana. Karena memang tujuannya datang ke kantor Arthur hanya untuk mengatakan itu sekaligus ingin tahu keadaan sepupunya.
“Apa kamu tega melihat Mommy terus menangis karena kehilangan bayi besarnya dan—”
“Cukup, Kai! Jangan lanjutkan lagi!” potong Arthur. Ia paling tidak suka jika ada seseorang yang membahas masalah pribadi di luar rumah.
“Apa maksud mu Kai? Jadi Arthur pergi dari rumah?” tanya Alice dengan bingung, menatap pada Arthur dan Kaisar bergantian.
“Kamu sok tahu! Siapa yang pergi dari rumah. Aku hanya sedang menenangkan diri karena terlalu stress dengan pekerjaanku selama ini,” jawab Arthur melotot tajam ke arah Kaisar namun hanya di balas dengan senyuman yang seakan mengejeknya.
Arthur sengaja memotong ucapan Alice. Ia tidak mau gadis itu tahu apa masalah yang ia hadapi selama ini.
“Baiklah, kuharap kamu pulang! Dan kalau sampai Mommy menangis lagi karena ulahmu maka aku tidak akan pernah mengampuni kamu!” Kaisar mengepalkan tangan kanannya dan menunjukkannya pada Arthur. Mengancam akan memberikan bogeman mentah pada sepupunya itu.
“Kai kamu mau kemana? Makanan kita belum datang?” sahut Alice, melihat Kaisar yang berdiri dari kursinya.
“Aku harus kembali ke sekolah. Lain kali saja kita makan bersama. Kamu harus mentraktirku.” Kaisar melirik Arthur. “Dan tentu saja hanya berdua,” bisiknya lirih.
Pipi Alice memerah mendengar bisikan dari Kaisar. Sementara Arthur, wajah pria tampan itu sudah memerah padam menaham amarah.
Setelah Kaisar pergi, Arthur langsung menarik pergelangan tangan Alice dan mengajaknya pergi dari sana.
Tubuh Alice terhempas ke atas sofa begitu saja. Entah ia bahkan sudah tidak sadar kalau sudah berada di sana.
“Aw! Apa yang kamu lakukan. Ini menyakitkan sekaligus mph!” kalimat Alice terhenti saat Arthur me lu mat kasar bibirnya. Membuat gadis itu meringis kesakitan menahan perih.
Kepalanya bergerak ke kiri dan ke kanan mencari posisi pas. Alice kewalahan dan hanya bisa pasrah menerima perlakuan Arthur. Ciuman yang awalnya kasar, tiba-tiba berubah menjadi lembut.
Entah kenapa, melihat Alice yang tersenyum pada Kaisar membuatnya sangat kesal.
“Mph…” Alice mencoba memberontak. Arthur sama sekali tak mengizinkannya untuk bergerak sedikitpun. Apalagi saat ini, dia merobek paksa gaun bagian atas yang Alice kenakan.
“Hentikan kumohon ahh…” teriaknya dengan terus mendorong kepala Arthur agar menjauh darinya. Bukannya semakin menjauh, Arthur malah semakin brutal.
“Ar, please. Jangan lakukan ini,” mohon Alice. Tubuhnya mulai kepanasan seperti cacing, bergerak kesana kemari. Arthur benar-benar lihai membuat Alice tak bisa berkutik.
Arthur tak peduli, ia mengunci pergelangan gadis itu dan meletakkannya di atas kepala. “Aku tidak suka kamu dekat-dekat dengan pria lain selain aku! Kamu itu sudah jadi milikku. Harus berapa kali aku mengatakannya agar kamu mengerti, hah?!”
Dengan posisi yang masih sama, Arthur mendekatkan wajahnya ke leher jenjang Alice dan menyesapnya kuat, lalu meninggalkan banyak tanda kepemilikan di sana. Ia hanya ingin semua orang tahu, kalau Alice adalah miliknya.
“Kamu tidak waras, Ar! Bagaimana jika ada yang melihat ini semua! Mereka pasti berpikir yang tidak-tidak tentangku!”
“Justru itu bagus, bukan? Mereka akan tahu kalau kamu bukan sekedar sekretaris tapi juga wanitaku!”
Alice seakan mengerti apa yang membuat Arthur bersikap seperti ini. Ia menarik dagu Arthur dan menangkup wajahnya.
“Hei, Lihat aku,” ucap Alice. “Aku dan Kaisar tidak melakukan apapun. Bahkan kami baru pertama kali bertemu setelah sekian lama. Kenapa kamu malah—”
“Lalu bagaimana dengan Zack? Kamu pernah menjalin hubungan dengannya ‘kan?”
Raut wajah Alice berubah kesal. Kenapa Arthur harus membahas Zack di saat seperti ini. “Bukan urusanmu! Berhenti menyebut namanya di depanku.”
Arthur tersenyum kecut. “Apa kamu ini memang gadis murahan yang sengaja menjual dirimu pada semua pria termasuk aku, Alice?” tanyanya dengan menekan setiap kalimat yang ia lontarkan.
“Apa kamu bilang?”
“Oh, aku tahu. Jangan-jangan aku adalah pria kesekian yang menjamah tubuhmu? Kamu juga pasti menggoda mereka dengan wajah mesum mu ini ‘kan. Sungguh luar biasa.”
Ucapan Arthur yang tanpa filter dan menyudutkannya begitu saja tanpa mendengar penjelasannya, membuat Alice tak bisa lagi menahan amarahnya.
“Berhenti membicarakan sesuatu yang kamu tidak tau!” serunya dengan mata merah dan berkaca-kaca.
“Cih! Tidak perlu berpura-pura. Gadis sepertimu pasti menghalalkan segala cara untuk mendapatkan uang bukan? Apa selama ini uang yang aku berikan itu belum cukup untuk membeli tubuh bekasmu ini, Nona Alice?!”
Plak.
Satu tamparan keras mendarat tepat di pipi kanan Arthur. Membuat pria itu menoleh ke arah samping, menyentuh wajahnya yang terasa panas dan kebas.
“Puas menghinaku? Kalau belum silahkan maki aku sesukamu!” Alice merapikan pakaiannya dan beranjak dari sofa. Menoleh sekilas ke arah Arthur, lalu melangkahkan kakinya.
“Dasar gadis penuh drama. Berpura-pura menangis agar aku iba padanya? Itu hanya akan terjadi di dalam mimpi!” ketus Arthur. “Kamu harus membayar perbuatanmu ini,” gumamnya lirih.
“Mulai sekarang aku mengundurkan diri dari perusahaanmu. Dan untuk hutang-hutangku padamu, tenang saja aku pasti akan melunasinya,” ucap Alice tanpa berbalik sedikitpun, untuk menatap Arthur.
“Tidak semudah itu kamu bisa lepas dariku!” Arthur berjalan ke arah pintu dan menggebraknya, lalu menguncinya dari dalam saat Alice hendak membukanya.
“Buka pintunya!” Alice berjalan mundur saat Arthur berbalik dan mendekatinya. Perlahan ia mengendorkan dasi juga belt yang ada di pinggangnya. Melepas satu persatu kancing kemejanya, hingga terlihatlah tubuh sempurna milik pria itu.
“Kita akan menikmati siang yang panas ini supaya semakin panas dengan keringat mengucur deras.” seringai tipis terukir dari bibir Arthur.
Sedangkan Alice, gadis itu menelan saliva nya dengan susah payah mendengar ucapan Arthur.
“Sial! Sebenarnya apa yang sedang terjadi padanya,” batin Alice.