NovelToon NovelToon
Palasik Hantu Kepala Tanpa Tubuh

Palasik Hantu Kepala Tanpa Tubuh

Status: sedang berlangsung
Genre:Horor / Misteri / Iblis / Kutukan / Hantu / Tumbal
Popularitas:1.7k
Nilai: 5
Nama Author: iwax asin

Sebuah dusun tua di Sumatra Barat menyimpan kutukan lama: Palasik, makhluk mengerikan berupa kepala tanpa tubuh dengan usus menjuntai, yang hanya muncul di malam hari untuk menyerap darah bayi dan memakan janin dalam kandungan. Kutukan ini ternyata bukan hanya legenda, dan seseorang harus menyelami masa lalu berdarah keluarganya untuk menghentikan siklus teror yang telah berumur ratusan tahun.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon iwax asin, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 7Bayi di Bawah Akar Beringin

Hari mulai beranjak siang ketika Reno dan Ajo kembali berjalan menapaki jalan setapak menuju sisi timur hutan belakang desa. Berdasarkan cerita Pak Samin, sumur tua itu dulunya bukan hanya tempat pemujaan, tapi juga tempat pelimpahan bayi-bayi korban. Bayi-bayi yang lahir tidak dikehendaki, atau dikorbankan untuk menyenangkan entitas yang disebut 'Ibu Tanah'.

Ajo membawa cangkul tua dan senter kecil. Di punggungnya tergantung kantong plastik berisi botol air, garam, dan beberapa lembar daun sirih. Reno menenteng peta lipat dari Pak Samin, dengan tanda merah melingkari sebuah titik dekat akar pohon beringin besar.

“Aku paling nggak suka hutan,” gumam Ajo, mencoba menenangkan diri. “Tapi aku lebih nggak suka ngelihat bayi dibuang.”

“Kalau kau takut, Jo, kau bisa tunggu di tepi hutan,” kata Reno tanpa menoleh.

Ajo mendengus. “Halah. Takutku hanya di mulut. Tapi hatiku sudah kering dari kemarin. Mari kita bongkar misteri ini.”

Langkah mereka pelan, sesekali diselingi bunyi ranting patah dan desiran angin yang menembus sela-sela daun. Pohon-pohon tinggi menjulang, seolah menatap mereka dengan diam.

Setelah hampir satu jam berjalan, mereka sampai di sebuah dataran kecil. Pohon beringin tua berdiri di tengahnya. Akarnya besar dan menjulur keluar seperti ular kayu, sebagian masuk ke tanah, sebagian membelit batu-batu besar.

Reno berdiri di depan pohon itu, merasakan hawa dingin yang keluar dari tanah. “Di sini,” katanya pelan. “Pak Samin bilang ada sesuatu di bawah akar.”

Mereka mulai menggali perlahan, memindahkan tanah kering dan batu kecil. Butuh hampir setengah jam sebelum cangkul Ajo membentur sesuatu keras.

“Ren, ini... seperti peti,” kata Ajo pelan. Mereka menggali lebih dalam. Sebuah kotak kayu tua akhirnya terlihat. Kayunya rapuh dan ditumbuhi lumut.

Dengan hati-hati, Reno membuka tutupnya.

Di dalamnya, terbaring kain kafan kecil yang sudah lusuh. Ketika Reno mengangkatnya, terlihat tulang-belulang kecil yang tertata rapi—tulang bayi. Tapi yang membuat mereka membeku adalah benda di bawahnya.

Sebuah boneka anyaman dari rumput, dengan wajah dicoret-coret arang, dan rambut dari jalinan benang merah. Wajah boneka itu seperti sedang menangis.

“Ya Allah...” bisik Reno.

Ajo mundur pelan. “Ren, ini bukan sekadar kubur bayi. Ini semacam persembahan.”

Tiba-tiba, angin berputar kencang. Daun-daun beterbangan, suara perempuan menangis terdengar samar. Reno menggenggam tulang bayi itu dan memeluknya.

“Maafkan kami... Kami akan makamkanmu dengan layak,” ucapnya.

Ajo menggali lubang kecil di sisi pohon, jauh dari tempat semula. Reno membungkus tulang itu dengan kain baru yang mereka bawa, dan menguburnya kembali.

Setelah semua selesai, Reno menaburkan garam dan menanam sebatang kemenyan. Ia berdoa dalam diam.

Saat itu, angin berhenti. Suara tangis menghilang.

Reno dan Ajo duduk bersandar di pohon, mengatur napas.

“Ren,” kata Ajo sambil menatap langit, “jika ini semua adalah bagian dari takdirmu, aku akan tetap di sini. Walau nanti aku harus melawan arwah nenek sendiri.”

Reno menoleh dan menepuk pundaknya. “Terima kasih, Jo. Tapi aku yakin kita masih akan melihat lebih banyak dari ini.”

Mereka kembali ke desa menjelang sore. Tapi sebelum mereka keluar dari hutan, Reno merasa seperti ada yang mengikuti dari belakang. Ia menoleh, namun hanya melihat pohon-pohon.

Namun ketika mereka tiba di jalan desa, seorang anak kecil berdiri di ujung jalan. Bocah perempuan, mengenakan baju lusuh, rambut panjang, menatap mereka tanpa ekspresi.

“Siapa kau?” tanya Reno.

Anak itu tersenyum. “Namaku Lastri. Aku ingin pulang.”

Reno dan Ajo saling pandang. Tak ada warga desa yang mengenal nama itu.

Angin sore menyapu lembut jalanan tanah desa, membawa aroma bunga kamboja dan tanah basah. Reno dan Ajo berjalan pelan, langkah mereka masih berat oleh rasa tak percaya setelah pertemuan singkat dengan anak kecil yang mengaku bernama Lastri.

“Ren,” kata Ajo pelan sambil menoleh ke belakang. “Kau lihat sendiri kan? Dia muncul dari tengah hutan. Tapi... nggak ada suara langkah, nggak ada suara ranting patah. Seperti... dia cuma muncul begitu saja.”

Reno mengangguk. “Dan dia bilang ingin pulang. Tapi ke mana? Siapa orangtuanya?”

Saat itu, mereka belum tahu bahwa nama Lastri menyimpan luka lama di Desa Rambahan. Malam harinya, mereka kembali ke rumah Pak Samin untuk mencari tahu lebih lanjut.

Pak Samin menyambut mereka di serambi rumahnya, ditemani lampu minyak dan secangkir kopi pahit. Wajahnya menegang saat mendengar nama 'Lastri'.

“Lastri?” gumamnya. “Kalian... melihat Lastri?”

“Ya, Pak,” jawab Reno. “Bocah perempuan, umur sekitar delapan atau sembilan tahun. Bajunya kusam. Dia bilang ingin pulang.”

Pak Samin memejamkan mata, menarik napas panjang. “Kalian melihat hantu anak yang sudah mati tiga puluh tahun lalu.”

Ajo hampir menyemburkan kopinya. “T-tiga puluh tahun?”

“Ya,” lanjut Pak Samin. “Lastri adalah anak dari pasangan muda, Juwita dan Riko, yang tinggal di pinggir sawah arah barat. Lastri hilang suatu malam ketika hujan deras. Seluruh desa mencarinya, tapi tak ditemukan jejak. Beberapa orang bilang dia diculik jin, ada juga yang bilang dimangsa Palasik.”

Reno menunduk. “Dan tak ada yang tahu di mana jasadnya?”

“Tak pernah ditemukan. Bahkan orangtuanya pindah dari desa karena malu dan tak kuat menerima kenyataan.”

Ajo menggigit bibir. “Kalau Lastri masih gentayangan, itu artinya dia belum tenang, ya?”

Pak Samin mengangguk pelan. “Mungkin dia mencari rumah. Atau... tubuhnya yang belum dipulangkan.”

Malam itu Reno tak bisa tidur. Ia duduk di beranda rumah, menatap langit penuh bintang. Tiba-tiba, terdengar suara ketukan kecil di pagar kayu depan rumah.

Tok... tok... tok.

Ia bangkit dan berjalan perlahan ke depan. Di sana, Lastri berdiri. Wajahnya pucat, mata besar menatap dalam. “Aku ingin pulang,” katanya lirih.

“Lastri,” bisik Reno. “Rumahmu di mana?”

Lastri menunjuk ke arah sawah barat. “Di sana... Di bawah pohon jeruk.”

Esok paginya, Reno dan Ajo menuju lokasi itu. Mereka menemukan bekas pondasi rumah tua yang sudah ditelan ilalang. Di dekatnya, pohon jeruk tua masih berdiri.

Dengan hati-hati mereka menyusuri sekitar pohon, sampai Ajo menemukan sesuatu: sepatu kecil yang setengah terkubur tanah. Mereka menggali pelan, dan tak lama kemudian menemukan tulang-tulang kecil—tulang manusia, ukuran anak-anak.

Ajo menunduk, matanya berkaca-kaca. “Lastri... Kau di sini selama ini?”

Reno membungkus tulang itu dalam kain putih, sama seperti yang ia lakukan sebelumnya. Mereka membawa jasad kecil itu ke makam desa, dan dengan bantuan Pak Samin serta warga, mereka menguburkan Lastri dengan layak.

Malamnya, Reno bermimpi. Dalam mimpinya, Lastri datang mengenakan gaun bersih dan wajah cerah. Ia tersenyum pada Reno dan berkata, “Terima kasih. Aku sudah pulang.”

Ketika Reno terbangun, udara terasa lebih hangat. Angin malam tidak lagi dingin seperti biasanya. Dan di jendela kamarnya, terdapat setangkai bunga kamboja segar, padahal tak ada pohon kamboja di dekat rumahnya.

Reno tersenyum lirih. “Satu arwah pulang. Tapi masih ada yang belum.”

1
Hesti Bahariawati
tegang
Yuli a
mereka ini bercandaan mulu ih...

biar nggak tegang kali ya... kan bahaya...😂😂
Yuli a
ada ya.... club anti miskin.... jadi pingin ikutan deh...🤭🤭
Yuli a
mampir kesini rekom KK @Siti H katanya penulisannya tertata rapi dan baik...
semangat Thor... semoga sukse...
Siti H
Semoga Sukses Thor. penulisanmu cukup baik dan tatabahasa yang indah.
Yuli a: atau karma ajian jaran goyang sih...🤔
Siti H: tapi sekilas doang... cuma jadi Pemeran viguran, klau gak salah di gasiang tengkorak🤣
total 5 replies
Siti Yatmi
ajo JD bikin suasana ga seremmm
Siti Yatmi
wk2 ajo ada2 aja...org lg tegang juga
Siti Yatmi
ih....takut....
Yuli a: ih... takut apa...?
total 1 replies
Siti Yatmi
baru mulai baca eh, udah serem aja..wk2
Yuli a: 👻👻👻👻👻👻
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!