Langit Jakarta yang kelabu seolah mencerminkan hidup keluarga Rahman. Di rumah petak sempit itu, Rahman, pemuda 17 tahun yang kurus namun bermata tajam, mengemasi barang-barangnya. Di sudut ruangan, ibunya, Bu Fatimah, terisak pelan. Ayah Rahman, Pak Hasan, hanya bisa mengusap punggung istrinya dengan tatapan sendu. Adik Rahman, Riko, merangkul kaki ibunya, wajahnya penuh tanya.
"Nak, jaga diri baik-baik di sana. Ibu hanya bisa berdoa untukmu," Bu Fatimah memeluk Rahman erat.
Rahman mengangguk, matanya berkaca-kaca. "Ibu, Ayah, doakan Rahman. Rahman akan berusaha keras di sana."
Keesokan harinya, Rahman berangkat ke bandara dengan bekal seadanya dan tekad membara. Tujuannya: Spanyol, negeri yang jauh di seberang benua. Di sana, ia akan bergabung dengan akademi sepak bola CD Leganés B, sebuah klub kecil yang tak banyak dikenal di pinggiran Madrid.
Kehidupan di Spanyol tidak mudah bagi Rahman. Selain harus beradaptasi dengan budaya dan bahasa yang asing, ia juga harus bersaing dengan
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon RenSan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 26
Babak kedua berjalan dengan intensitas yang tak kalah tinggi. CD Leganés berusaha keras untuk mengejar ketertinggalan, namun Granada CF tetap tampil solid dan disiplin. Mereka berhasil meredam setiap serangan Leganés dan melancarkan serangan balik yang mematikan.
Di menit ke-65, Granada berhasil menambah keunggulan mereka. Myrto Uzuni kembali menjadi momok bagi pertahanan Leganés. Ia berhasil melewati Juan Muñoz dengan kecepatannya, lalu mengirimkan umpan silang yang disambut oleh Antonio Puertas dengan sundulan keras. Bola bersarang di gawang Villar, membuat skor menjadi 3-0 untuk Granada.
"Gol! Gol! Gol untuk Granada!" teriak komentator dengan penuh semangat. "Ini adalah gol ketiga Granada di pertandingan ini! Mereka semakin menjauh dari Leganés."
Rahman dan rekan-rekannya berusaha untuk bangkit, namun mereka tidak bisa mencetak gol balasan. Hingga peluit akhir dibunyikan, skor tetap 3-0 untuk kemenangan Granada.
Kekalahan ini membuat Leganés turun ke posisi keenam klasemen, disalip oleh Levante UD. Rahman merasa sangat kecewa. Ia telah berjuang keras di lapangan, namun hasilnya tidak sesuai dengan harapan.
"Kita harus segera bangkit dari kekalahan ini," ujar Pellegrino dalam ruang ganti. "Kita tidak boleh menyerah, masih banyak pertandingan yang harus kita jalani."
Rahman mengangguk. Ia tahu bahwa ia tidak boleh larut dalam kekecewaan. Ia harus belajar dari kesalahan dan berusaha untuk menjadi lebih baik lagi.
Keesokan harinya, Rahman kembali ke lapangan latihan dengan tekad yang lebih kuat. Ia berlatih lebih keras dari biasanya, mengasah kemampuan dribbling, umpan, dan tembakannya. Ia juga berlatih fisik lebih intensif, meningkatkan kekuatan dan daya tahan tubuhnya.
"Rahman, jangan terlalu memaksakan diri," ujar Señor Pablo, pelatih fisik Leganés. "Kamu harus beristirahat yang cukup agar bisa tampil maksimal di pertandingan selanjutnya."
Rahman tersenyum. "Saya tidak apa-apa, Señor Pablo. Saya hanya ingin menjadi lebih baik lagi. Saya ingin membantu Leganés meraih kemenangan di pertandingan selanjutnya."
Señor Pablo mengangguk, ia terkesan dengan semangat dan dedikasi Rahman. Ia yakin bahwa Rahman akan menjadi pemain yang sangat sukses di masa depan.
Rahman terus berlatih tanpa kenal lelah. Ia bertekad untuk bangkit dari kekalahan dan membawa Leganés kembali ke jalur kemenangan.
***********
Usai latihan yang melelahkan di lapangan latihan CD leganes, Rahman memutuskan untuk ke taman kota untuk berlatih dribbling. Ia merasa perlu mengasah kemampuannya dalam melewati lawan, mengingat ketatnya persaingan di Segunda División. Saat sedang asyik berlatih, ponselnya berdering.
"Halo, Jorge," sapa Rahman setelah melihat nama Mendes di layar ponselnya.
"Rahman, kabar baik!" suara Mendes terdengar bersemangat di ujung telepon. "Ada klub Bundesliga yang tertarik padamu. Borussia Dortmund! Mereka terkesan dengan penampilanmu dan ingin membawamu ke Jerman musim depan."
Rahman tertegun sejenak. Borussia Dortmund adalah salah satu klub besar di Jerman, bahkan di Eropa. Bermain di Bundesliga adalah impian banyak pemain sepak bola, termasuk dirinya. Namun, ia segera mengingat janjinya kepada Leganés.
"Señor Mendes, saya sangat berterima kasih atas tawaran ini," jawab Rahman dengan tenang. "Tapi, saya sudah berjanji kepada diri saya sendiri dan CD Leganés bahwa saya akan tetap bersama tim sampai akhir musim ini. Saya ingin membantu CD Leganes meraih promosi ke La Liga dan menjuarai Copa del Rey."
Mendes terdiam sejenak, lalu menjawab, "Aku mengerti, Rahman. Itu adalah keputusan yang terhormat. Aku akan menyampaikan keputusanmu kepada pihak Dortmund. Tapi, aku yakin mereka akan tetap tertarik padamu, bahkan setelah musim ini berakhir."
"Terima kasih, Señor Mendes," ujar Rahman. "Saya akan terus bekerja keras dan berusaha untuk memberikan yang terbaik bagi Leganés."
Mereka mengakhiri percakapan dengan perasaan yang berbeda. Mendes merasa sedikit kecewa karena Rahman menolak tawaran dari Dortmund, namun ia juga menghormati keputusan Rahman untuk tetap setia pada Leganés.
Rahman sendiri merasa lega. Ia telah membuat keputusan yang sesuai dengan hati nuraninya. Ia ingin membalas budi kepada Leganés yang telah memberikannya kesempatan untuk bermain di level profesional. Ia juga ingin membuktikan bahwa ia adalah pemain yang setia dan berkomitmen.
Rahman kembali fokus pada latihannya. Ia menggiring bola melewati cone-cone yang ia susun sendiri, membayangkan dirinya melewati pemain-pemain lawan di pertandingan. Ia bertekad untuk terus meningkatkan kemampuannya, agar bisa menjadi pemain yang lebih baik lagi dan membantu Leganés meraih kesuksesan.
Bersambung...
nanti musim depan duet sama Mas Rohim
/Grin/