"Kau hanyalah sampah yang dipungut dan dijadikan ratu oleh putraku. Bagiku sampah tetaplah sampah! Sampai dunia kiamat pun, aku tidak akan pernah merestui hubungan kalian!"
Cacian begitu menyakitkan telah dilontarkan oleh wanita tua, membuat gadis muda yang bernama Diana Prameswari hanya bisa menangis merutuki nasibnya yang begitu buruk.
Semenjak masih bayi dia sudah terpisah dari orang tua kandungnya, dia ditemukan di semak-semak dan dipungut oleh seorang wanita tua yang tidak memiliki keturunan.
Bertemu dengan seorang pria tampan yang begitu terobsesi oleh kecantikannya dan mengajaknya untuk membina rumah tangga, membuatnya bahagia. Diana berpikir keluarga dari suaminya akan merestui hubungannya, tapi sebaliknya, keluarga suaminya sangat membencinya karena ia hanyalah wanita miskin yang tidak memiliki apa-apa.
Mampukah Diana bertahan hidup bersama keluarga suaminya yang tidak pernah menghargainya?
Penderitaan seperti apa yang dirasakan Diana ketika tinggal bersama mertuanya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ika Dw, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 26. Perasaan Aneh
Semalaman Diva tidak bisa tidur dengan pulas. Dia terbawa oleh bayangan kebersamaannya dengan Alka.
Alka mampu menghipnotis dirinya yang awalnya bersikap jutek menjadi perhatian padanya.
Diva merutuki dirinya, tidak begitu lama mengobrol dengan dokter bedah itu sudah membuatnya uring-uringan, tak tenang.
"Gila, ini benar-benar sudah gila! Kenapa aku jadi kebayang terus sama dia sih, apa hebatnya dia coba? Muka pas-pasan, rumah juga kagak ada, apa yang bisa diandalkan dari seorang dokter Alka. Kalau emang dia kaya, tentunya dia nggak bakalan tinggal di sini."
Diva menggerutu keluar dari dalam kamarnya. Dia berharap tidak bertemu dengan Alka pagi itu. Terlalu sering bertemu dengan pria itu membuatnya yakin tak bisa membuatnya tenang.
Pagi itu ia berniat untuk jalan-jalan pagi keliling komplek, tidak seperti biasanya dia cukup mengelilingi lingkungan rumah hanya untuk melemaskan otot-ototnya, tapi hari itu ia ingin keluar melihat keindahan pemandangan di luar rumah.
"Diva, mau ke mana kamu?"
Indira yang tengah ada di dapur sedang membuat sarapan, berpapasan dengan Diva yang hendak keluar lewat halaman belakang.
Diva menyengir kuda, rencananya ingin keluar secara diam-diam diketahui oleh ibunya, sudah pasti akan banyak drama yang membuatnya gagal untuk keluar rumah.
Indira memang tidak pernah mengizinkannya untuk keluar rumah karena takut banyak orang akan bertanya macam-macam padanya, apalagi dia hamil tanpa memiliki suami.
"Eh Mama, ini ma, aku pengen jalan-jalan di luar. Boleh ya, kalau aku keluar rumah, keliling di sekitar kompleks sini?"
Diva merayu meminta izin untuk diizinkan keluar rumah.
Terlalu lama berada di dalam rumah membuatnya jenuh. Bahkan selama tinggal di rumah dokter Yuda dia tidak pernah keluar rumah sama sekali.
Saat ini tidak ada yang perlu dikhawatirkan, wajahnya juga sudah kembali cantik tidak ada bekas luka ataupun goresan-goresan yang memenuhi wajahnya yang membuatnya tidak percaya diri.
"Boleh sih boleh, tapi kan kalau kamu jalan sendirian Mama nggak tega, nanti kalau ditanya yang macem-macem sama tetangga kompleks gimana? Mama nggak ikut keluar loh Div, ini Mama lagi buat sarapan. Apa tidak sebaiknya kalau kamu keliling rumah aja, kan sama aja," jawab Indira.
Diva mendengus. Di saat ia ingin menikmati udara segar di luar, ada aja alasan ibunya yang tidak rela ia keluar sendirian, padahal ia tidak akan kesasar dan tidak ada niatan buat kabur dari rumah itu.
Ingin sekali ia bisa menikmati hari-harinya dengan jalan-jalan keliling komplek untuk melemaskan otot-ototnya yang kaku, ditambah lagi sangat baik untuk kesehatan baby-nya.
"Oh astaga Mama, tiap hari mengelilingi kolam membuatku bosan. Ayolah Ma, aku janji tidak akan jauh-jauh, hanya keliling komplek sini. Aku juga tidak akan kesasar, Mama tenang aja. Boleh ya Ma, kali ini aja, please!"
Sebagai orang tua, Indira tak tega melihat anaknya sedih. Memang selama Diva bersamanya, ia tidak pernah mengizinkannya keluar, tak ingin membuatnya kecewa, ia pun memutuskan untuk mengalah.
"Baiklah. Kalau kamu ingin keluar, Mama izinkan, tapi janji jangan jauh-jauh, lekaslah pulang, nanti kalau Papa nyariin kamu dan tidak mendapatimu, yang ada mama bakalan diomelin."
Dokter Yuda memang suka kesal saat pulang dan tidak melihat keberadaan Diva.
Begitu sayangnya dokter Yuda, sampai-sampai kebutuhan Diva ia yang penuhi.
"Ini buat sarapan dulu, tadi malam Mama bawakan kamu pizza dari luar, saat pulang kamu udah lelap tertidur. Sebaiknya kamu sarapan dulu, isi perutmu dulu, jangan abaikan kesehatanmu."
Indira menyodorkan sekotak pizza pada Diva, dengan senang hati Diva langsung menerimanya.
"Mama tadi malem pulang jam berapa? Aku tunggu sampai jam sepuluh nggak kunjung datang, aku putuskan buat tidur."
Cukup lama mengobrol dengan Alka sembari menunggu orang tuanya mendadak risih. Alka sudah memiliki istri, dan ia sebagai wanita harus bisa menjaga perasaan istrinya Alka, walaupun wanita itu masih belum diketahui keberadaannya.
Walaupun ia sendiri juga tidak tahu, sudah pernah menikah atau mungkin masih belum, tapi ia cukup yakin sudah pernah menikah, karena jika belum, ia dapatkan bayi diperutnya itu dari mana?
"Mama tiba di rumah sekitar pukul sebelas. Rencananya mau bangunin kamu nganterin pizza, sama Papa nggak boleh, nanti takut ganggu istirahatmu, jadi Mama taruh dapur ini oleh-oleh dari luar."
Diva menarik kursi di dekat meja pantry dan menikmati pizza sebelum memutuskan untuk keluar rumah.
Masih terlalu pagi ia sudah mendapatkan sarapan pizza, benar-benar dimanja oleh dokter Yuda dan keluarganya.
"Jadi tadi malem kamu ditemani ngobrol sama nak Alka, Diva?" tanya Indira.
Diva mengangguk dengan menikmati pizza di meja pantry.
Masih ingat betul obrolan mereka yang bersifat pribadi, namun Diva tak banyak menanggapinya. Ia takut terjebak oleh perasaannya sendiri, apalagi jika sampai ia jatuh hati pada suami orang, bisa bahaya.
Dokter Alka belum dinyatakan duda sebelum menceraikan istrinya, dan ia sendiri tidak mau ceroboh, dikala ingatannya belum pulih, tak ingin menjalin hubungan dengan pria manapun.
"Iya benar Ma. Tadi malem aku emang ditemani oleh dokter Alka. Dia kan baru pulang kerja, waktu itu aku lagi bikin mie kuah di dapur, terus sekalian aku buatkan mie untuknya dan alhasil kita mengobrol bersama."
Indira cukup senang saat mendengar putrinya mau mengobrol dengan Alka, itu artinya Diva sudah tidak lagi bersikap jutek padanya.
Awalnya ia cukup geram dengan Diva yang sombong berniat untuk mengusir Alka dari rumahnya. Padahal Alka terkesan sangat baik dan juga sopan, sangat jarang ditemui pemuda yang begitu baik dan perhatian seperti Alka.
"Syukurlah. Mama ikut senang kalau kamu mau bersahabat dengan dokter Alka. Dokter Alka itu sangat baik Diva, buktinya saja dia mau menemanimu di saat kami nggak ada di rumah. Kalau menurut kamu sendiri, bagaimana tanggapanmu mengenai dokter Alka, Div?"
Diva menautkan alisnya dengan menyuapkan pizza ke mulutnya.
Dia tau pertanyaan ibunya tengah memancingnya untuk menjawab bagaimana perasaannya pada Alka.
"Maksud Mama apa sih, nggak usah tanya yang macam-macam lah, ma. Pastinya dokter Alka baik, yakali aja ada dokter galak, yang ada malah nggak laku. Ini aku udah mengisi perutku, sekarang izinkan aku keluar sebentar. Dadah Mama."
Diva langsung melambaikan tangannya bergegas keluar meninggalkan Indira.
Indira hanya terbengong dengan menatap punggungnya yang sudah berlalu keluar dari dapur.
Berlama-lama dengan ibunya tidak aman buat jantungnya.
Semalaman ia bahkan sudah dibuat kelimpungan oleh bayangan-bayangan kebersamaannya dengan sang dokter.
"Dasar anak bandel, bisa-bisanya dia mengabaikanku. Awas aja kamu, jangan panggil aku mama kalau nggak bisa buat kamu jatuh cinta sama Alka!"