Nayanika memang tidak pandai mencari kekasih, tapi bukan berarti dia ingin dijodohkan.
Sialnya, kedua orangtuanya sudah merancang perjodohan untuk dirinya. Terpaksa Naya menikah dengan teman masa kecilnya itu, teman yang paling dia benci.
Setiap hari, ada saja perdebatan diantara mereka. Naya si pencari masalah dan Sagara si yang paling sabar.
⚠️NOTE: Cerita ini 100% FIKSI. Tolong bijaklah sebagai pembaca. Jangan sangkut pautkan cerita ini dengan kehidupan NYATA.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon widyaas, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 18
Sagara menatap dua pria yang duduk di depannya dengan datar. Mereka adalah temannya, Ega Kusuma dan Gerry Maheswara. Mereka berteman sejak kecil, namun terpisah karena Sagara pergi ke luar negeri. Lalu mereka dipertemukan kembali ketika Sagara baru menginjakkan kaki ke tanah air. Terlebih sekarang mereka sama-sama pemimpin perusahaan, jadi mereka sering bertemu di pertemuan penting.
"Mau apa kalian?" tanya Sagara tanpa basa-basi. Melihat raut wajah mereka berdua yang menyengir lebar, membuat perasaan Sagara tak enak.
Ega dan Gerry bukanlah manusia pendiam. Meski sudah tua, mereka selalu jahil dan banyak tingkah. Sifat keduanya begitu bar-bar, seperti Naya. Pantas saja mereka belum menikah, sepertinya tidak ada yang betah dengan sifat mereka.
"Nanti malam, kamu harus datang!"
"Malas. Saya banyak urusan. Jangan maksa," ujar Sagara.
Ega berdecak. "Semenjak menikah, kamu jadi jarang ada waktu buat main, ya? Suami takut istri." Ia berdecih.
"Kalau kamu menikah, pasti akan merasakan apa yang saya rasakan," balas Sagara. "Mulut mu bisa berkata seperti itu karena kamu belum menikah."
"Sudah-sudah." Gerry melerai, dia menatap Sagara dengan tatapan permohonan. "Kita sudah lama gak kumpul, luangkan waktu mu sebentar aja. Istrimu juga pasti ngerti kok," bujuknya.
"Sekali tidak tetap tidak."
"Berarti benar apa kataku, kamu itu suami takut istri. Laki-laki takut sama perempuan? Yang benar aja, Gara! Di mana letak rasa malu mu? Hilang sudah harga diri seorang pria kalau sampai takut dengan wanita. Ada-ada aja!" Ega mencibir. Dia menatap remeh Sagara.
"Kami cuma mau kamu kumpul sama kami. Lagi pula gak setiap hari juga, kan?" lanjutnya.
Sagara menghela nafas. Kedua manusia ini, kalau permintaan nya tidak dikabulkan, pasti akan terus mengganggunya.
"Fine!"
Ega dan Gerry tersenyum puas mendengar jawaban Sagara. Inilah yang mereka tunggu-tunggu sejak tadi.
Sagara berpikir, benar apa yang dikatakan temannya. Dia sudah jarang berkumpul. Dulu, dua kali seminggu, mereka akan berkumpul di sela kesibukan. Jadi, bukankah tidak ada salahnya dia menerima ajakan tersebut?
Pesta ulang tahun rekan bisnis mereka yang memang seumuran dengan mereka. Sagara memang diundang, awalnya dia memutuskan untuk tidak hadir, tapi dua curut ini datang memaksanya.
"Jangan ajak istrimu. Hargai temanmu ini yang belum nikah. Di sana juga dia gak akan kenal siapapun," ujar Ega.
"Hm."
Lebih baik iyakan saja daripada telinganya panas mendengar ocehan kedua temannya itu.
****
Luka kena pisau, luka bakar, semuanya sudah Naya dapatkan. Tapi, itu tidak membuat Naya menyerah.
Hari ini dia mencoba memasak menggunakan resep yang Arunika berikan. Resep itu sudah Arunika buat sesimpel mungkin. Selain itu juga, Arunika menuliskan langkah-langkahnya, jadi Naya tidak terlalu kesulitan dan bingung.
Dapur sudah sangat berantakan. Tapi Naya acuh saja. Dia harus memastikan masakannya matang sempurna, baru dia akan membereskan kekacauan yang ia buat.
"Ini udah matang belum, sih?" Kening Naya mengerut. Ia pun mencoba mengambil sedikit dan mencicipi nya.
"Umm ... kurang garam."
Naya benar-benar fokus pada masakannya. Hari ini dia hanya masak ayam kecap. Ceritanya dia merevisi masakan ayam kecap yang beberapa hari lalu kebanyakan kecap. Sekarang sepertinya dia berhasil, karena warnanya yang cantik dan juga rasanya pas. Resepnya juga berbeda dari yang kemarin.
"Beres!" Dia tersenyum lebar.
Setelah memindahkan masakannya ke piring, kini Naya sibuk mencuci peralatan yang kotor.
Hingga 15 menit kemudian, semuanya sudah bersih dan rapi. Naya juga menyajikan gorengan yang dia beli tadi, sebagai pelengkap. Tidak ada sayur hari ini. Tak apa, Sagara pasti memakluminya.
Naya melihat jam dinding, ternyata sudah jam 7 malam. Dia belum mandi dan pastinya bau keringat.
"Biasanya jam segini Sagara udah pulang. Kok belum, ya?" gumamnya.
Sambil menunggu Sagara pulang, Naya pun memilih membersihkan diri.
****
Sepuluh menit, dua puluh, tiga puluh menit, hingga dua jam lamanya Naya menunggu kepulangan Sagara. Tapi pria itu tidak datang-datang.
Naya menatap masakannya yang sudah dingin. Dia lapar, tapi tidak selera makan, karena niatnya dia ingin makan malam bersama Sagara. Jam sudah menunjukkan pukul sembilan, harusnya Sagara sudah pulang.
"Dia ke mana?" lirih Naya.
Ia mengambil ponselnya yang sedari tadi di cas. Karena sibuk memasak, Naya tidak menyentuh ponselnya sampai sekarang.
Saat menyalakan wifi, notifikasi pesan dari Sagara baru masuk.
Sagara: Maaf, saya pulang terlambat malam ini. Saya menghadiri acara ulang tahun rekan bisnis saya. Sebentar, gak akan lama.
Bohong. Nyatanya sampai jam sembilan, dia belum pulang juga. Pesan itu dikirim saat jam 5 sore.
Naya menghela nafas kasar. "Tau gini, aku gak mau repot-repot masak. Awas aja kalau udah pulang, aku cekokin dia sampai perutnya buncit!" gerutu Naya.
Dia kesal dan juga sedih, tapi rasa kesal lebih mendominasi. Sebagai perempuan spek hulk, Naya tidak mau membuang-buang air matanya demi Sagara. Tentunya Naya tidak akan menerima begitu saja, dia pasti akan membalas perlakuan Sagara nanti.
Naya masuk kamar dan mengunci pintunya. Dia sudah mengantuk, bodo amat kalau kelaparan. Mood nya sedang buruk sekarang.
Di sisi lain, Sagara mengemudikan mobilnya dengan pelan. Kedua temannya memaksanya untuk minum. Untungnya Sagara kuat-kuat saja. Meski masih sadar, Sagara tidak mau melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi.
Drrtt drrtt...
Sagara mengambil ponselnya. Dia mengerut melihat nama yang tertera di sana.
"Hm?"
"Di mana, Mas?"
"Jalan."
"Kamu habis dari pesta, kan?" Itu suara Rahayu.
Sagara terdiam. Bagaimana adiknya itu bisa tau?
"Kamu gak ajak Naya?"
"Dari mana kamu tau?"
Rahayu mendengus. "Mas, aku emang adik kamu, tapi aku lebih waras dari pada kamu, ya! Ini aku lagi nahan diri buat gak ngadu ke Eyang Kakung tau!"
Sagara lupa, teman Rahayu itu ada dimana-mana, pasti lah temannya yang memberi tahu.
"Gak usah aneh-aneh," ujar Sagara.
"Kamu minum juga, kan?! Setan kamu, Mas. Bukan cuma ke Eyang Kakung, aku juga bakal ngadu ke papa!"
"Cuma sedikit. Sudah, gak perlu seperti itu, jangan seperti anak kecil, Rahayu."
"Terserah deh. Semoga aja kamu dikunciin Naya!"
Tut!
Sambungan terputus. Sagara kembali mengantongi ponselnya.
Kelihatannya aja kalem, aslinya Rahayu itu suka mengadu. Tapi, sebenarnya dia hanya mengancam Sagara saja, dia tidak benar-benar mengadu pada Eyang Kakung. Kecuali kalau dirinya memang sedang kesal sekali.
Sagara turun dari mobilnya, lalu masuk ke dalam rumah melalui pintu yang terhubung dari garasi.
Sejenak dia terdiam karena rumah sudah sepi, biasanya akan ada sura tv yang menyala. Sepertinya Naya sudah tidur, pikirnya.
Sagara melangkahkan kakinya menuju dapur. Pandangannya beralih menatap tudung saji, dia melangkah mendekat dan membukanya.
"Dia masak?" gumam Sagara.
"Loh, masih ingat rumah, Kangmas?"
bersambung...
Mumpung hari senin, jgn lupa kasih vote nya yaa🤭