NovelToon NovelToon
HAZIM

HAZIM

Status: sedang berlangsung
Genre:cintapertama / Keluarga / Persahabatan / Romansa
Popularitas:2.7k
Nilai: 5
Nama Author: Haryani Latip

Awal pertemuan dengan Muhammad Hazim Zaim membuat Haniyatul Qoriah hampir terkena serangan Hipertensi. Meski gadis itu selalu menghindar. Namun, malangnya takdir terus mempertemukan mereka. Sehingga kehidupan Haniyatul Qoriah sudah tidak setenang dulu lagi. Ada-ada saja tingkah Hazim Zaim yang membuat Haniyatul pusing tujuh keliling. Perkelahian terus tercetus diantara mereka mulai dari perkelahian kecil sehingga ke besar.

apakah kisah mereka akan berakhir dengan sebuah pertemanan setelah sekian lama kedua kubu berseteru?
Ataukah hubungan mereka terjalin lebih dari sekadar teman biasa dan musuh?

"Maukah kau menjadi bulanku?"

~Haniyatul Qoriah~

🚫dilarang menjiplak

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Haryani Latip, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Hujan

...Mungkin hari ini kita merasa...

...sendiri, sepi, dan sedih, tapi ...

...yakin-lah bahwa Tuhan tidak...

...akan meninggalkan ...

...hambanya....

...🍃🍃🍃🍃...

Gerimis mistis membasahi bumi, kota ini diguyur hujan lagi. Ini bukan pertama kalinya hujan di pagi hari. Karena musim hujan telah di mulai. Dan awan kelabu akan betah selama beberapa hari menjadi atap di kota ini.

Aaashing!

Haniyatul duduk di pinggir kasurnya dengan seluruh badan ditutupi selimut tebal berwarna biru. Hari ini sudah masuk hari ke lima ia demam. Dan selama lima hari juga ia tidak pergi ke sekolah. Dan, selama itu juga Ainul yang merangkap sebagai sahabat baiknya tidak pernah meneleponnya walau hanya sekadar bertanya kabar, apakah Haniyatul baik-baik saja.

Pintu terbuka sehingga menampakkan sosok wanita berusia paruh baya yang dikenalnya.

"Makan bubur, nak." Aida meletakkan sepiring bubur berlauk telur rebus di atas nakas.

Haniyatul menggeleng. Ia tidak ingin makan--atau lebih tepatnya ia tidak nafsu makan. Tenggorokannya terasa perih saat menelan ludah. Bahkan ia sekarang mengalami sakit kepala yang membuatnya ingin tidur sepanjang hari.

"Buburnya dimakan ya, nak. Setelah itu, makan obat biar cepat sembuh," bujuk Aida.

Melihat sang ibu yang bersikukuh dengan ucapannya. Akhirnya Haniyatul pun pasrah. Ia menyuapkan sesendok bubur ke dalam mulutnya. Memaksa menelan bubur tersebut yang terasa hambar.

"Beberapa suap lagi," titah Aida. Dan Haniyatul pun menurutinya.

Hujan yang tadinya gerimis, kini berubah menjadi deras, tiada halilintar, hanya saja angin sepoi terkadang menyapa lembut ke wajah. Dinginnya cuaca tak membuat seorang makhluk Tuhan berlindung mencari tempat teduh, ia membiarkan dirinya berada dalam kehujanan. Mungkin, dengan cara ini ia bisa berpikir jernih. Zaim mengepalkan tangannya. Sembari mengingat kembali kejadian semalam.

"Za, stop!" Suara Aydan menghentikan langkah kaki Zaim yang tadinya melaju.

Zaim menoleh kearah Aydan. Ia tak pula bertanya niat Aydan memanggilnya karena ia tahu maksud temannya itu memanggilnya tanpa harus dijelaskan padanya.

"Za, kamu marah?" tanya Aydan.

"Marah?" Zaim tersenyum sinis.

"Marah kenapa?" Zaim balik bertanya.

"Apa kamu marah karena aku juga menyukai Haniyatul?" sungguh berani sekali Aydan berkata demikian. Ia sudah tidak menghiraukan lagi apakah lelaki yang berada di hadapannya kini akan murka dengan ucapannya atau tidak. Karena mulai sekarang semuanya harus jelas dan tuntas.

Zaim tertawa jahat. Merasa lucu dengan ucapan sahabatnya tadi. " Marah? Marah karena kamu menyukai Hani? Jujur aku katakan, aku tidak marah sama sekali. Itu hakmu, tapi yang membuatku marah, karena kamu berbohong, Dan. Setiap kali aku bertanya apakah kau menyukai Hani, jawabanmu selalu tidak. Apa kamu mengira aku akan bahagia di atas penderitaan sahabatku sendiri? Kamu membuat aku terlihat kejam Dan,"

Aydan bergeming, ia sadar, teramat sadar di mana letak kesalahannya. Selama ini ia berusaha membohongi dirinya, namun di sisi lain sebenarnya ia juga membohongi sahabatnya. Ia mengira akan baik-baik saja jika Haniyatul bersama dengan Zaim. Namun, dugaannya salah. Rasa cinta yang dititipkan Tuhan padanya, tidak semudah itu untuk di hapus atas nama persahabatan. Kini Aydan benar-benar merasa bersalah, ia tidak bisa lagi menjelaskan segalanya, dan hanya bisa memerhatikan sosok Zaim yang kian menjauh darinya.

"Aaaaaaaaaaaaaarggggghhh!"

Suara teriakan Zaim seiring dengan dentuman kilat di langit. Membuyarkan lamunannya. Pakaiannya basah semua, bibirnya pucat karena kedinginan. Namun, kondisinya itu tak membuat Zaim ingin beranjak masuk kerumah, ia lebih memilih duduk di bangku kayu yang ada di halaman rumahnya. Tidak peduli sederas apa hujan saat ini, karena sekarang pikirannya benar-benar kacau.

*

"An, tunggu!"

Ainul menoleh ketika mendengar namanya di panggil, ia menghentikan langkah kakinya tepat di depan kantor guru.

Suraya berlari kecil mendekati Ainul.

"An, hari ini Zaim datang tidak?" tanya Suraya sembari masih mengatur napas. Berusaha mencari pasokan oksigen agar masuk ke dalam paru-parunya.

"Tidak tau." Ainul mengangkat kedua bahunya.

"Lah, kok tidak tau," wajah Suraya terlihat cemberut. Mereka berdua berjalan beriringan ke kelas.

"Emang kenapa?" tanya Ainul. Dipelukannya meringkus dua buah buku yang cukup tebal.

Suraya tersenyum sehingga memperlihatkan beberapa batang giginya.

Dari senyuman Suraya, Ainul sudah bisa menebak perasaan Suraya pada Zaim seperti apa.

Setiba di kelas, Ainul langsung meletakkan tasnya di kursi kosong urutan ke dua. Ia melirik sekilas kearah kursi kosong milik Haniyatul yang berada dekat dengan jendela.

"Hari ini dia belum datang juga," ucap Suraya.

"Siapa?" tanya Ainul. Berpura-pura tak mengerti ucapan Suraya tadi.

"Haniyatul, sahabat baikmu,"

Ainul terdiam. Mencari-cari kalimat yang cocok untuk ia ucapkan.

"Sahabat? Mungkin bukan sahabat lagi," lirih Ainul.

Mata Suraya melebar, ia tidak bisa menutupi rasa gembiranya. Jika Ainul tidak berteman lagi dengan Haniyatul, berarti ia berpeluang menjadi sahabat Ainul dan sekaligus bisa lebih dekat dengan Zaim. Dalam arti kata lain, sambil menyelam minum air.

"Jadi, aku bisa bersahabat denganmu, kan, An?"

Perlahan Ainul menganggukkan kepalanya. Walau masih terlihat ragu.

*

Aaashing!

"Makanya, jangan main hujan. Kayak bocil aja, padahal sudah SMA loh," ucap Fitriah. Di tangannya terdapat nampan dengan semangkuk bubur ayam dan air putih.

Zaim mengambil tisu yang berada di atas nakas. Lalu mengelap ingusnya yang meleleh. Berulang kali ia mengomeli dirinya di dalam hati karena kemarin memilih untuk kehujanan di halaman rumah. Jika saja ia tidak kehujanan sudah tentu ia tidak akan demam begini.

"Nih, dimakan, jangan di buang atau tinggal dingin." Fitriah menyodorkan nampan yang di pegangnya tadi pada Zaim.

"Iya, Umi," Zaim menjawab dengan lemah. Ia menyuap beberapa sendok bubur ayam tersebut ke dalam mulutnya.

Fitriah mengambil posisi duduk di pinggir kasur. Di sebelah anaknya.

"Kamu tau, saat Tuhan memberi kita masalah, Tuhan bukan menginginkan kita berpikir keras supaya bisa menyelesaikan masalah tersebut. Tapi, Tuhan ingin kita sabar, sabar dan menyerahkan segalanya padanya." Fitriah mengelus puncak kepala anaknya sembari tersenyum.

"Za, tidak punya masalah, Umi. Za, baik-baik saja. Semua berjalan lancar kok," dalih Zaim. Ia tidak pula menghentikan aktivitasnya.

"Ibu tau, ibu hanya bilang saja," ujar Fitriah. Ia tahu, anaknya itu tidak ingin menceritakan masalahnya. Namun, Zaim lupa bahwa insting seorang ibu senantiasa benar.

Kehidupan di dunia ini terkadang hanya menceritakan dua hal, bahagia atau derita. Sudahkah kita bahagia hari ini? Sudahkah kita tertawa hari ini? Atau menangis lah jika itu bisa membuatmu lega. Tapi jangan lupa pada yang memberi kebahagiaan, tawa, dan air mata. Senantiasa lah kembali pada-Nya. Jangan bertindak bodoh ingin mengakhiri segalanya jika derita mengimpit, dan jangan lupa bersyukur atas karunia-Nya jika bahagia datang meski di akhir. Karena cerita kehidupan tidak selalu berakhir duka.

Langkah kaki seorang perempuan berjilbab syar'i berwarna putih melewati lapangan sekolah. Menggendong tas ransel berwarna hitam. Dan membawa beberapa buku paket yang bertuliskan Matematika, dan Biologi pada sampul buku tersebut.

"An," Haniyatul memanggil Ainul ketika melihat sahabatnya itu berada di hadapannya. Namun, sayang. Ainul bahkan tak menoleh ke arahnya.

"An, Ainul!" teriaknya pula. Tetapi, langkah kaki Ainul semakin melaju. Haniyatul mengekori Ainul hingga tiba di kelas.

"Ainul," panggil Haniyatul sekali lagi. Kali ini ia mendekati sahabatnya itu.

"Kamu kenapa?" tanya Haniyatul pula. Namun, Ainul masih juga tidak merespon ucapannya.

Karena kebingungan dengan sikap Ainul yang tiba-tiba berubah, Haniyatul pun memilih untuk diam dan menuju ke arah mejanya yang berada di sebelah Ainul.

"Mulai sekarang tempat duduk itu milik Suraya," lirih Ainul. Ia tidak melihat ke arah Haniyatul. Tetapi, hanya menunduk melihat ke arah mejanya.

Mata Haniyatul melebar, ia tidak bisa menyembunyikan rasa terkejutnya.

"Jadi, aku duduk di mana?" tanya Haniyatul. Ia benar-benar tidak mengerti dengan situasi saat ini.

"Di belakang." Ainul menunjuk ke arah kursi yang berada di barisan ketiga.

"An, kamu kenapa?"

Plak!

Ainul menepis tangan Haniyatul ketika gadis itu menyentuh bahunya.

"Kalau ada masalah bilang dong, jangan seperti ini," emosi Haniyatul mulai berada di ujungnya, tinggal menunggu waktu saja untuk meledak, karena ia tidak tahu di mana letak kesalahannya.

"Mulai hari ini, kita bukan sahabat lagi," ucap Ainul. Suaranya bergetar karena menahan marah.

Haniyatul bergeming. Ia merasa bagaikan disambar petir di siang bolong.

"An, maksud kamu apa? Kamu kenapa, An?" raut wajah Haniyatul terlihat gelisah. Ia tidak tau harus bagaimana. Karena pokok permasalahannya ia juga tidak tahu.

"Kamu mau tau kenapa aku jadi begini? Aku begini karena kamu, Han, kamu! Selama ini kamu berbohong, kamu bilang kamu tidak punya perasaan dengan Aydan, kamu bilang Aydan mungkin punya rasa denganku. Kenapa kamu membuatku berharap, Han!" Ainul menutup wajahnya dengan kedua tangannya. Ia tak kuasa lagi menahan air matanya.

Haniyatul terdiam. Karena memang sebelumnya ia punya perasaan dengan Aydan. Tapi, itu dulu. Namun, Haniyatul tidak pernah mengatakan hal tersebut pada Ainul karena tidak ingin jika Ainul kecewa.

"Tapi, ucapanku tempo hari tentang Aydan punya rasa denganmu itu serius, ak---"

"Aydan suka sama kamu, Han," ujar Ainul dalam tangisan. Lalu Ainul meninggalkan Haniyatul sendiri dalam kebingungan.

Tidak! Tidak mungkin Aydan suka sama aku.

Haniyatul terduduk di atas kursi

dalam keadaan lemah. Pikirannya mengimbau kembali kenangan beberapa bulan yang lalu.

"Han, kayaknya Aydan suka ke kamu deh," ucap Ainul. Lalu menyeruput es Milo yang dipesannya tadi.

"Maksud kamu?" Haniyatul menghentikan aktivitasnya yang saat itu sedang menyantap nasi kuning yang dibawanya dari rumah.

Riuh gemuruh suara siswa di kantin membuat suara mereka tenggelam dalam keramaian. Sesekali Haniyatul akan meminta Ainul mengulangi ucapannya karena tidak mendengar suara Ainul dengan jelas.

"Tadi, sewaktu makan. Aydan sering melirik ke sini," jelas Ainul pula. Dari raut wajahnya terlihat rasa cemburu yang tak bisa ditutupi.

"Jangan-jangan melirik ke kamu," ujar Haniyatul pula.

"Tapi, ini bukan yang pertama dia melirik ke sini, hal ini berulang kali terjadi bahkan saat kita bertemu di perpustakaan atau sekadar berpapasan,"

"Menurutku dia melirik ke arahmu. Mustahil dia melirik ke arahku." Haniyatul tersenyum.

"Serius? Menurutmu, Aydan punya rasa tidak denganku?" tanya Ainul dengan antusias sekali.

"Bisa jadi, ciee,"

Wajah Ainul memerah saat Haniyatul mengusiknya, harapannya untuk memiliki Aydan bisa saja menjadi nyata.

"Han, itu kursi ku,"

Ucapan Suraya menyadarkan Haniyatul dari lamunannya.

Tanpa basa-basi Haniyatul langsung beranjak pergi dengan masih menggendong tas ranselnya. Ia mencari-cari sosok Ainul yang entah ke mana. Ia ingin menjelaskan segalanya.

Namun, begitu tiba di lapangan. Ia malah bertemu dengan Aydan dan Mukhlis. Haniyatul berniat menghindari lelaki itu. Akan tetapi, suara Aydan menghentikan langkahnya.

"Han, ada yang ingin kukatakan,"

Haniyatul menoleh ke arah Aydan. Dahinya berkerut. Hingga hampir saja keningnya bertaut menjadi satu.

*

Gerimis di siang hari, awan kelabu mulai menutup sinar matahari, namun tidak secara keseluruhannya. Para siswa berlari kecil mencari tempat teduh. Menghindar dari terkena rembesan hujan yang di bawa bersama angin. Di koridor kelas, terlihat Aydan dan Haniyatul yang sedang berdiri dengan jarak lima langkah, di samping Aydan terdapat Mukhlis. Sedangkan di sebelah Haniyatul pula terdapat Lindah yang terpaksa diseret untuk ikut bersamanya.

"Cepat atau pun lambat, kamu pasti akan tau juga, tapi aku ingin kamu mendengar langsung dari mulutku," ucap Aydan. Pandangannya lurus ke depan. Memandang air hujan yang jatuh membasahi bumi.

Haniyatul terdiam seraya menundukkan wajahnya.

"Aku menyukaimu," kalimat yang sederhana tanpa embel-embel. Tapi, itu sudah cukup membuat Haniyatul mendongakkan kepalanya. Melihat ke arah sosok lelaki yang dengan santainya mengatakan suka.

Lindah menutup mulutnya dengan kedua tangannya. Sungguh ia tidak menduga akan mendengar kalimat itu meski tidak ditujukan padanya. Sesekali Lindah celingak-celinguk melihat ke arah sekelilingnya. Takut-takut jika ada yang mendengar ucapan Aydan tadi.

"Sejak kapan?" Lirih Haniyatul. Ia menatap ujung sepatunya.

"entahlah, aku juga tidak tau sejak kapan." Aydan menghela napas panjang.

"Jadi, Ainul bagaimana?" Haniyatul memejamkan matanya saat mengucapkan kalimat itu. Ia tahu Ainul pasti terluka. Sangat terluka.

Aydan terdiam. Tiada reaksi terkejut sama sekali di wajahnya.

_____________tobe continue___________

1
Ai
mampir, Thor
Tetesan Embun: terima kasih 🥰🙏
total 1 replies
👑Queen of tears👑
bakal sad boy ini zaim 🥴
👑Queen of tears👑
aku bersama mu aydan,,sm² penasaran 🤣🤣🤣
👑Queen of tears👑
nyeeessss/Brokenheart/
👑Queen of tears👑
huhf,,,😤
👑Queen of tears👑
ehmmm🧐
👑Queen of tears👑
kannnn rumit cinta segi delapan itu🧐😎
👑Queen of tears👑
menyukai dalam diam itu sungguh menyiksa kantong
👑Queen of tears👑
temannya aydan,,,mmm cinta segi delapan ini🧐
👑Queen of tears👑
banting Hani🤣🤣
👑Queen of tears👑
nikotin mulai keluar🤣🙈
👑Queen of tears👑
no Hani
but Honey hehehe gak sayang juga sih tapi madu hahahahaha 🤣✌️
👑Queen of tears👑
dingin..dingin tapi peduli m kucing😍
mmm...jdi pengen dipeduliin 🙈
👑Queen of tears👑
hmmmm,,aku mulai menemukan radar disini🧐🧐😎
👑Queen of tears👑
cinta pada pandangan pertama,,dari merangkak naik kemata/Drool/
Rinjani Putri
hallo KK author ijin tinggalkan jejak bintang ya disini
Tetesan Embun: silakan kak, makasih🤗
total 1 replies
Floricia Li
ketat bgt aturannya 😭
Floricia Li
lucu bgt hani 😭😭
Floricia Li
heh ngapain ditarik 🤣🤣
Floricia Li
lucuu bgt masi ada kunang kunang
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!