Isteriku, Canduku

Rocky memarkirkan mobil Maminya di basement apartemen.

Begitu kedua orang tuanya memutuskan untuk menemani Lisa dirumah sakit, dirinya juga memutuskan untuk menemui kekasihnya Angelia malam itu juga, ingin memperjelas langsung mengenai kebenaran yang disampaikan oleh Maminya.

Ia tidak akan bisa tidur sebelum memastikan sendiri kebenarannya, bila sang kekasih adalah anak dari mantan selingkuhan sang papi.

"Angelia pasti sudah pulang jam segini," gumamnya seorang diri sambil melirik arlojinya yang sudah menunjukan pukul dua dini hari.

Ting!

Pintu lift terbuka. Rocky segera melangkah keluar, koridor apartemen lantai dua belas nampak lengang sepanjang dirinya melangkah menuju unit apartemen milik Angelia yang ia beli.

Ceklek.

Pintu terbuka pelan, lalu bergeser kekanan hingga membuka lebar, setelah Rocky menempelkan kartu akses apartemen ditangannya ke platform magnet yang diberikan Angelia khusus untuknya.

Hening dan sepi, itu pertama kali yang disuguhkan begitu Rocky masuk, lalu menutup pintu dibelakangnya dengan pelan.

Rocky menghampiri meja bar, nampak beberapa kaleng bir berserakan diatasnya. Botol wine bersisa seperempat dari isinya dan dua gelas kosong kotor disisi botol, menandakan baru saja ada orang yang menggunakannya untuk berpesta.

Dari sana samar-samar ia mendengar suara-suara aneh yang sangat mencurigakan. Dengan langkah hati-hatinya, Rocky melangkah mendekat menuju sumber suara.

"Apa ini?" Rocky berjongkok. Dibantu sinar redup apartemen, ia memungut bra berwarna pink dan satu kain segitiga laki-laki yang teronggok dibawah sepatunya.

"Damn it!" hati Rocky tiba-tiba terbakar setelah memastikan benda apa yang ia pungut itu, apalagi erang an erang an Angelia kian santer terdengar didalam sana.

Rocky menghempaskan dua benda menjijikan itu kesembarang arah dengan hati panas membara.

Pintu kamar yang lupa dikunci segera didorong kasar oleh Rocky.

BRUAK!!!

Bukan hanya Rocky, dua pasang manusia yang sedang bergulat panas dan saling menunggangi itu turut tersentak kaget melihat kearahnya.

"Siapa kalian?!" marah Rocky kaget, melihat sepasang manusia tanpa busana yang tidak dikenalnya. Padahal baru saja ia mendengar suara kekasihnya didalam kamar itu bersama seorang laki-laki.

"Breng sek! Kamu yang siapa bodoh!" Laki-laki yang ditunggangi itu menurunkan perempuan bule dari atas tubuhnya lalu mendekati Rocky dengan sempoyongan, berniat menghajarnya.

Bugh! Bugh! Bugh!

Tiga pukulan Rocky berhasil menghantam rahang dan hidung pria itu hingga terpental jatuh ketempat tidur, menimpa wanita bule yang bersembunyi dibalik selimut.

"Dasar laki-laki mesum ke-pa-rat!" Rocky kembali menarik laki-laki itu dari ranjang dengan emosi, lalu pukulan-pukulannya kembali bersarang beberapa kali diwajah dan perut pria yang setengah mabuk itu hingga tidak ada perlawanan berarti.

"Pergi dari sini! Aku membeli apartemen ini bukan untuk kalian berbuat mesum disini! Pergi!" usir Rocky marah sambil menendang bokong pria bugil itu yang berlari terbirit-birit memungut pakaiannya yang berserakan dilantai kamar hingga diluar kamar.

Masih dengan raut kesalnya Rocky berbalik, memandang wanita cantik yang sangat familiar rupa wajahnya itu.

"Apa kamu berniat menggantikan pemuda itu tadi? Aku belum terpuaskan gara-gara gangguanmu, Sayang." ucap wanita itu tanpa merasa malu sedikitpun, memandang Rocky dengan senyum menggoda dari balik selimut tebal yang menutupi tubuh bu gilnya.

Seketika perut Rocky berasa mual mendengar tawaran menjijikan itu. Apalagi suara wanita itu begitu mirip dengan warna suara Angelia, kekasihnya, membuatnya yakin bila itu adalah mantan selingkuhan ayahnya, ditambah lagi wajahnya sangat mirip dengan Dirly.

"Perempuan tua tidak waras!" maki Rocky bergidik ngeri lalu bergegas pergi sambil membanting pintu kamar begitu keras dibelakangnya.

"Oh, dia begitu manis, mirip sekali dengan ayahnya waktu muda dulu. Pantas saja Angelia tergila-gila padanya," seringai wanita itu dari balik selimut dengan tawanya yang membahana.

Sepanjang perjalanan menuju parkiran mobilnya, Rocky terus menghubungi Angelia, tapi wanita itu sama sekali tidak mengangkatnya, membuat seribu tanya dalam benak Rocky.

...***...

"Pak Dirly!"

Dirly menghentikan langkahnya saat seseorang memanggil namanya. Ia menoleh kesisi kiri, mendapatkan manager keuangan sedang berjalan kearahnya.

"Saya titip invoice ini untuk PT. Nuansa Jaya, karena saya dengar dari nona Yuliana besok pak Dirly dan pak Rocky akan ke PT. Pilar Energi untuk mengirim langsung alat beratnya kebetulan satu arah dengan PT. Nuansa Jaya. Tidak apa-apa kan?" sambil menyodorkan berkas yang ia bawa.

"Tidak masalah pak Dinata," Dirly gegas menyambut apa yang diberikan padanya sambil mengulas senyum ramahnya.

"Apa masih ada lagi?" Dirly kembali bertanya ramah.

"Tidak ada, terima kasih." sahut pria paruh baya itu, nampak gelisah karena ponsel dalam sakunya terus saja berdering.

"Baiklah, saya naik dulu Pak, sedang ditunggu pak Direktur," pamit Dirly, lalu masuk kedalam lift yang terbuka.

Sekilas, ia melihat sang manajer keuangan itu berjalan tergesa-gesa sambil mengangkat ponselnya yang sedari tadi terus berdering minta diangkat dari celah pintu lift yang perlahan tertutup rapat.

Ting!

Dirly gegas keluar begitu pintu lift dihadapannya terbuka lebar. Dengan langkah ringannya, menuju meja sekretaris direktur sebelum menghadap sang direktur dingin.

Disamping meja sang sekretaris, Dirly berdiri dengan sabar, menunggu Yuliana yang tengah fokus berbicara lewat ponselnya, wanita itu sama sekali tidak menyadari kehadirannya.

📞"Tidak bisa begitu Mas, perutku semakin hari semakin membesar. Aku harus bagaimana?" ucapnya begitu cemas.

📞"....."

📞"Kamu kejam Mas. Ini anak kita," Yuliana membekap mulutnya menahan tangis yang hendak meledak.

Dirly serba salah. Ia memundurkan langkahnya hingga beberapa langkah kebelakang, tidak ingin dituduh menguping. Tubuhnya seketika limbung saat punggungnya menabrak seseorang dibelakangnya.

"P-pak Direktur--" kaget Dirly, ia tidak tahu bagaimana pria dingin itu tiba-tiba saja ada dibelakangnya.

"M-maaf Pak, saya tidak melihat--" ucap Dirly lagi sembari membungkuk. Ucapannya belum lagi selesai, kembali dikagetkan tindakan tidak terduga sang direktur.

"Berikan ponselmu," Gusman mengulurkan tangannya pada Yuliana.

"M-maaf Pak. I-ini--"

Gusman gegas merampas benda pipih itu dari tangan Yuliana, lalu menempelkannya pada daun telinganya, membuat sekretarisnya seketika menegang dengan wajah pucat pasi.

📞"...."

📞"Rupanya kamu laki-laki yang tidak bertanggung jawab itu. Sekarang juga, datang keruanganku dalam waktu lima menit," perintah Gusman tegas dengan raut dingin.

Bersambung...👉