🌹Alan Praja Diwangsa & Inanti Faradiya🌹
Ini hanya sepenggal cerita tentang gadis miskin yang diperkosa seorang pengusaha kaya, menjadi istrinya namun tidak dianggap. Bahkan, anaknya yang ada dalam kandungannya tidak diinginkan.
Inanti tersiksa dengan sikap Alan, tapi tidak ada yang bisa dia lakukan selain berdoa.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Red Lily, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Masih di fase ini
🌹VOTE🌹
Selepas sholat subuh, Inanti tidak sempat membaca al-Quran dikarenakan bayinya terbangun.
"Hei, anak Mama sudah bangun. Mau mimi ya?" Inanti menyusuinya sambil duduk.
Beruntungnya, semalaman Nadia sangat nyenyak. Di luar yang hujan dingin, Inanti dan bayinya tidur dengan nyaman semalam.
"Uh, anak Mama lapar ya?"
Manik Nadia terbuka, memperlihatkan matanya yang bulat indah mirip dirinya.
"Anak Mama Sayang….," Ucap Inanti menimang penuh kasih sayang.
Sambil melantunkan sholawat sampai matahari mulai terbit, Nadia kembali tertidur. Tahu sinar matahari sangat bagus untuk bayi, Inanti menjemur Nadia dengan menidurkannya di atas bantal lepek mengingat dirinya belum punya kasur bayi.
Sinar matahari masuk menembus kaca, untuk bagian matanya, Inanti menutup mata bayinya dengan kaos dalam supaya tidak terbangun.
Sesuai perkataannya, ayahnya kembali saat pagi hari dengan membawa sebungkus bubur.
"Assalamualaikum."
"Waalaikumsalam. Ayah? Pagi sekali Ayah datang."
"Ini, tuangkan bubur ayamnya. Ayah mau turunkan barang barang."
"Barang apaan, Yah?"
"Untuk bayi kamu."
Dan yang Inanti lihat ada sebuah kasur, baju baru, topi, mainan yang digantung, peralatan mandi dan juga susu bayi.
"Nan, itu buburnya di tuangkan."
"Oh, iya. Sebentar, Yah."
Dan saat ayahnya masuk melihat Nadia, pria tua itu berkata, "Subhanallah, cucu Kakek lagi berjemur. Tibra banget tidurnya, Nan."
"Tadi subuh bangun, Yah. Sekarang baru tidur lagi."
"Gak rewel kan?"
"Alhamdulillah enggak," ucap Inanti sambim membawakan makanan untuk dia dan ayahnya makan.
Mereka makan bersama bayi di samping mereka yang sedang berjemur.
"Enak, Yah. Beli di sebelah mana?"
"Deket kok, di depan gang ini. Nah, nanti biasanya jam sembilanan ada tukang sayur lewat, kamu masak kan?"
"Masak, Yah. Sebelum subuh udah masa nasi kok."
"Itu sisa uangnya nanti beli beras aja, Nan. Abis kan di sana?"
"Lumayan, Yah. Buat beberapa hari lagi."
Kemudian ayahnya hanya mengangguk dan memberikan fokus pada Nadia yang memejamkan matanya. "Mirip kamu sama Alan ya."
Inanti diam, dia mengangguk sebagai jawaban.
"Kenapa selama ini kamu gak ngasih tau gimana perlakuan Alan ke kamu, Nan?"
"Inan gak mau bikin Ayah sama Ibu gelisah."
"Kenapa kamu bertahan?"
"Siapa lagi yang bakalan biayain hidup Inan, Yah?"
Ayahnya menghela napas berat. "Mulai sekarang, Ayah yang akan tanggung jawab atas segala keperluan kamu. Gak usah balik lagi ke sana, bikin sakit hati aja. Biar mereka tau rasa, Nan, biar mereka tau kemanusiaan lebih penting daripada uang. Dulu Ayah sering nyakitin kamu, seenggaknya sekarang Ayah menghentikan orang orang yang akan menyakiti kamu."
Inanti tersenyum haru. "Makasih, Ayah."
"Seharusnya Ayah yang bilang makasih, kamu udah kasih kesempatan kedua sama Ayah."
Dan saat itulah Inanti menegang. Kesempatan? Apa mungkin Alan juga berhak mendapatkannya?
🌹🌹🌹
Delisa terburu buru menuju apartemen Alan saat mendengar penangkapan tentang Vanesa. Alan benar benar tidak bermain dengan ucapannya.
Delisa menekan pintu bel apartemen Alan, tapi tidak ada jawaban. Membuat Delisa menggedornya kuat.
Kesal masih tidak ada jawaban, Delisa menghubungi Rizki salah satu teman mereka.
"Lu dimana? Lagi sama Alan gak?"
"Gue lagi ngerjain tugas b*ngke, tiga bulan lago wisuda. Udah gue matiin."
"Anjiiiiirr," umpat Delisa.
Dan tidak lama kemudian, dia melihat seseorang berjalan ke arahnya. Itu Madelle, ibu dari Alan. Dan Madelle sudah mengenal Delisa sebelumnya.
"Del, ada apa?"
"Tante, Alan dimana?"
"Mau apa kamu cari dia?"
"Tan, Alan gak sadar kan pas dia mau penjarain Vanesa? Vanesa sekarang ditangkap polisi, Tante."
"Tante gak peduli, itu karena dia sendiri yang bikin masalah."
"Tan, Vanesa itu hampir jadi menantu tante loh."
"Tante gak bisa apa apa, keputusan di tangan Alan."
"Sekarang Alan dimana?"
Madelle diam. Ketika dia hendak masuk, Delisa menghalangi.
"Tante, aku perlu bicara sama Alan."
"Alan gak ada di sini."
"Lalu di mana dia?"
Madelle tidak mempedulikan, dia masuk ketika Delisa memanggil manggil.
Memang benar Vanesa yang melakukan tindakan itu diperkarakan oleh Alan sendiri.
Ketika Madelle bertanya, "Kenapa?"
Alan menjawab dengan kalimat, "Tidak ada terulang lagi."
Madelle tahu Alan menyesal, tapi apa boleh buat. Gelas sudah pecah tidak bisa utuh lagi. Apalagi dalam keadaan seperti ini.
Inanti pergi, itu berdampak pada jiwa Alan. Dia down seketika, semalam Alan dibawa ke rumah sakit, sampai sekarang dia masih berada di UGD.
"Dasar anak gila, tidak tidur, tidak makan dan tidur. Dia pikir dengan keadaan seperti ini dia bisa mencari istrinya. Apa dia pikir ibunya keturunan vampir? Edward Cullen? Haha yang benar saja, anak itu selalu saja seperti ini," ucap Madelle mendumal sambil memasukan baju ganti Alan.
Sampai dia mendapatkan telpon.
"Hallo, Pah? Ada apa?"
"Alan kabur, dia kembali mencari Inanti."
"Sempat makan? Minum?"
"Enggak, Ma. Cuma tidur doang."
"Astaga, sekarang dia benar benar berpikir dirinya vampire."
🌹🌹🌹
Tbc.