Siapa yang tidak bahagia bisa menikah dengan laki-laki yang selama ini aku cintai. Laki-laki yang sangat sempurna menurut ku. Dia baik, perhatian dan pekerja keras.
Namun Aku salah menduga, ketika pernikahan tidak seindah yang Aku bayangkan.
Berharap akan menjadi teman hidup yang bisa berbagi cerita,tempat ternyaman untuk berbagi kisah berdua dengan suaminku, nyatanya itu tak sesuai harapan.
Akan kah bisa seorang istri menghilangkan rasa sepi di hatinya, meluapkan apa yang menjadi beban fikirannya selama ini?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Vie Amza, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Merasa Terpojokan
Aku masih diam tak banyak bicara kepada suamiku. Mas Bagas fokus dengan ponsel nya di tempat tidur, sakit di tubuh nya mulai hilang.
Aku menonton televisi sambil menemani Raya bermain. Tiba-tiba Mas Bagas keluar dari kamar.
"Fatma belikan aku Bakso yang di depan komplek dong."
Tanpa menolak aku meng iya kan. Ku ambil uang yang di sodorkan Mas Bagas.
Ini kesempatan aku untuk menunjukan kepada Mas Bagas , kalau aku sudah bisa bawa motor sendiri.
"Aku pinjem motor kamu ya Mas."
"Emang kamu bisa ?"
Tanya Mas Bagas terheran-heran.
"Bisa! Mana kunci nya?"
"Tuh di lemari. Sejak kapan kamu bisa bawa motor?"
"Sudah lama, hanya gak bilang saja. Sudah ya aku pergi dulu, jagain Raya Mas."
Akupun pergi membelikan bakso yang di inginkan Mas Bagas. Kalau seperti ini kan gak harus bayar gojek hanya untuk jajan bakso ke depan.
Aku belajar motor juga terpaksa, karena suamiku tak bisa di andalkan. Seakan-akan dia melatih ku untuk mandiri. Kalau begini, gunanya suami apa dong? Hanya menjadi mesin uang saja ? Itu mah aku juga bisa kali.
Ketika sedang membeli bakso, tiba-tiba tetanggaku nyeletuk.
"Bu Fatma, udah bisa bawa motor sendiri ya? Hebat bisa bebas kemana-mana dong ya."
Ni orang maksudnya apaan ya ngomong gitu.
"Maksudnya bebas gimana ya bu?"
"Iya, makin bebas pergi walau tanpa suami, gak perlu nunggu antar sana-sini lagi. Suaminya makin enak tuh bu santai-santai di rumah."
Ibu-ibu komplek memang aneh-aneh. Aku tak merespon lagi ucapan nya itu.
"Aku pamit duluan ya bu."
Pamit ku ketika bakso yang aku pesan sudah siap. Tak lupa aku melempar senyum termanis ku kepada si ibu, dia pun membalas senyuman ku.
Tetangga emang kadang gitu ya, ngurusin hidup orang. Sampe hafal kerjaan tiap orang nya . Gak heran sih!
...*****...
Hari itu mamah mertuaku datang lagi ke rumah. Kali ini dia hanya sendiri. Mendapati aku yang sedang duduk sambil menikmati bakso sisa Mas Bagas yang tak habis, dia pun nyeletuk.
"Enak banget jadi kamu ya, duduk santai sambil makan bakso."
"Iya mah, mamah mau aku belikan?"
Tanya ku sambil menawarkan diri.
"Tak usah. Mana suami kamu?"
Tanya Mamah mertua masih terlihat sinis kepadaku.
"Mas Bagas sedang keluar mah, tadi di jemput temen nya."
"Hmm , sering banget suami kamu main di luar! Sepertinya dia sudah mulai bosan berada di rumah dengan istri yang tukang selingkuh "
Awal nya aku masih menahan sabar dengan sikap sinis nya, tapi kali ini aku gak bisa diam lagi. Aku beranjak dari duduk ku, pandangan ku fokus kepada mamah mertua.
"Maksud Mamah apa ? Aku sudah sabar dari tadi ya Mah, tapi kalau mamah tetap nuduh aku selingkuh, aku gak akan diam saja."
Melihat sikap ku yang melawan, Mamah mertuaku langsung melotot. Terdengar nafas yang terengah-engah. Dia pasti marah karena aku melawan.
"Bisa-bisa nya kamu berbicara dengan sikap tak sopan begitu sama Mamah ya!"
"Maaf Mah, karena aku gak mau terus-terusan di tuduh sama Mamah kalau aku selingkuh."
"Emang iya kan?!"
Mamah mertuaku masih mendesak ku. Jelas aku menyangkal nya, karena itu semua adalah fitnah Yang ada anak kesayangan nya yang selingkuh dari aku.
Salah ku kenapa selama ini aku menutupi sikap anak nya itu. Sengaja aku tak memberi tahu tingkah buruk anak kesayangan nya, aku kira Mamah akan selalu percaya padaku.
Ternyata aku salah. Sebesar apapun kesalahan anak nya akan tetap ia maaf kan, beda dengan aku yang hanya menantu nya. Walau aku kira dia benar-benar sayang sama menantu nya ini.
Mamah terlihat masih emosi, namun aku mencoba diam agar tak terpancing lagi amarahku.
"Terserah mamah saja, percuma aku jelasin juga."
Aku pergi ke dapur meninggalkan Mamah mertua ku yang masih berdiri mematung di ruang Tv.
Ketika aku kembali dari dapur, dia sudah duduk bersama Raya.
Sorenya Mas Bagas pulang. Langsung saja Mas Bagas duduk bersama Mamah nya, tanpa menoleh atau mengajak ku bicara sepatah kata pun.
Aku menyajikan teh hangat untuk suamiku. Asik sekali ku lihat anak dan ibu itu berbincang, aku hanya bisa menggerutu dalam hati. Bisa-bisa nya mereka menganggap seakan-akan aku tak ada di rumah ini.
Sedikit aku dengar pembahasan nya.
"Kalau istrimu seperti itu, kamu harus ambil tindakan yang tegas Bagas."
Maksudnya tindakan yang tegas bagaimana ini? Aku yang berada di dalam kamar sengaja menguping pembicaraan mereka dari balik pintu.
"Iya Mah, Bagas juga mikir nya begitu."
"Istrimu tadi bentak Mamah loh."
Tak ku sangka dia mengadu ke Mas Bagas soal perdebatan tadi. Dada ku berdebar, siap-siap untuk menerima amarah dari suamiku.
"Kenapa bisa Fatma bentak Mamah ?"
"Gak tau, Mamah hanya mengingatkan soal fia agar tak selingkuh lagi. Eh malah Mamah di bentak."
Mas Bagas langsung memanggil ku dengan keras. Dengan berlagak pura-pura tak tahu aku langsung ke luar kamar.
"Kenapa kamu bentak Mamah tadi?!"
"Aku gak bentak Mamah Mas."
"BOHONG!!!"
Tiba-tiba Mamah ikut berbicara dan memotong ucapan ku.
"Mamah, jangan fitnah aku di depan Mas Bagas."
"Kamu jangan bohong, mana mungkin Mamah fitnah kamu."
Mas Bagas membela.
"Tapi sungguh Mas, aku gak bentak Mamah. Aku hanya membela diri ketika Mamah selalu nuduh aku selingkuh."
"Alaaaaah sudah! Berani kamu bentak orang tua aku atau keluarga aku, jangan harap kamu bisa sama aku lagi."
Mendengar ucapan nya aku merasa sakit hati. Ku lihat ekspresi mertuaku seperti puas dengan perlakuan Mas Bagas kepadaku.
Aku ke kamar dan menangis. Sakit sekali rasa nya ketika aku tak di bela oleh suamiku di depan mertua ku. Siapa yang harus aku percaya sekarang, jika suamiku saja tak bisa membuatku merasa aman dan nyaman.
Terdengar langkah seseorang masuk ke dalam kamarku.
" Makanya jangan merasa jagoan, tau kan akibat nya melawan mertua kaya gimana. Jangan harap suami kamu akan baik sama kamu. Terima akibat nya atas apa yang kamu perbuat, dulu mamah sayang sama kamu tapi setelah rumor perselingkuhan mu itu terdengar telingaku, aku tak sudi kamu menjadi menantuku lagi. Emang gak tau di untung banget jadi orang ya, sakit hati Mamah di gituin sama kamu."
Ternyata mertuaku yang masuk ke kamar hanya untuk memojokan aku, membuat dirinya puas atas apa yang terjadi padaku.
Aku tak menjawab ocehan nya sama sekali, karena ia langsung pergi ke luar.
Sakit ku, sedih ku hanya aku yang bisa menyembuhkan nya. Luka batin yang aku alami benar-benar merusak mentalku.
Di saat seperti ini, bisa saja aku memberi tahu keluarga atau sahabatku. Tapi aku tak mau membuat mereka khawatir. Ku anggap ini hanya luka kecil, aku yakin aku bisa menyembuhkan nya.
Soal Mas Bagas dan mertuaku percaya atau tidak nya, aku serahkan semua sama ALLAH. Karena aku sudah berusaha menjelaskan kalau aku tak berselingkuh.
Akupun tenggelam dalam tangis.
...*****...