NovelToon NovelToon
KSATRIA BHUMI MAJAPAHIT: Ajian Sapu Jagad

KSATRIA BHUMI MAJAPAHIT: Ajian Sapu Jagad

Status: sedang berlangsung
Genre:Action / Fantasi / Petualangan / Fantasi Timur
Popularitas:1.1M
Nilai: 4.6
Nama Author: Agus Amir Riyanto

Karna, seorang pemuda sebatang kara yang dipungut sejak masih bayi oleh Mpu Angalas pada masa kerajaan Majapahit. Karna kemudian dididik berbagai ilmu kesaktian yang mengambil inti sifat Alam, yaitu Tirta Gumulung (Air), Tapak Dahana (Api ), dan Bayu Bajra (Angin). Di samping itu, Karna yang kemudian dikenal sebagai Ksatria Angker mendapat anugerah ilmu dari Alam Semesta yang merangkum semua sifat alam dalam ajian Sapu Jagad yang bersifat Langit dan Bumi. Ilmu inilah yang harus disempurnakan oleh Ksatria Angker dalam setiap petualangan dan pertempuran.
Setelah dinyatakan lulus belajar ilmu kerohanian dan bela diri oleh gurunya, Ksatria Angker berangkat ke Kota Raja Majapahit. Di sana ia bertemu dengan Mahapatih Gajah Mada dan direkrut sebagai Telik Sandi ( mata-mata) yang bertugas melawan musuh-musuh Negara yang sakti secara pribadi untuk mewujudkan impian Gajah Mada mempersatukan Nusantara.
Novel fantasi dunia persilatan ini bukan hanya bercerita tentang perkelahian dan jurus2 yang mencengangkan, namun juga ada intrik politik masa silam, strategi tugas mata-mata, juga dilengkapi dengan berbagai latar belakang sejarah, istilah-istilah Jawa Kuno yang diterjemahkan, serta penggambaran cara hidup masa lalu yang diharapkan mampu membuat pembaca ikut tenggelam ke alam pikiran pada masa Majapahit.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Agus Amir Riyanto, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

26 CINCIN STEMPEL MAHAPATIH

Kidang Panah memanggil Bagya untuk¹ menyiapkan sebuah kamar tertutup. Setelah mereka bertiga masuk kamar, Kidang Panah segera menutup pintu dan memastikan tidak ada sela dinding yang dapat dipergunakan untuk mengintip atau menguping pembicaraan.

Kidang Panah duduk bersila diikuti Karna dan Julig yang kali ini memasang muka serius karena menduga yang akan disampaikan Kidang Panah sangat penting.

" Apa yang akan kita bicarakan tidak boleh keluar dari ruangan ini. Pendek kata, ini rahasia Negara yang sangat besar yang harus kita jaga dengan taruhan nyawa agar tidak bocor ke telinga siapapun. Di dunia ini hanya ada 5 orang yang tahu masalah ini, yaitu guruku Mpu Kuricak, kita bertiga, dan Mahapatih Gajahmada sebagai yang memiliki masalah."

" Jadi ini menyangkut langsung kepada Gusti Mahapatih?" tanya Karna.

" Benar, " jawab Kidang Panah sambil merogoh kantong pakaiannya dan mengeluarkan bungkusan kecil kain seukuran buah kedondong. Ia membuka bungkusan yang ternyata berisi sejenis cincin emas. Namun cincin itu tidak berkepala batu permata seperti lazimnya cincin. Kepalanya berbentuk kotak datar dengan ukiran di permukaannya.

Kidang Panah memperlihatkan cincin itu kepada Karna dan Julig, " Kalian tahu ini cincin apa?"

Karna yang selama hidup di hutan tidak pernah mengenakan cincin menggelengkan kepala tanda tidak tahu.

Julig menatap motif ukiran pada kotak kepala cincin itu. Ia sering melihat jenis cincin seperti itu dipakai oleh Ki Buyut Kebo Ireng saat menandai keabsahan surat atau piagam di desa Arcala.

" Maaf, kang Kidang. Kalau saya ndak salah, bukankah itu cincin Cap?" ujar Julig.

Kidang Panah mengangguk. Memang Julig benar. Yang sedang ditunjukkan Kidang Panah adalah cincin Cap ( stempel) yang berfungsi untuk memberi tanda stempel atau pengesahan suatu dokumen. Cincin Cap hanya dimiliki oleh para pejabat yang berwenang mengeluarkan suatu surat yang mengandung kekuatan resmi. Penggunaan cincin cap pada surat yang biasanya berupa lembaran pada kain adalah dengan cara meneteskan cairan lilin atau campuran tanah liat ke atas permukaan surat. Kemudian, kepala cincin cap ditempelkan pada cairan itu. Setelah lilin atau campuran tanah liat mengering, motif yang ada d kepala cincin akan tercetak sempurna sebagai stempel pengesahan surat tersebut. Setiap cincin cap memiliki motif yang tidak boleh sama dan hanya bisa dipergunakan oleh pemiliknya sendiri.

" Yang menjadi masalah sekarang adalah... cincin Cap Mahapatih Gajahmada yang asli hilang dicuri orang, " ucap Kidang Panah sangat lirih khawatir ada orang lain menguping pembicaraan mereka.

" Hah? Hilang? Bagaimana mungkin?" ujar Julig. " Bukankah cincin cap tidak pernah terpisah dari jari Gusti Mahapatih?"

Kidang Panah menggeleng kepalanya, " Aku tidak diberi tahu oleh Mpu Kuricak bagaimana kejadian hilangnya cincin itu. Semua orang bisa saja suatu ketika teledor, termasuk orang seteliti dan sesakti Gusti Gajahmada . Meski sekarang Mahapatih sudah mengganti cincin cap dengan tiruannya agar Gusti Ratu Tribhuwana Tunggadewi tidak ikut khawatir, tetapi cincin yang asli masih beredar di luar istana Kepatihan. Itu bisa sangat-sangat berbahaya bila disalahgunakan. Dan memang terbukti benar. Dua bulan yang lalu beredar sebuah surat palsu bertanda cap Mahapatih Gajahmada. Celakanya, surat palsu tersebut berisi hasutan yang hampir saja membuat kalangan petinggi Istana terpecah belah. Untung saja Mahapatih sendiri langsung turun tangan untuk menjernihkan masalah secara pribadi. Persoalan itu memang sudah selesai, tapi sebelum cincin cap yang asli ditemukan untuk dimusnahkan, kejadian surat palsu bisa saja terulang lagi dengan dampak yang lebih buruk lagi. Apalagi sekarang, Mahapatih sedang gencar-gencarnya membina hubungan diplomasi dengan banyak negara-negara kecil maupun besar di luar Majapahit untuk dipersatukan di bawah satu payung Nuswantara, Mahapatih khawatir kalau misalnya cincin Cap itu disalahgunakan oleh orang-orang yang tidak menyetujui rancangan kesatuan Nuswantara dengan menggunakan surat palsu yang bisa menimbulkan salah paham."

Karna mengangguk paham. Demikian juga Julig menyadari betapa genting masalah yang sedang mereka bicarakan.

" Maaf, Kang Kidang, " Karna menyela, ". Apa tidak bisa seandainya Gusti Mahapatih mengumumkan perubahan ukiran cap baru, sehingga secara niscaya motif cap yang lama yang dicuri orang dianggap tidak berlaku?"

Kidang Panah tersenyum. Sekilas pemikiran Karna benar, namun karena kepolosannya, Karna sama sekali belum tahu dampak politiknya, " Tidak semudah, Wingit. Mengumumkan perubahan tanda cap Mahapatih sama artinya dengan mengumumkan bahwa cincin yang lama telah hilang. Artinya, Gajahmada adalah pejabat tinggi yang memiliki kelemahan, teledor. Begitu teledornya hingga tidak bisa menjaga barang milik Negara yang sangat-sangat penting dan tidak boleh lepas dari jarinya. Akibatnya apa jika demikian? Kewibawaan Gajahmada secara pribadi maupun sebagai Mahapatih akan hancur. Padahal, jabatan Mahapatih adalah pemegang kekuasaan pemerintahan tertinggi dalam Negara yang hanya bisa dibatalkan oleh Raja. Artinya, bila seorang Mahapatih kehilangan kepercayaan, seluruh kerajaan Majapahit juga akan kehilangan kepercayaan dari negara lain. Padahal Majapahit sedang ingin merambah ke seluruh kerajaan yang ada se-nusantara. Bagaimana negara-negara itu mau percaya dan tunduk pada Negara yang kehilangan kepercayaan? Makanya, bahkan Ratu Majapahit sendiri pun tidak boleh tahu masalah ini agar kepercayaan diri kita sebagai Negara tidak jatuh."

Karna mengangguk paham. Ternyata masalah kenegaraan tidak bisa diselesaikan dengan cara pikir lurus-lurus dan sederhana saja. Harus menggunakan strategi. Ia makin bersyukur telah melibatkan Julig dalam hal ini. Sementara Julig terlihat langsung memahami apa yang disampaikan oleh Kidang Panah.

" Jadi apa yang akan kita lakukan, Kang Kidang? " tanya Julig.

" Menemukan cincin itu dan menangkap pencurinya lalu membawanya kepada Mahapatih Gajahmada. Itu saja."

" Kakang sudah tahu nama dan tempat pencuri itu?"

Kidang Panah menggelengkan kepala, " Sayangnya belum. Untuk itulah kita di sini menunggu datangnya penghubung dari Wilwatikta yang akan membawa petunjuk siapa pelaku pencurian itu. Menurut guruku, penghubung itu harusnya sudah datang nanti sebelum matahari tergelincir ke barat. Kita tunggu dulu sambil,,, istirahat. Hari masih siang, masih ada waktu sedikit untuk tidur memulihkan tenaga."

***

Menjelang matahari tergelincir ke barat, Kidang Panah, Karna dan Julig sudah bersiap di depan warung. Mereka sengaja duduk di pinggir jalan agar dapat langsung mengenali sang penghubung bila sewaktu-waktu datang. Berkali-kali beberapa orang datang ke warung dengan berbagai penampilan mereka kira sebagai sang penghubung. Dari yang berpakaian gagah seperti pendekar, berwibawa seperti pejabat, maupun mentereng tanda orang kaya, ternyata bukan orang yang dimaksud. Memang Mpu Kuricak tidak memberi petunjuk pasti sosok orang yang ditunjuk sebagai penghubung. Kata Mpu Kuricak, penghubungnya adalah orang kepercayaan Mahapatih yang tidak diketahui umum ciri-cirinya agar tidak dikenali musuh.

Kidang Panah terlihat mulai gelisah. Jangan-jangan penghubung yang diutus telah dicelakai orang di tengah jalan.

Sementara karena sebentar lagi hari menyambut senja, para pedagang yang berada di sepanjang jalan mulai berkemas-kemas membungkus lagi dagangan yang tersisa untuk dibawa pulang. Termasuk seorang wanita setengah baya penjual buah mangga yang mangga-mangganya terlihat ranum karena matang sempurna. Dengan agak tergesa-gesa memasukkan dagangannya ke tenggok (keranjang kayu). Setelah usai memasukkan semua sisa dagangannya, ia menggendong tenggok buahnya ke punggung dan berjalan. Saat melihat ada tiga orang duduk di pinggir jalan, ia mendekat.

" Den, borong ya mangga-mangga saya daripada berat-berat saya bawa pulang. Saya kasih harga murah, " ujar perempuan separuh baya itu menawarkan dagangannya.

Julig melihat mangga yang ditawarkan. Warnanya hijau semburat kuning, pasti sudah masak dan manis sekali.

" Saya beli 3, Biyung, " ujar Julig.

Perempuan itu menaruh lagi tenggoknya dan mempersilahkan Julig memilih 3 buah mangga terbesar.

" Raden-raden ini bukan priyayi sini ya? Apa menginap di sini?" ujar perempuan itu berbasa-basi.

"' Iya kami bukan orang sini, Biyung. Hanya mau istirahat saja sebelum melanjutkan perjalanan lagi."

" Oh...mari saya kupaskan mangganya, Den, " ujar perempuan itu menawarkan jass sambil memegang pisau untuk mengupas mangga pilihan Julig.

Dengan terampil tangan perempuan itu mengupas mangga.

Tiba-tiba ia menjerit, " Aduh, jariku tersayat lepas!"

Karna dan Julig seketika menatap tangan perempuan yang menggenggam jarinya yang luka. Spontan Karna bermaksud memeriksa tangan perempuan itu.

Namun, belum sempat Karna memeriksa tangan perempuan itu, mendadak Kidang Panah mendahului memegang pergelangan tangan perempuan itu, " Apa yang Biyung bilang tadi?" Kidang Panah bertanya sedikit keras. Karna dan Julig jadi heran mengapa Kidang Panah bukannya menolong justru seperti memarahi perempuan yang tersayat pisau?

Perempuan separuh baya itu menatap Kidang Panah, " Jariku tersayat lepas, " sahutnya.

Kidang Panah tersenyum tipis, " Biyung dari Wilwatikta?"

Perempuan itu membalas senyum, " Jadi Andhika Kidang Panah?'

" Mari silahkan masuk, " Kidang Panah menarik tangan wanita itu.

" Tidak perlu, di sini saja. Saya harus segera pergi, Den!" perempuan itu menjawab.

Karna dan Julig yang menyimak pembicaraan itu segera paham, ternyata perempuan itu adalah penghubung yang dikirim oleh Gajahmada, dan teriakan 'jariku tersayat lepas' adalah kata sandi untuk kasus cincin cap yang lepas dari jari.

Penghubung yang menyamar sebagai pedagang buah itu segera sibuk membongkar kembali tenggoknya. Tak lama kemudian, ia sudah memegang gulungan kain surat. Ia menyodorkan surat itu kepada Kidang Panah.

Tangan Kidang Panah sudah siap menyambut kain surat itu.

Tiba-tiba....

" Ssssrrreeeetttt ...!"

Sekelebat sinar mengkilat menerobos tepat di antara Kidang Panah dan perempuan penghubung itu.

Ujung kain satu sudah dipegang Kidang Panah, sementara ujung yang lain masih dipegang oleh perempuan itu, sehingga surat berujud kain itu terentang. Sekelebat sinar itu menimpa kain nyaris tepat di tengah.

Ternyata siinar yang berkilau itu adalah logam tajam berbentuk cakram bergigi sehingga menyobek kain surat itu.

" Crraaaakkk...!!!" kain surat itu sobek. Karena posisinya sedang terentang, akibatnya perempuan penghubung itu terhuyung-huyung ke belakang nyaris jatuh.

" Wuuuzzzz... !" Berkelebat bayangan menyambar tubuh perempuan penghubung yang masih memegang sobekan kain surat.

Perempuan itu memekik perlahan karena tubuhnya disambar oleh kelebat bayangan yang bergerak sangat cepat.

Baik Kidang Panah maupun Karna tidak menyangka kedatangan tamu dadakan itu terlambat mengantisipasi. Dalam sekejap tubuh perempuan penghubung itu sudah terbang dibawa bayangan yang datang.

" Hiyaaattt....! " Karna dan Kidang Panah bersamaan menjejakkan kaki untuk meloncat mengejar penculik sang penghubung yang masih memegang sisa sobekan surat.

Seketika tubuh dua pendekar sakti itu mampu menyusul si penculik.

" Blaaaarrr....!" terjadi ledakan dahsyat sebelum tangan Karna dan Kidang Panah berhasil memegang anggota badan penculik yang masih melayang di udara.

Ledakan itu berasal dari bola yang dilontarkan sang penculik. Akibat dari ledakan itu sangat dahsyat. Batu dan dahan pohon berserpihan menerpa Karna dan Kidang Panah membuat luka-luka kecil di sekitar tubuh.

Kidang Panah yang menguasai ilmu sihir langsung tahu bahwa ledakan yang terjadi bukan berasal dari ilmu sihir, melainkan ledakan nyata.

" Bubuk cetbang! " desis Kidang Panah.

Cetbang adalah sejenis meriam Majapahit bermesiu pengembangan dari teknologi China yang dilakukan oleh Gajahmada. Dengan melihat bahwa si penculik melontarkan bola-bola berbahan ledak mesiu, dapat diduga sang penculik bukan orang sembarangan karena memahami teknologi militer terbaru.

" Hati-hati, Karna!" bisik Kidang Panah.

" Ya, Kang!,"

" Blaaaarrr....!!!" ledakan mesiu terjadi lagi. Tubuh si penculik melenting lagi memanfaatkan waktu kejut ledakan.

Karna menekan napas untuk mela'pisi tubuhnya dengan kekebalan dari benturan, demikian pula Kidang Panah. Akibatnya, semua dampak ledakan tidak mampu menembus tameng kekebalan alami mereka.

" Hiyaaattt....!!!" secara bersamaan Karna dan Kidang Panah melesat untuk menangkap si penculik.

Si penculik terkesiap tak menyangka serangan mercon cetbangnya dapat digagalkan oleh dua pemuda sakti itu. Dengan agak panik ia merogoh kantongnya untuk mengeluarkan mercon banting yang jauh lebih besar.

" Duuuuaaaaaarrrrr....!!!" Ledakan luar biasa besar menimbulkan tenaga rusak yang menghantam ke segala arah.

Karna dan Kidang Panah terpaksa menghentikan sergapannya untuk menghindari bahaya.

Kesempatan itu dimanfaatkan oleh penculik untuk melompat sangat tinggi mencapai ujung pohon tertinggi. Anehnya ia tidak melarikan diri. Justru mengeluarkan sebuah benda pipih hijau kecoklatan, menempelkan ujungnya ke bibirnya.

Tiba-tiba terdengar suara melengking sangat tinggi. Rupanya si penculik meniup sebatang seruling bambu.

Suara lengkingan seruling itu mula-mula tidak berdampak apa-apa. Namun sekejap kemudian terjadi hal yang tidak disangka-sangka. Lengkingan seruling itu makin meninggi menusuk telinga dan... benda-benda tipis di sekitar robek satu persatu.

Daun-daun berguguran dalam keadaan terkoyak. Dinding-dinding kayu bergetar.

Gebdang telinga Karna dan Kidang Panah seperti disengat lebah. Karna dan Kidang Panah segara mengirim hawa murni untuk melindungi telinga. Sengatan-sengatan di gendang telinga itu seketika netral. Dua pendekar sakti itu pun bersiap lagi untuk menangkap penculik.

Namun sesaat sebelum Karna dan Kidang Panah menerjang, tiba-tiba pekik kesakitan terdengar dari arah warung. Seketika Karna menoleh ke arah teriakan itu. Ia melihat tubuh Julig berguling di tanah kesakitan dengan dua telapak tangan menutup telinga. Dari sela-sela jarinya mengalir darah segar. Rupanya telinga Julig yang tidak menguasai ilmu tenaga dalam terhantam oleh kekuatan seruling penculik.

Karna panik. Serta merta ia lupakan niatnya untuk menyergap si penculik. Karna segera terjun ke tanah untuk memeluk tubuh Julig.

" Tahan, Julig! " sergah Karna langsung mendekapkan telapak tangannya ke telinga Julig sambil mengalirkan hawa murni.

Begitu telinganya didekap telapak tangan Karna, seketika serangan nada seruling si penculik terhenti.

" Terima kasih, Kang Wingit, " ujar Julig lega.

Namun, suara seruling terus mengalun. Akibatnya, orang-orang yang sedang berada di warung meraung kesakitan.

Melihat keadaan itu, Karna berteriak, " Kang Kidang, biarkan dia pergi. Orang-orang ini bisa mati kalau dia terus meniup serulingnya."

Kidang Panah paham akan situasi darurat yang sedang dihadapi.

" Heh kau, manusia laknat! Pergi dari sini! Kalau tidak, kau bisa membunuh puluhan orang tak berdosa, tapi aku pasti juga bisa mencabut nyawamu!"

Si penculik tertawa terbahak, " Hahaha .. terserah aku! Kalian bisa apa?" katanya seraya menempelkan lagi seruling di bibirnya.

Melihat si penculik main gertak, Karna yang ingin mengakhiri hal itu tak sabar. Serta merta Karna menerapkan ajian Tapak Dahana tingkat tujuh karena ia ingin menembak si penculik yang jaraknya cukup jauh di pucuk pohon tertinggi.

Telapak tangan Karna membara oleh penerapan ajian Tapak Dahana tingkat tujuh. Seketika dilontarkan ke titik tertinggi pohon.

Akibatnya....

" Aaaarrrrggghhhh.....!!!" penculik itu berteriak terterpa sengat energi panas inti Bumi yang terkandung dalam Taoak Dahana. Sekujur tubuhnya gosong, badannya terpental. Daun dan dahan pohon tempat ia hinggap mengepulkan asap dan meninggalkan bara arang serta abu beterbangan tertiup angin.

Sang penculik melarikan diri sadar tidak mampu melawan kesaktian Karna. Sementara Kidang Panah sudah mendarat mulus di tanah.

" Kita atur siasat selanjutnya, Wingit. Kita harus merebut sobekan surat itu!'

" Ya, Kang, " jawab Karna yang masih memeluk Julig untuk melindunginya.

***.

Contoh cincin Cap ( Stempel) pada jaman Majapahit

1
Bambang Sukamto
cerita yang menarik
Leori Id
mau pingsan izin dulu /Smirk/
Dar Darminadi
ayoooooooo terusannya
Lilik Muliyadi
hadir
Lilik Muliyadi
savitrinya mirip Dian Nitami hahaa
Lilik Muliyadi
aku msh menyimak
Lilik Muliyadi
lumayan
alurnya TDK terfokus pada satu pemeran
author mencoba gaya novelis zaman ko ping ho
Windy Veriyanti
ayo dong, Author...dilanjutkan ceritanya...✊
Windy Veriyanti
sisipan cerita wayang yang menambah wawasan 👍
matur nuwun 🙏
Windy Veriyanti
ambisi dan niat buruk 😤
Windy Veriyanti
Pasukan khusus Bhumi Majapahit sangat kuat dan hebat ✊✊✊
Windy Veriyanti
Bhumi Majapahit sangat maju pada jamannya 👍
Windy Veriyanti
hebat kapal raksasa jawa jung 👍👏
Windy Veriyanti
indah sekali Kotaraja Majapahit 👍👍👍
Windy Veriyanti
Jaka Julig...Sang Murli Katong
Windy Veriyanti
Puja Jagad Dewa Bathara...
berkah untuk Jaka Julig
Windy Veriyanti
ternyata...ohh ternyata...
Windy Veriyanti
hahh...😰
sungguh sukses mampu mencampuradukkan perasaan 😆
Windy Veriyanti
bikin tegang membacanya 😓
Windy Veriyanti
adegan ini jika divisualisasikan pasti sangan bagus..
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!