Bianca Mith. Doktor muda arogan yang selalu saja mencari masalah setiap hari saat sedang bekerja. Ayahnya yang seorang pebisnis terkenal tidak tahan dengan kelakukan anaknya itu. Maka dari itu perjodohan itu diadakan.
Bianca menikah dengan Aether Beatrice. Dosen muda dari Universitas Mith. Sesuai kesepakatan awal, beberapa tahun setelah menikah, salah satu dari mereka harus mengorbankan cita-cita mereka untuk memimpin perusahaan keluarga.
Namun tepat setelah satu hari setelah pernikahan, Aether baru mengetahui bahwa ia memiliki penyakit serius pada bagian otaknya. Membuat Aether akan kehilangan sedikit demi sedikit ingatannya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Athena_Shou, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kesepakatan Bersaudara
Owen cukup merasa lelah setelah mengelilingi Universitas Mith dua kali tanpa henti. Owen sudah mulai bekerja malam ini. Dan anaknya sedang tertidur di ruang istirahat saat ini. Membuatnya bisa keluar dari ruang tunggu dan melakukan pemeriksaan.
Saat sudah berada di depan gerbang depan, Owen melihat ada mobil dan muncul seorang laki-laki berjaket hitam. Laki-laki yang cukup ia kenal. Laki-laki yang memberikan pekerjaan ini padanya.
Aether.
"Bagaimana pekerjaanmu?" tanya Aether menutup pintu mobilnya.
"Ini mudah," jawab Owen berdiri tegap menghadap ke arah depan gerbang.
"Kamu tidak perlu berkeliling setiap saat, daerah ini cukup ramai. Dan selama beberapa tahun belakangan ini memang tidak ada kasus pencurian. Kamu bisa tetap berada di sisi anakmu jika memang kamu merasa situasi baik-baik saja," jelas Aether mendekat ke arah Owen.
Aether berdiri di sisi Owen. Menatap ke arah yang sama dengan Owen. Dengan bagian tangan kanannya membawa sebuah botol air mineral. Dan tangan kirinya masih terbalut dengan perban.
"Siapa nama anakmu? Aku belum mengetahuinya sejak pertama kali kita bertemu," tanya Aether membuka tutup botol miliknya.
"Nancy Sullivan," jawab Owen.
"Nama yang bagus. Jadi kamu memberikan nama keluargamu padanya?"
"Tidak. Itu nama keluarga mendiang istriku."
"Pilihan yang bagus. Dengan begitu, mendiang istrimu akan terus terhubung dengan anakmu sampai kapanpun."
"Aku rasa kamu lebih pintar dari sebelumnya."
"Terima kasih atas pujiannya."
Owen mencuri pandang ke arah Aether. Laki-laki itu benar-benar tidak pernah terlihat takut saat berhadapan dengannya. Badan besarnya dan segala tatto di tubuhnya sama sekali tidak menggetarkan tekad serta keberanian laki-laki itu.
Selama ini, sudah ada banyak sekali orang yang menghindari saat melihat Owen. Mereka berlari menjauh seakan melihat seekor singa yang sedang kelaparan. Dan mereka menganggap Owen sebagai malaikat maut.
Tidak ada satupun orang yang mau berinteraksi dengan Owen selain Nancy. Dan, sekarang Aether datang tanpa mempermasalahkan apapun yang sudah terjadi sebelumnya.
"Apa kamu punya penyesalan?" tanya Aether membuka tutup botolnya.
"Penyesalan, 'ya? Aku menyesal menatto tubuhku. Karena tatto ini aku kehilangan kesempatan untuk bekerja," jawab Owen menatap ke arah langit malam.
"Hanya itu saja?"
"Aku juga menyesal karena tidak bisa memberikan kehidupan yang layak untuk anakku."
"Kamu ayah yang baik."
"Terima kasih atas pujiannya."
Aether tersenyum kecil saat Owen mengulangi perkataannya tadi. Aether meminum sedikit air mineral itu dan tidak sengaja pandangannya tertuju pada langit yang penuh dengan bintang.
Pemandangan yang indah. Aether ingin selalu melihat pemandangan itu selamanya. Namun Aether sadar bahwa ia tidak akan bisa bertahan hidup lebih lama.
"Aku akan menghapus satu penyesalanmu. Tapi sebagai gantinya ayo jalin kesepakatan," ujar Aether menghadap ke arah Owen.
"Apakah kamu malaikat? Kamu terlihat seperti hantu di mataku. Muncul dan hilang seenakmu sendiri," ejek Owen.
"Dengarkan dulu bodoh," kesal Aether.
"Jadi ini kesepakatannya. Aku akan membiayai seluruh kebutuhan sekolah anakmu. Mulai dari perlengkapan, biaya kegiatan sekolah, dan semua hal yang bersangkutan dengan kegiatan belajarnya," ujar Aether mengarahkan bagian bawah botolnya ke arah Owen.
"Sebagai gantinya? Kamu tidak akan membantuku tanpa mengambil keuntungan bukan?" tanya Owen menghadap Aether.
"Sebagai gantinya, jika seandainya suatu saat nanti aku meninggal. Tolong jaga istriku. Jaga dia sampai dia menemukan pria lain yang bisa menjaganya sebaik diriku. Bukankah itu setimpal?"
Owen diam. Menatap secara saksama wajah Aether. Kalimat itu, bukanlah kalimat yang seharusnya dikatakan oleh orang dalam keadaan baik-baik saja. Permintaan itu seharusnya tidak ditujukan kepada orang yang baru saja dikenal.
Owen tidak mengerti mengapa laki-laki itu bisa memikirkan tentang kesepakatan itu. Namun Owen merasa bahwa itu bukanlah hal yang buruk. Masa depan Nancy akan cerah jika dibawah naungan Keluarga Mith. Dan Owen hanya perlu menjaga Bianca jika seandainya perempuan itu terlibat suatu kejadian yang membahayakan nyawanya.
"Aku rasa, aku harus meminta gaji lebih saat menjaga istrimu," ujar Owen mengambil botol yang dipegang oleh Aether sebagai tanda setuju.
"Perkataan seorang laki-laki itu setara dengan harga dirinya. Jika sudah menjalin kesepakatan, jangan mengingkarinya," ujar Aether menepuk pundak Owen tiga kali.
"Bagaimana kamu tau aku mengingkarinya jika kamu sendiri saja sudah mati?"
"Setelah aku mati nanti, arwahku akan terus menghantuimu dan mengawasimu. Jadi jika seandainya kamu lalai dalam tugasmu, aku akan menjegal kakimu dan menyeretmu ke neraka bersamaku."
"Kamu sudah besar. Sudah seharusnya kamu menghilangkan semua fantasimu tentang hantu. Semua yang sudah pergi tidak akan bisa kembali lagi."
"Benarkah?"
"Berkacalah. Dan kamu akan menyadari bahwa kamu sudah menikah sekarang. Bukan pelajar seperti dulu lagi. Orang-orang akan beranggapan bahwa kamu adalah orang aneh jika kamu terus-menerus membahas tentang hantu."
"Kalau begitu, akan lebih baik jika aku dianggap sebagai orang aneh. Lagipula hidup hanya sekali bukan? Aku tidak berniat menjalani hidupku sesuai kemauan orang lain. Aku akan melakukan apapun yang aku mau. Mengucapkan segala hal yang ada di pikiranku tanpa harus memikirkan tentang pendapat orang lain."
Owen tidak terlalu memikirkan perkataan Aether. Karena sejak awal, Owen sudah sadar bahwa laki-laki itu memanglah orang yang suka bercerita tanpa memikirkan apakah orang yang disekitarnya suka mendengar ceritanya atau tidak.
"Aku akan meminumnya," ujar Owen membuka tutup botol.
"Aku pernah mendengar ini. Jika kita meminum dari wadah yang sama kita akan menjadi saudara," ujar Aether sedikit membungkukkan badannya dan menatap ke arah Owen.
"Apa ini? Apa kamu adalah orang pelit yang tidak mengizinkan orang lain meminta airmu?" tanya Owen menghentikan sejenak niatannya untuk meminum air mineral itu.
"Aku tidak melarangmu. Aku sudah mengatakannya bukan? Aku selalu mengatakan apa yang ada di pikiranmu. Dan kamu memiliki kebebasan memilih."
Owen meminum cukup banyak air mineral yang ada di dalam botol itu. Menyisakan sedikit dan menyerahkan kembali botol itu Aether. Laki-laki yang ada di hadapannya itu menatap sebentar botol itu sebelum mengambil dan menghabiskan sisa air mineral yang ada di sana.
Mata Owen membulat sempurna saat melihat itu. Owen tau bahwa Aether adalah orang aneh. Namun yang kali ini tidak masuk akal. Aether sekarang berada di dalam keluarga terpandang. Sedangkan Owen terlihat seperti seorang penjahat. Mereka tidak seharusnya bersama. Apalagi sebagai saudara.
Owen sebelumnya berpikir bahwa Aether hanya bermain-main dengan kalimatnya tadi. Sebelum pada akhirnya Aether menghabiskan air mineral itu.
"Mulai sekarang kita adalah saudara. Kamu bisa meminta bantuanku kapanpun kamu mau. Dan aku harap, kamu bisa melindungiku, saat adikmu ini dalam kondisi lemah," ujar Aether tersenyum lebar dan memegang pundak Owen.
"Aku rasa aku akan menjadi orang gila jika terus bersamamu," ujar Owen.
"Tenang saja, aku tidak sejahat itu sampai-sampai membiarkanmu kehilangan akal sehatmu," balas Aether menurunkan tangannya dari pundak Owen.
"Sudah terlalu malam, aku akan kembali ke rumahku. Jaga dirimu baik-baik," ujar Aether berbalik dan mulai mengambil langkah menjauh.
Owen menatap punggung Aether. Laki-laki itu benar-benar seperti hantu. Datang saat tak diundang. Dan pergi seenaknya sendiri. Lebih buruknya, semua keadaan yang ada berjalan sesuai dengan kemauan laki-laki itu.
"Kapan kamu akan meninggal?" tanya Owen.
"Setiap manusia bisa mati kapanpun juga. Aku bisa saja meninggal tahun ini atau tahun depan. Tidak ada yang tau tentang itu. Aku pun juga tidak tau," jawab Aether menghentikan langkahnya.
"Aku tidak tau bagaimana kondisimu. Tapi jangan mati. Karena akan ada yang merasa sedih saat kamu mati," ujar Owen.
Aether tersenyum lebar. Sekali lagi, Owen mengatakan kalimat yang pernah ia katakan. Owen berhasil mengingat seluruh perkataan Aether dengan baik dan menggunakannya saat mengalami kejadian yang sesuai.
Aether berbalik. Menatap badan besar Owen. Dengan kedua tangannya berada di belakang tubuh.
"Owen. Aku akan mempertegasnya sekali lagi. Selama aku masih hidup, aku akan menggunakan tubuhku untuk melindungi anakmu. Dan sebagai gantinya, setelah aku tiada, kamu yang akan melindungi istriku menggunakan nyawamu. Mengerti? Tepat setelah hari kematianku," ujar Aether.
"Ya, aku mengerti," jawab Owen mengepalkan tangannya