Brakk
"Tidak becus! aku bilang teh hangat. Kenapa panas sekali? kamu mau membakar tanganku?"
Alisa tidak mengatakan apapun, hanya menatap ke arah suaminya yang bahkan memalingkan pandangan darinya.
"Tahunya cuma numpang makan dan tidur saja, dasar tidak berguna!"
Alisa menangis dalam hati, dia menikah sudah satu tahun. Dia pikir Mark, suaminya adalah malaikat yang berhati lembut dan sangat baik. Ternyata, pria itu benar-benar dingin dan tak berperasaan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon noerazzura, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 13. Perlawanan Paula
Paula masih diam saja, dia bahkan tidak lagi menoleh ke arah Mark.
Sampai pria itu mencengkeram lengannya.
"Agkhh" pekik Paula.
Bagaimanapun, meski sudah di obati oleh dokter terbaik. Tetap saja kalau di cengkram seperti itu akan terasa sakit lengan Paula. Karena tubuhnya kan memang sedang masa pemulihan akibat luka lebam dah memar karena jatuh dari tangga itu.
Paula menatap ke arah Mark. Tapi bukan tatapan takut, dan patuh seperti Alisa. Dia menatap dengan sangat kesal. Kalau Mark tidak membantunya dulu, menyelamatkannya dulu. Mana sudi Paula di perlakukan seperti ini oleh pria itu. Setidaknya dia sekarang menyadari, satu-satunya yang masih bisa dia loloskan dari balas dendamnya nanti di kediaman Austin itu hanya Mark. Tak akan ada ampun untuk yang lain.
Mark tertegun, tatapan Alisa padanya, berbeda. Dan menatap pandangan mata tegas dan penuh amarah itu. Mark merasa wanita di depannya itu seperti bukan wanita yang selama satu tahun ini menjadi istrinya.
"Lepaskan!" pekik Paula.
"Alisa, terbentur membuat otakmu bermasalah? kamu tidak menjawab pertanyaanku!"
Paula memukul tangan Mark yang mencengkeram lengannya.
Dan hal itu membuat Mark sangat terkejut. Selama satu tahun lebih, mana berani Alisa membantahnya, apalagi memukulnya. Dan ini, wanita itu memukul lengannya.
"Kamu..." Mark hampir marah.
Tapi Paula segera mendengus kesal dan mendorong pria itu menjauh.
"Jika kalian datang hanya untuk menyakiti aku lagi dan lagi. Lebih baik kalian pergi!" kata Paula dengan nada suara yang kian lama kian meninggi.
Mark masih sangat terkejut, dengan perubahan sikap istrinya. Bagaimana wanita yang lemah dan tak berdaya, penurut dan penakut itu menjadi kasar seperti ini padanya.
"Kamu..."
"Kamu apa?" sela Paula dengan suara yang lebih tegas dan lebih tinggi dari suara Mark barusan, "kalau memang sudah menyimpulkan seperti itu! untuk apa bertanya? jika aku bilang aku jatuh karena simpananmu itu mendorongku, kamu juga tidak akan percaya kan? ya sudah pergi saja sana! untuk apa buang-buang waktu dengan bertanya pada orang yang jawabannya sama sekali tidak akan kamu dengarkan! dasar bodohh!" ujar Paula emosi.
Mata Mark melebar. Dan Karina yang mendengar semua yang dikatakan oleh Paula menjadi sangat kesal.
Mark kembali mendekati Paula. Dia tidak terima kata terakhir di kalimat panjang yang Paula ucapkan tadi.
"Kamu bilang apa? kamu sebut kata bodohh itu untuk siapa?"
Wajah Mark merah padam. Rahang pria itu mengeras. Jelas sekali pria itu dalam keadaan marah saat ini.
Tapi bukannya merasa takut. Paula malah melotot lebih lebar dari Mark.
"Kenapa? tidak terima? yang ada di depanku cuma kalian berdua! pikir sendiri, siapa yang bodohh!" kata Paula dengan begitu tajam.
Lidah Paula sangat tajam. Jangan tanya soal itu, dia bahkan membuat semua lawannya tak bisa berkata-kata jika sudah berdebat dengannya.
Mark mengepalkan tangannya. Dia begitu kesal. Karina yang merasa ini adalah situasi yang bagus untuk menyulut amarah Mark pada Alisa. Segera mendekati pria itu.
"Sayang, aku rasa otaknya memang bermasalah. Kirim saja dia rumah penampungan" bujuk Karina pada Mark.
Mendengar itu, Paula menatap Karina dengan pandangan meremehkan.
'Dasar wanita tidak laku, dia pikir dia siapa bisa mengirimku ke tempat seperti itu. Bahkan kediaman Austin itu sudah ada seperempat mansion Helmith milikku. Astaga, satu tahun aku benar-benar membuat diriku sendiri menderita' batin Paula.
Mark mendengus kesal.
"Kirim saja, bagus aku tidak perlu tinggal lagi satu rumah dengan parasit sepertimu!" kata Paula pafa Karina.
"Kamu..." Karina tampak kesal. Tapi dia tidak mungkin menunjukkan emosinya di depan Mark.
Image yang dia bangun di depan Mark adalah wanita lemah lembut yang sangat bersahaja.
"Sepertinya otakmu memang bermasalah. Maka tinggallah di rumah sakit ini sampai otakmu benar lagi! tidak usah pulang!" kata Mark.
"Siapa juga yang mau cepat-cepat pulang!" celetuk Paula lagi.
Mark mendengus kesal lagi. Sebenernya dia cukup bingung dengan apa yang terjadi pada Alisa. Tapi karena wanita di depannya itu memang sedang sakit. Mark mencoba menahan dirinya untuk marah dan kasar pada Alisa.
"Jika kamu tidak sakit! aku pasti akan beri kamu pelajaran!" gertak Mark pada Paula.
"Kalau begitu tunggu sampai aku sembuh!" Paula mengatakan itu sambil tersenyum menantang Mark.
Mata Mark melebar. Dia sungguh merasa kalau wanita di depannya itu bukan Alisa yang dia kenal selama satu tahun ini.
"Mark, untuk apa membiarkannya lama-lama di rumah sakit. Itu akan menghabiskan uangmu. Dia itu..."
"Diam kamu!" pekik Paula.
Karina terkejut sampai langsung diam. Tapi sedetik kemudian dia segera melotot ke arah Paula.
"Kamu..."
"Parasit tidak boleh ikut bicara. Tenang saja, aku tidak pakai uang kekasih bucin mu ini. Ada donatur yang sangat baik, yang memberikan aku 100 juta!" kata Paula.
Tentu saja, dia sebenarnya sedang membicarakan dirinya sendiri. Joyce baru saja mengirimkan uang sebanyak itu ke rekening atas nama Alisa yang juga baru di buat oleh Joyce.
"Pembual!" kekeh Karina, "siapa kamu sampai ada yang memberikan uang sebanyak itu padamu!" katanya lagi.
Tapi Paula mengangguk beberapa kali, sebenarnya dia ingin tertawa tapi tertawa membuat perutnya tidak nyaman. Jadi dia hanya mengangguk dan berdecak pelan. Tangannya meraih ke laci yang ada di sebelahnya. Ada sebuah buku tabungan disana, dan dia membukanya.
Paula memperlihatkan jumlah debit yang tertera di buku tabungan itu.
"Lihat ini! seratus juta rupiah! kalian pergi saja! aku tidak butuh kalian!"
Bret
"Eh..."
Mark segara merampas buku tabungan yang ada di tangan Paula.
Mark melihatnya, buku tabungan dari bank yang memang hanya bisa melayani nasabah dengan pendaftaran 10 juta untuk awal saldonya.
"Siapa yang memberimu yang sebanyak ini?" tanya Mark.
Pria itu sepertinya merasa harga dirinya terijak-injak, karena ada yang memberikan uang begitu banyak kepada istrinya.
Paula memiringkan sedikit kepalanya. Dengan tatapan meremehkan ke arah Mark. Alisa tersenyum sinis.
"Siapa orangnya, kenapa aku harus memberitahumu? kamu juga tidak kenal! kamu dan dia, levelnya masih jauh. Kalau bisa, caritahu saja sendiri... aghkk!"
Alisa memekik lagi, karena lagi dan lagi Mark mencengkeram lengannya.
"Apa-apaan sih? dikit-dikit main tangan, dikit-dikit main tangan! dasar laki-laki pengecut!" kesal Paula.
Mata Mark menjadi begitu merah.
"Karina keluar!" pekik Mark.
Karina terkejut bukan main. Kenapa Mark menyuruhnya keluar dari ruangan itu.
"Sayang..."
"Keluar!" pekik Mark terdengar sangat emosi.
Karina menghentakkan kakinya dengan keras ke lantai. Tapi kemudian langsung berbalik dan keluar. Mark terlihat sangat emosi, dia juga tidak mau jadi sasaran emosi pria itu.
Pintu itu sudah tertutup rapat. Mark mendekati Paula dan mencengkeram rahang Paula.
"Lepaskan aku, bisanya main kasar!" protes Paula berusaha melepaskan tangan Mark dari rahangnya.
"Siapa orang itu?" tanya Mark lagi dengan penuh penekanan.
***
Bersambung...