NovelToon NovelToon
Aku Bisa Bahagia Tanpa Kamu, Mas

Aku Bisa Bahagia Tanpa Kamu, Mas

Status: tamat
Genre:Tamat / Konflik etika / Keluarga / Romansa / Suami Tak Berguna / Ibu Mertua Kejam
Popularitas:575.7k
Nilai: 4.3
Nama Author: Sadewi Ravita

Jika menurut banyak orang pernikahan yang sudah berjalan di atas lima tahun telah berhasil secara finansial, itu tidak berlaku untuk rumah tangga Rania Salsabila dan Alif Darmawangsa. Usia pernikahan mereka sudah 11 tahun, di karuniai seorang putri berusia 10 tahun dan seorang putra berusia 3 tahun. Dari luar hubungan mereka terlihat harmonis, kehidupan mereka juga terlihat cukup padahal kenyataannya hutang mereka menumpuk. Rania jarang sekali di beri nafkah suaminya dengan alasan uang gajinya sudah habis untuk cicilan motor dan kebutuhannya yang lain.

Rania bukanlah tipe gadis yang berpangku tangan, sejak awal menikah ia adalah wanita karier. Ia tidak pernah menganggur walaupun sudah memiliki anak, semua usaha rela ia lakoni untuk membantu suaminya walau kadang tidak pernah di hargai. Setiap kekecewaan ia telan sendiri, ia tidak ingin keluarganya bersedih jika tahu keadaannya. Keluarga suaminya juga tidak menyukainya karena dia anak orang miskin.
Akankah Rania dapat bertahan?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sadewi Ravita, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 26 Ketahuan

"Kenapa kamu menolak? Kamu tidak benar-benar menerima ku,"

"Aku belum siap, Mas,"

Alif segera bangkit meninggalkan istrinya, ia terlampau kecewa pada Rania. Selama 11 tahun menikah tidak pernah istrinya menolak saat ia ingin menyalurkan hasratnya. Padahal keduanya sudah lama tidak memadu kasih karena terjadi pertengkaran demi pertengkaran, namun ternyata istrinya tidak menginginkannya.

"Maafkan aku Mas, aku masih belum yakin dengan semuanya," gumam Rania.

Malam ini Alif gagal melakukan penyatuan, pria itu kembali berbaring di sofa. Mencoba untuk tidur walaupun kepalanya terasa pusing karena hasrat yang tidak tersalurkan. Sedangkan Rania menjadi lebih waspada, ia tidak mau sampai kecolongan lagi. Ia tidak mau sampai suaminya berhasil menanamkan benih di dalam rahimnya, karena semenjak mereka tidak sekamar Rania tidak lagi meminum pil KB-nya.

☆☆☆

Keesokan harinya.

Alif berangkat kerja sembari mengantar Alisa sekolah, pria itu bersikap baik seolah semalam tidak terjadi apa-apa di antara dia dan istrinya. Rania lega, suaminya tidak memperpanjang masalah dan menjadi lebih dewasa. Tapi entah mengapa dirinya masih enggan mencabut gugatan cerainya.

Tring... tring... tring...

Ponselnya berbunyi, ia segera mengambil benda pipih yang ia letakkan di nakas. Tertera nama Rangga dengan foto profilnya yang begitu menggoda iman, hatinya berdesir.

"Kenapa dia menelepon? Apa yang harus aku lakukan ya Tuhan?"

Rania memutuskan menerima panggilan itu.

"Iya, halo Rangga," ucap Rania.

"Akhirnya kamu mau mengangkat telepon ku, aku tidak mengganggu waktu mu bukan?" tanya pria itu.

"Tidak, aku sedang santai sambil merekap orderan yang masuk. Oh ya maaf tempo hari aku tidak membalas pesan mu, kita kan sudah ketemu di pasar sore waktu itu,"

"Tidak masalah, aku bisa mengerti kok. Memangnya kamu jualan apa, Nia? Kok kamu tidak pernah cerita jika punya bisnis?"

"Ini hanya bisnis kecil-kecilan kok, baru saja 2 bulan ini aku jalankan. Daripada aku menganggur, lebih baik aku berbisnis sembari merawat anak-anak,"

"Kamu memang wanita hebat. Oh ya apa boleh aku mengajak kamu dan anak-anak pergi?"

Rania berpikir sejenak, ia mencari alasan untuk menolak tawaran pria itu. Ia tidak ingin bermain api sementara dirinya telah memberi kesempatan kedua untuk suaminya.

"Maaf sekali Rangga, akhir-akhir ini aku sangat sibuk. Mungkin lain waktu saja ya," tolak Rania.

"Ok baiklah, terima kasih sudah mau mengangkat telepon ku,"

☆☆☆

Sore harinya.

"Sayang sepulang dari mengaji ibu mau mengajak kalian pergi, jadi cepat pulang ya jangan bermain," ucap Rania.

"Kalau begitu aku libur saja mengajinya, Bu," balas Alisa.

"Ya jangan dong, mengaji itu penting. Toh kita bisa keluar setelah mengaji,"

"Baiklah Bu, aku mengaji dulu ya,"

Rania memberikan uang jajan untuk putrinya, lalu segera membangunkan Bintang yang masih tertidur. Setelah mengajaknya bermain sebentar, ia segera memandikannya. Waktu mengaji Alisa hanya satu jam-an, pas sekali saat semuanya sudah bersiap.

"Ayo Sayang, kita berangkat," ajak Rania.

"Itu Ibu bawa apa?" tanya Alisa.

"Ini oleh-oleh, nanti juga kamu tahu,"

Rania tersenyum penuh arti, membuat tanda tanya di hati putrinya semakin besar.

'Sebenarnya ibu mau mengajak kemana sih kok pakai rahasia segala' batin Alisa.

Motor pun melaju dengan kecepatan sedang menyatu dengan kemacetan lalu lintas jalanan kota. Di semua jalan di penuhi para pekerja yang baru saja pulang dari kantor dengan berbagai macam kendaraan. Hiruk pikuk suasana ibu kota Surabaya begitu kentara saat itu. Kepulan asap dari kendaraan mengakibatkan polusi udara semakin besar.

Sayup-sayup terdengar suara adzan yang berkumandang, Rania segera menghentikan motornya di sebuah masjid yang tidak terlalu besar. Ia melaksanakan kewajibannya sebagai umat islam. Setelah selesai ia melanjutkan perjalanannya yang masih setengah lagi.

"Bu, ini kan jalan yang mau ke rumah nenek? Apa kita akan kesana?" tanya Alisa setengah berteriak.

"Iya Sayang, kita akan mengunjungi rumah nenek," jawab Rania.

Setelah itu hening, tidak ada obrolan lagi. Namun rasa takut menyelimuti hati gadis kecil itu. Walaupun neneknya sudah tidak marah-marah lagi namun ada sedikit kekuatiran di hatinya, ia takut neneknya kembali jahat lagi.

Beberapa menit kemudian, mereka mulai memasuki pelataran rumah orang tua Alif. Suasananya tampak sunyi, mungkin mereka sedang ke masjid atau sibuk di dalam. Rania melangkah dengan hati-hati.

Tok... tok... tok...

"Assalamualaikum,"

Rania memberi salam namun tidak ada sahutan, apa mungkin mereka ada di lantai dua?

Tok... tok... tok...

"Assalamualaikum,"

Rania mencoba sekali lagi, namun tidak ada respon juga.

"Apa mereka semua sedang pergi ya, Bu?" tanya Alisa.

"Tidak tahu juga, Sayang,"

Rania membuka pintu, ternyata tidak terkunci.

"Tidak di kunci, mungkin mereka ada di atas. Ayo kita masuk, Sayang," ajak Rania.

Alisa mematung, ia tidak melangkah sekalipun ibunya menarik tangannya untuk masuk. Gadis itu tampak ragu.

"Kenapa, Nak?" tanyanya lembut.

"Aku takut jika nenek marah-marah lagi,"

"Tenang, kan ada ibu. Lagian nenek tidak pernah marah sama kamu, paling marahnya sama ibu,"

"Aku tahu, aku tidak mau ibu di marahi dan sedih lagi,"

Rania mengusap rambut putrinya dengan lembut, kejadian demi kejadian telah meninggalkan trauma untuk anaknya.

"Sudahlah Sayang, jangan kuatir. Ibu pasti baik-baik saja,"

Setelah berhasil membujuk putrinya mereka segera masuk. Benar saja, lantai satu sepi tidak ada penghuni.

"Kalian tunggu di sini sebentar ya, ibu coba lihat ke atas dulu,"

Rania meninggalkan mereka di ruang TV, sedangkan dia melangkah menuju lantai 2. Lantai 2 adalah kamar mertuanya serta kamar Alif saat dulu tinggal di sini, sedang adik Alif ada di lantai 1. Sayup-satu terdengar seseorang sedang berbicara, Rania segera mengenali suara itu. Itu suara ibu mertua dan juga suaminya.

"Jadi istri mu sudah berhasil kamu bujuk untuk membatalkan perceraian kalian?"

"Iya Bu, aku berpura-pura sakit dan menyindirnya dengan halus. Aku tahu Rania itu orangnya mudah kasihan, jadi aku memanfaatkannya. Apalagi jika anak-anak menangis, ia pasti tidak akan tega,"

Mereka berbicara sembari tertawa.

"Kalau saja dia sekarang tidak punya bisnis dan uang banyak, ibu malas bermanis-manis dengannya. Lebih baik kalian tetap bercerai jika dia kembali kere," ucap ibunya.

"Ibu jangan begitu, aku masih mencintainya. Dia selalu membantu ku memenuhi kebutuhan rumah tangga, dia itu wanita yang baik," balas Alif.

"Ya sama saja, kamu memanfaatkannya untuk kepentingan mu juga," ucap Ibunya.

Rania sudah tidak sanggup mendengar lebih banyak lagi obrolan mereka berdua, hatinya begitu sakit bagaikan tersayat-sayat. Begitu teganya mereka berdua membohonginya, padahal ia tulus ingin memperbaiki segalanya.

Dengan langkah seribu ia segera mengajak kedua anaknya meninggalkan rumah itu. Keduanya yang masih bingung dengan sikap ibu mereka memilih menurut saja. Di sepanjang perjalanan air mata Rania terus berjatuhan, hatinya benar-benar patah.

1
Deli Waryenti
sidang perceraian adalah kasus perdata Thor, jadi gak ada jaksa. mohon survey dulu sebelum menulis
Deli Waryenti
surat dari Pengadilan agama
Deli Waryenti
tuh kan, makanya Rania kamu jangan lemah
Deli Waryenti
Rania oon...jangan lupa juga tanyain sama Alif masalah uang kontrakan rumah
Deli Waryenti
Rania plin plan
Deli Waryenti
alif lebay
Deli Waryenti
by the way Thor
Deli Waryenti
ternyata oh ternyata
Deli Waryenti
astaga...alif norak
Deli Waryenti
sukurin lu alif
Deli Waryenti
bapaknya alif anggota isti ya
Deli Waryenti
harusnya alif paham siapa ibunya
Deli Waryenti
ceritanya bagus dan bahasanya rapi, tapi kok sepi ya
Deli Waryenti
Luar biasa
Deli Waryenti
kok ada mertua begini
Deli Waryenti
buang saja mertuamu ke laut, Rania
Deli Waryenti
😭😭😭
Deli Waryenti
setujuuuu
Deli Waryenti
kerja apa sih si alif
Deli Waryenti
gak punya uang tapi masih merokok
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!