(Proses Revisi) Kaisar adalah salah satu gelar penguasa monarki, kedudukannya bahkan lebih tinggi dari seorang raja. Namun, Kaisar Wira Atmadja adalah penguasa kegelapan di muka bumi ini. Sebut saja, berkelahi, mabuk-mabukan, dan seks bebas. Itu semua sudah menjadi kebiasaannya.
Status sebagai cucu pemilik yayasan membuat Kai sangat ditakuti di sekolah. Siapapun yang mengganggu kesenangannya, dia yakin orang itu tidak akan selamat.
Kai tumbuh dewasa tanpa cinta. Baginya hidup ini hanya miliknya. Tidak peduli pada ayah, ibu ataupun teman-temannya. Kai hanya mencintai dirinya sendiri.
Namun... semua itu berubah saat seorang gadis kutu buku bernama Krystal menciumnya di tengah lapangan.
"Jadi pacar aku."
Adakah yang lebih mengerikan daripada menjadi kekasih seorang Kaisar Wira Atmadja?
Bagaimana caramu untuk merubah Iblis, menjadi Malaikat?
Non Nobis Solum
Kita diciptakan tidak untuk diri kita sendiri.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Anna, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Malaikat Dan Iblis
NOBIS
Chap 25
•
•
•
•
"Yang tadi siapa?" Ujar Kai setelah memasukan satu sendok es krim rasa coklat ke dalam mulutnya.
Mereka sedang duduk bersisihan di bangku taman. Tepat di depan sana tidak jauh dari mereka, ada kedai es krim yang selalu ramai dengan para remaja yang sedang berkencan.
"Rekha?" Tanya Krystal memastikan.
Kai berdehem masih sambil menyuap satu sendok es krim ke dalam mulutnya. "Temen lo?"
"Iya, temen kerja. Eh ... bukan sih," Angin yang berhembus membuat rambut Krystal yang tidak terikat terbang menutupi wajahnya. "Dia senior aku di sana."
Kai melirik cewek itu yang sedang menjumput sedikit rambutnya untuk diselipkan ke belakang telinga. "Udah lama?"
"Apa?" Krystal menatap Kai bingung.
"Kerja di situ."
"Aku? Udah dua tahun. Lama ya?" Krystal terkekeh. "Yang punya restoran namanya Bu Jemma, cantik loh. Tapi sedikit galak."
Sekali lagi, angin berhembus membuat Krystal kesulitan memakan es krimnya. Melihat itu, membuat Kai tanpa sadar meletakan cup es krim miliknya lalu menjulurkan tangannya untuk merapihkan rambut Krystal dan memeganginya.
Cewek itu tersenyum.
"Anginnya kencang banget." Krystal menjauhkan rambutnya. "Nggak usah dipegangin, nanti kamu pegel."
Kai berdehem. Menurunkan tangannya lalu menariknya menjauh.
"Tadi gue lihat lo lari di lapangan." Dia melempar cup es krim yang sudah kosong ke dalam tempat sampah. "Kenapa lo?"
Krystal menyengir ke arah Kai. Di sudut bibirnya, ada noda es krim, dan itu membuat Krystal terlihat sangat menggemaskan.
"Dihukum sama Pak Umar, ketahuan ngobrol hehe."
"Bisa bandel juga lo!"
Krystal terkekeh seraya menggeleng. "Bukan bandel, cuma lagi nggak beruntung." Ujarnya sambil bercanda. Namun, kemudian Krystal terdiam, lalu berpikir sebentar.
"Tunggu." Dia merubah posisi duduknya, menghadap ke arah Kai, lalu menggeser tubuhnya untuk lebih dekat. "Kamu bolos ya?" Serunya dengan mata melotot.
"Gue udah ada pembimbing, jadi ngapain lagi gue masuk sekolah. Belajar bareng lo sama aja kan?"
Krystal menggelengkan kepala. "Pantes kakek nyuruh kamu bimbingan." Lalu dia menarik napas. "Kok gak pinter-pinter sih? Di sana itu ada yang namanya nilai absen, kalo kamu jarang masuk gimana mau naik kelas?"
Kai tersenyum lalu memajukan wajahnya, menatap Krystal yang membalas tatapannya tanpa ragu, dan selalu dengan wajah juteknya. Seolah tatapan yang sering Kai gunakan untuk menarik cewek-cewek tidak mempan untuknya.
"Yaudah, gimana kalo lo pindah ke kelas gue biar gue sering masuk." kelakarnya bercanda yang selalu ditanggapi serisus oleh Krystal
Gadis itu mendesah pelan. "Jangan aneh-aneh, kamu! Seharusnya kamu merasa beruntung, sekolah nggak mikirin bayaran, nggak mikirin ongkos buat berangkat. Nggak harus kerja sambilan buat makan. Nggak harus-"
"Krys.."
"Ya?" ia membelalak ke arah Kai. Membuat Kai menghela napas menatap gemas cewek di depannya itu. Kemudian, tanpa di duga tangannya terjulur untuk menghapus noda es krim pada ujung bibir Krystal.
"Makan yang bener!" Kai lalu menarik diri dan kembali duduk dengan tegap.
Sementara itu, Krystal merasa tidak terganggu sama sekali dengan aksi Kai barusan. Cewek itu terlihat santai sambil mencoba melihat bibirnya, memastikan tidak ada noda es krim lagi.
Beberapa saat hanya hening yang melingkupi keduanya, sampai kemudian Kai kembali membuka suara. "Lo nggak marah?"
Krystal menoleh bingung. "Sama?"
"Sama orang yang udah ninggalin lo." Kai menatap lurus ke depan, sedikit ragu untuk membahas masalah ini. "Sorry kalo gue jadi nyinggung masalah pribadi lo. Tapi, gara-gara orang itu kan lo harus kerja sampingan kayak gini buat biayain hidup lo."
Krystal tersenyum seperti biasanya, tidak tersinggung sedikitpun dengan ucapan Kai barusan.
"Maksud kamu ayah aku?" Krystal terdiam sebentar. "Katanya setiap orang memiliki alasan saat mereka melakukan sesuatu. Ayah juga pasti punya alasan saat ninggalin aku sama ibu.
Kai menoleh ke samping, dimana Krystal juga sedang manatap ke arahnya. "Aku malah berharap ayah lagi hidup bahagia saat ini. Karena jika memang seperti itu, aku masih punya kesempatan buat ketemu sama dia."
"Lo maafin dia?"
Krystal mengangguk. "Pasti, dia kan ayah aku."
Kai tertegun. Siapa sebenarnya cewek yang ada di sampingnya ini? Hatinya terbuat dari apa? Mengapa dia bisa dengan mudah memaafkan orang yang jelas-jelas sudah membuangnya.
"Kenapa?" Hela napas pelan terdengar. "Kenapa lo nggak benci bokap lo?"
"Nggak ada yang berubah walaupun aku benci sama ayah. Ibu nggak akan balik lagi ke dunia ini, dan kenyataan ayah ninggalin aku sama ibu nggak bisa dirubah."
Hening tercipta di antara keduanya, hanya mata mereka yang saling bertabrakan hingga menciptakan sesuatu yang hangat mengalir pada diri mereka masing-masing.
"Aku sebenernya iri sama kamu." Cewek itu menunduk, menatap es krim vanilanya yang mulai mencair. "Kai punya orang tua yang masih lengkap, punya kakek yang baik banget. Mungkin aku nggak bisa ngerasain itu, tapi semenjak kenal sama kamu, aku sekarang jadi tahu rasanya punya kakek seperti apa. Kakek Wira baik banget." Krystal menoleh lagi ke arahnya. "Sekarang boleh aku yang nanya?"
Kai hanya terdiam dengan wajah tenang namun tegas. Memperlihatkan matanya yang tajam namun terlihat menyedihkan.
"Kenapa Kai nggak mau pulang ke rumah?"
Dari jarak sedekat ini, Krystal bisa merasakan jika cowok itu mulai menarik napas kasar. Kemudian membuang pandangannya ke depan, lalu berdecih.
"Gue nggak mau jawab!"
"Curang." Krystal cemberut. "Tadi aku jawab pertanyaan kamu."
"Kenapa lo jawab!" Kai memasukan kedua tangannya ke dalam kantong jaket.
"Karena kamu tanya, sekarang 'kan aku yang nanya."
"Kapan gue bilang lo boleh nanya?"
"Kamu kok ngeselin." Krystal mencebik, melipat tangannya di depan dada.
Sementara Kai hanya terkekeh melihat kelakuan Krystal. Cewek polos yang mulai mengisi kekosongan pada dirinya. Kepribadian mereka berbeda sangat jauh, Krystal dengan kepolosannya mampu membuat Kai menggeram kesal namun tidak bisa berbuat banyak.
Seperti Malaikat dan Iblis.
Kai bahkan heran, cewek seperti Krystal mengapa harus mempunyai kehidupan yang begitu sulit. Dia kira, Tuhan hanya mengutuk iblis-iblis seperti dirinya, memberikan hukuman dengan memberikan keluarga yang berantakan. Namun, nyatanya manusia sebaik Krystal juga harus merasakan hal yang sama.
"Lo bilang, lo mau ketemu bokap lo? Gimana caranya? Fotonya aja lo nggak punya." Tanya Kai tiba-tiba.
Krystal lalu melepas sebuah kalung berbandol batu crystal dari lehernya. Lalu menatapnya sebentar. Kemudian menunjukannya pada Kai.
"Pake ini." Menyadari Kai menatap kalungnya dengan bingung, Krystal kemudian menjelaskan. "Ini kalung peninggalan ibu, ayah yang ngasih ini ke ibu aku."
Kai masih memperhatikan kalung tersebut. Tangannya terjulur mengambil itu dari tangan Krystal. Batu crystal terkenal mahal, Kai yakin jika ayah Krystal bukan orang sembarangan hingga mampu membeli kalung dengan bandol batu crystal.
Semakin menatap kalung tersebut, Kai berpikir jika dia merasa tidak asing dengan bandol kalung tersebut, seperti pernah melihat namun tidak tahu kapan dan dimana tepatnya.
"Nanti kalo udah ada uang, aku pengen bikin iklan pencarian orang pake kalung ini." Krystal menatap Kai sumringah. "Kamu tau, karena kalung ini ibu kasih nama aku Krystal. Katanya ayah yang minta seperti itu."
Perhatian Kai berpindah pada cewek di sampingnya. "Lo yakin ini bokap lo yang ngasih?"
Krystal mengangguk. "Iya, ibu yang ceritain ini ke bunda." Kai lagi-lagi tidak mengerti dan itu harus membuat Krystal kembali bercerita. "Aku udah pernah cerita belom sih, kalo aku diasuh sama bunda, ibu panti di tempat aku sama ibu tinggal dulu."
Kai mengangguk seolah mengerti, lalu menyerahkan kalung itu kembali pada Krystal. "Simpen yang bener."
"Iya." Krystal kembali memakai kalung itu.
Bersamaan dengan itu, ponsel Krystal berdering. Dia merogoh kantong celananya lalu melihat nama penelepon. Seketika itu juga senyumnya mengembang.
"Hallo, bun."
"Nak, Krystal. Di panti banyak orang-orang suruhan pemilik tanah. Mereka semua mau mengusir kita, Nak."
Sontak Krystal berdiri terkejut, hingga membuat cup es krim miliknya tumpah.
"Bunda dimana sekarang?"
"Di kamar anak-anak, Krys—Aakkhh..."
Terdengar teriakan dan tangisan anak panti dari sana, dan itu membuat kepanikan Krystal bertambah besar. Ditambah dengan suara debuman keras lalu menyusul suara teriakan kemarahan orang-orang itu.
"Bunda tenang ya, Krystal langsung kesana. Bunda jangan buka pintu sampai Krystal datang."
Melihat kepanikan di wajah Krystal membuat Kai ikut berdiri dan menatapnya penuh pertanyaan.
"Kenapa lo?"
"Kai, kamu bisa anterin aku?" Pinta Krystal dengan panik. Matanya mulai berkaca-kaca, dan raut ketakutan tercetak jelas di wajahnya.
"Kemana?"
"Ke Panti Asuhan. Tolongin aku ya, Kai."
• • •
Hai genks!! ... terima kasih sudah membaca cerita ini.
Jangan lupa ya tekan Like, dan beri komentar. Kalau kalian suka dengan cerita yang aku buat, tolong beri rating bintang lima nya yaa..
terima kasih buat kalian yang sudah mendukung saya membuat cerita ini...
salam sayang,
anna ❤❤❤❤
sdh tidak terhitung berapa kali sudah membacanya... keren banget ceritanya