Keris Mpu Gandring menghilang usai berhasil menggenapi tujuh korban sesuai kutukan sang pembuat saat Ken Arok membunuhnya.
18 tahun setelah Pusaka Penebar Petaka itu menghilang, seorang pendekar muda yang baru turun gunung menggegerkan dunia persilatan dengan memegang Pusaka Penebar Petaka itu di tangan nya.
Siapakah dia? Apa hubungannya dengan bayangan hitam yang mencabut keris pusaka itu di tubuh sang korban terakhir saat Seminingrat menghabisi nyawa Apanji Tohjaya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ebez, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Racun Ular Kuning
Semua orang segera menatap Arya Pethak yang sedari tadi hanya diam saat anggota Kelompok Kelabang Ireng datang ke tempat itu.
"Jangan asal menuduh kalau tidak melihat sendiri", ujar Arya Pethak dengan kalem.
Phuihhhh...
"Bango Ireng sendiri yang mengatakan, bahwa yang membunuh Kebo Gunung adalah seorang pemuda yang berbaju putih.
Dan diantara kalian semua, cuma kau yang memakai baju putih, bangsat!", maki Walang Sangit sembari meludah ke tanah dengan kasar.
"Hari ini kebetulan aku memakai baju putih, kemarin aku memakai baju hitam.
Sudah jelas tuduhan mu tidak berdasar. Jangan mencari kambing hitam pada sembarang orang", ucap Arya Pethak yang sengaja memancing amarah Walang Sangit, sang ahli racun dari Kelompok Kelabang Ireng.
"Bocah tengik!
Mulut mu pantas mendapat pelajaran. Mahesa Paku, bunuh dia!", perintah Walang Sangit pada Mahesa Paku yang ada di belakang nya.
"Baik Kakang", ujar Mahesa Paku yang segera berlari cepat kearah Arya Pethak. Belum sempat mendekat, Mpu Sasi dengan sigap menghadang laju pergerakan Mahesa Paku dengan ayunan kaki kanan nya.
Whhesssss...
Mahesa Paku terpaksa melompat tinggi untuk menghindari serangan Mpu Sasi. Tubuh besar Mahesa Paku mendarat dua tombak di belakang Mpu Sasi.
"Kakek tua bau tanah!
Kau sudah bosan hidup ya?", teriak Mahesa Paku yang kesal karena di halangi oleh Mpu Sasi.
"Hidup mati manusia bukan kau yang menentukan, bukan kau kebo bunting.
Majulah, kalau kau ingin mencoba kepalan tangan orang tua ini", balas Mpu Sasi sambil mengepalkan tangannya ke arah Mahesa Paku.
"Brengsek!
Namaku Mahesa Paku, bukan kebo bunting. Akan ku buat kau menemui Dewa Yama hari ini", usai berkata demikian Mahesa Paku segera berlari cepat kearah Mpu Sasi. Gerakannya mirip kerbau menyeruduk karena badannya yang besar.
Tubuh kurus Mpu Sasi dengan ringan melenting tinggi sambil bersalto di udara. Tangan kanannya mengepal dan menghantam punggung Mahesa Paku yang lebar.
Bhhhuuukkkkkhhh!
Mahesa Paku nyaris terjungkal kalau saja tangan kiri tidak menyangga tubuhnya ke tanah. Namun pukulan keras Mpu Sasi sepertinya tidak berpengaruh pada Mahesa Paku. Sambil menggeram marah, pria berbadan besar itu kembali berlari cepat kearah Mpu Sasi. Kali ini dia mengeluarkan sebuah gada yang sedari tadi terikat di punggungnya.
Sambil berlari cepat, Mahesa Paku mengayunkan gada nya kearah Mpu Sasi yang telah bersiap untuk menghadapi Mahesa Paku.
Pertarungan antara mereka berlangsung sengit.
Mahesa Paku dengan ayunan gada nya berusaha mengepruk kepala Mpu Sasi, namun gerakan kakek tua renta itu justru lincah menghadapi serangan Mahesa Paku yang mirip kerbau gila.
Bhummmmmmmhh!
Air hujan yang menggenang terciprat saat gebukan Mahesa Paku hanya menghantam tanah. Mpu Sasi yang berhasil menghindari serangan dengan melompat tinggi ke udara lantas meluncur turun kearah Mahesa Paku.
Kakek tua renta itu merapal Ajian Tapak Awan nya yang membuat tangan kanannya di liputi oleh sinar perak kehitaman.
Mahesa Paku yang tersadar nyawanya dalam bahaya, buru menghantamkan gada nya untuk menangkis serangan Mpu Sasi.
Blllaaammmmmmmm!!!
Ledakan dahsyat terdengar. Gada Mahesa Paku hancur dan tangan kanan Mpu Sasi langsung menghantam tubuh besar Mahesa Paku hingga membuat pria itu terlempar jauh dan menabrak pohon di tepi jalan raya itu dengan keras.
Brruuuaaaakkkkkkkhh!!
Mahesa Paku batuk batuk kecil. Dadanya terasa sesak bukan main. Dari sudut bibirnya, darah mengalir. Mahesa Paku mengusap darah dengan kasar lalu meludah ke tanah.
Phuihhhh
Dia berusaha untuk bangkit. Begitu berhasil, Mahesa Paku segera berlari cepat kearah Mpu Sasi. Pertarungan mereka berlanjut lagi.
Sedangkan anggota Kelompok Kelabang Ireng lainnya langsung menerjang ke arah para rombongan pasukan Kadipaten Kurawan setelah Mahesa Paku maju dan Walang Sangit bergerak.
Walang Sangit yang bertubuh kurus, melesat cepat kearah mereka seraya melemparkan pisau pisau kecil berwarna hitam. Sebagai ahli racun, senjata Walang Sangit selalu berlumur racun keji yang mematikan.
Shrrriinnnggg shhhrriinggg shriingg!!
Gajah Wiru alias Pendekar Pedang Merah langsung melompat menghadang serangan Walang Sangit dengan memutar cepat senjatanya.
Thhraaaangggggggg trakkk!!
Pisau berwarna hitam itu mental saat terkena putaran pedang merah milik Gajah Wiru. Namun terjangan Walang Sangit yang merupakan serangan utama, membuat Gajah Wiru tak siap. Tendangan keras kaki kurus Walang Sangit menghajar perut Gajah Wiru dengan keras.
Dhiiieeeessshh!
Gajah Wiru langsung terpelanting ke belakang. Rupanya tendangan dari Walang Sangit di lambari tenaga dalam tingkat tinggi hingga membuat luka dalam pada Gajah Wiru.
Huuuuooogggghhh!
Pendekar Pedang Merah itu muntah darah kehitaman. Dia berusaha untuk bangkit dari tempat jatuhnya. Walang Sangit yang melihat lawan jatuh, berniat untuk menghabisi nya secepat mungkin.
Lelaki bertubuh kurus itu dengan cepat kembali lemparkan dua pisau kecil berwarna hitam kearah Gajah Wiru.
Whuuthhh shriingg,!
Sebuah serangan sinar biru terang menghantam dua pisau kecil yang mengancam nyawa Gajah Wiru yang tengah kesakitan pada dada nya.
Bllarrrrrrr!!
Ledakan terdengar dan dua pisau kecil berwarna hitam milik Walang Sangit hancur di udara terkena hantaman Ajian Tapak Brajamusti yang di lepaskan Arya Pethak.
Walang Sangit mendelik tajam ke arah Arya Pethak.
"Rupanya benar omongan Bango Ireng bahwa pembunuh Kebo Gunung seorang pemuda berilmu tinggi.
Baik, aku tidak akan main main lagi dengan mu", ucap Walang Sangit sambil mengeluarkan sepasang pisau besar yang bentuknya melengkung. Pada gagang pisau terdapat ukiran kepala tengkorak. Itulah Pisau Dewa Kematian yang merupakan senjata andalan Walang Sangit. Bilah pisau besar itu begitu tipis dan berwarna merah kehitaman.
Perlahan Walang Sangit mengeluarkan ilmu kedigdayaan nya, Ajian Penghancur Mayat.
Dengan kedua tangan yang memegang pisau di depan dada, mulut Walang Sangit berkomat kamit membaca mantra. Sinar hitam kemerahan bergulung gulung muncul dari punggung Walang Sangit, melingkar pada tangan lalu melingkupi bilah Pisau Dewa Kematian.
Arya Pethak yang baru menggunakan Ajian Tapak Brajamusti, kembali harus menambah daya kesaktiannya dengan Ajian Langkah Dewa Angin.
Segera tangan kanan Walang Sangit mengayunkan Pisau Dewa Kematian kearah Arya Pethak.
Whhhuuuuuttttthhhh...
Selarik sinar tipis berwarna hitam kemerahan disertai angin panas berbau tidak sedap menerabas cepat kearah Arya Pethak. Dengan Ajian Langkah Dewa Angin, Arya Pethak bergerak cepat menghindari sinar hitam kemerahan yang kemudian menghantam pohon di belakang Arya Pethak.
Blllllaaaarrrrrrrhhhh!
Pohon itu langsung meledak dan terbelah menjadi dua bagian. Melihat serangan nya tak membuahkan hasil, kembali Walang Sangit ayunkan pisau di tangan kirinya.
Namun lagi lagi Arya Pethak bisa menghindari serangan Ajian Penghancur Mayat yang di salurkan pada Pisau Dewa Kematian.
Walang Sangit semakin murka. Dia dengan cepat membakar Pisau Dewa Kematian berulang kali. 4 sinar hitam kemerahan bertubi-tubi menerabas cepat kearah Arya Pethak.
Whuuussshh whuuussshh!!
Arya Pethak menjejak tanah dengan keras. Tubuh pemuda tampan itu segera melenting tinggi ke udara, menghindari serangan Walang Sangit. Lalu dengan cepat dia turun sambil menghantamkan tangan kanannya.
Shhhiiiuuuuuuutttt...
Sinar biru terang menerabas cepat kearah Walang Sangit. Anak buah Ronggo Geni itu berusaha menghentikan serangan itu dengan dua sabetan Pisau Dewa Kematian yang mengalirkan sinar hitam kemerahan.
Blllaaammmmmmmm!!
Ledakan dahsyat terdengar dan Walang Sangit terpelanting jauh ke belakang sejauh hampir sepuluh tombak. Pisau Dewa Kematian terlepas dari tangannya dan menancap di tanah tak jauh dari tempat nya terjatuh.
Huuuuooogggghhh!!
Walang Sangit muntah darah kehitaman pertanda dia mengalami luka dalam yang serius.
"Bajingan kau, pemuda tengik!
Terkutuk kau!", maki Walang Sangit yang merasakan dadanya seperti mau pecah. Lelaki bertubuh kurus itu berulang kali muntah darah segar.
Arya Pethak berjalan mendekati Walang Sangit yang masih terduduk di tanah sambil meringis menahan rasa sakit pada dadanya.
Saat jarak tinggal 2 tombak, tiba tiba Walang Sangit melemparkan 2 bola kecil berwarna kuning kearah Arya Pethak. Rupanya dia ingin membawa Arya Pethak mati bersamanya.
Whuuthhh whuuthhh!!!
Arya Pethak yang waspada langsung menghantamkan tangan kanannya yang di lambari Ajian Tapak Brajamusti andalannya menyongsong serangan Walang Sangit.
Blarr blaaarrrhhh!!
Bola kuning meledak hancur dan sinar biru terang terus menerjang ke arah Walang Sangit yang masih tak bergerak dari tempatnya.
Blllaaammmmmmmm!!
Ledakan keras terdengar dan Walang Sangit terpelanting ke belakang sejauh 4 tombak. Tubuh kurus pria itu langsung diam tak bergerak sedikitpun. Dia tewas seketika dengan dada hangus seperti tersambar petir.
Namun Arya Pethak tiba-tiba roboh. Tubuhnya lemas seperti tak berdaya. Paramita yang baru menebas leher seorang anggota Kelompok Kelabang Ireng segera melompat ke arah Arya Pethak.
"Kakang Pethak, kau kenapa?", tanya Paramita yang tiba di samping putra angkat Mpu Prawira itu.
"Aku tidak tahu Mita..
Tubuh ku tiba tiba lemas tak berdaya", ujar Arya Pethak dengan muka yang memucat. Bibirnya menguning seperti baru memakan kunyit. Dia tak sengaja menghirup bubuk kuning wangi dari dua bola kecil yang meledak tadi.
Melihat tanda-tanda itu, Paramita langsung tahu bahwa Arya Pethak tengah keracunan.
"Celaka!
Racun Ular Kuning, ini berbahaya..
Sekarwangi... Sekarwangi....
Cepat bantu aku!", teriak keras Paramita yang membuat Sekarwangi segera melesat ke arah nya. Racun Ular Kuning adalah salah satu racun paling mematikan dalam dunia persilatan. Jika tidak cepat ditangani, orang yang terkena pasti akan mati dengan cepat.
"Ada apa Mita? Kenapa kau berteriak seperti orang gila begitu?", tanya Sekarwangi yang tak melihat keadaan Arya Pethak. Begitu melihat keadaan Arya Pethak yang wajahnya memucat, putri Patih Pranaraja itu langsung panik bukan main.
"Kakang Pethak,
Kau kenapa Kakang??!
Mita, apa yang sebenarnya telah terjadi?", tanya Sekarwangi dengan panik.
"Sudah tutup mulut mu dulu. Bantu aku untuk mendudukkan Kakang Pethak.
Cepat Sekarwangi!", teriak Paramita dengan tidak sabar.
Buru-buru Sekarwangi membantu Arya Pethak yang lemas seperti tak bertulang. Usai berhasil duduk, Sekarwangi segera duduk bersila di belakang punggung Arya Pethak.
Kedua tangan Paramita perlahan menangkup di depan dada. Lalu dengan cepat dia menotok beberapa urat syaraf di punggung Arya Pethak.
Thhepp theepphh..
Lalu cucu Begawan Tirta Wening itu segera menghantamkan kedua telapak tangan nya ke punggung Arya Pethak sambil menyalurkan tenaga dalam.
"Eeeeehhmmmmmppphhhh..
Huooooggghhhh!!!", usai menggeram, Arya Pethak muntah darah kehitaman. Paramita terus menyalurkan tenaga dalam nya pada Arya Pethak untuk membantu mengeluarkan Racun Ular Kuning yang di lemparkan Walang Sangit tadi.
Sementara pertarungan antara para prajurit Kadipaten Kurawan dengan orang orang Kelompok Kelabang Ireng mulai memasuki tahap akhir.
Satu persatu anak buah Kelompok Kelabang Ireng mulai tumbang di tangan para prajurit Kadipaten Kurawan. Tinggal 3 orang yang masih bertahan menghadapi para prajurit Kadipaten Kurawan yang tersisa 5 orang. Bekel Menjangan Kalung juga sudah terkapar bersimbah darah. Bekel prajurit Kurawan itu tewas saat mendapat tusukan keris dari anak buah Kelompok Kelabang Ireng yang membokong nya.
Sementara Tumenggung Jaran Gandi sendiri juga tidak lebih baik. Luka dalam yang di dapat saat bertarung melawan Kebo Gunung belum sepenuhnya pulih, kembali dia derita akibat hantaman salah seorang anak murid Walang Sangit yang cukup sakti. Meski akhirnya orang itu tewas di tangan Sekarwangi, namun luka dalam Tumenggung Jaran Gandi kambuh lagi.
Klungsur yang ikut membantu, akhirnya berhasil membabatkan wedung nya kearah perut salah satu anak buah Kelompok Kelabang Ireng yang lengah. Pria bertubuh bogel itu segera menjauh saat usus lawan nya terburai dan akhirnya mati kehabisan darah.
Mpu Sasi dengan sigap menghindari hantaman tangan besar Mahesa Paku dengan berkelit ke samping kiri.
Tangan kakek tua renta itu lantas menghantam dada kiri Mahesa Paku dengan Ajian Awan Matahari nya. Sinar merah kekuningan yang melambari tangan kurus Mpu Sasi berhawa panas menyengat.
Dhhhhuuuaaaaaarrrrrrrhh!!
Ledakan dahsyat terdengar saat tangan kurus Mpu Sasi menghajar dada kiri Mahesa Paku. Salah satu dari 12 sesepuh Kelompok Kelabang Ireng itu terpental dan menghantam tanah dengan keras.
Mata Mahesa Paku melotot menahan sakit sebelum akhirnya menutup dan terkulai. Dada kiri Mahesa Paku gosong, tulang dadanya remuk. Dia tewas mengenaskan di tangan Mpu Sasi, seorang pendekar sepuh yang pernah menggegerkan dunia persilatan dengan julukan Dewa Golok Awan dari Gunung Wilis.
Melihat Sesepuh Kelompok Kelabang Ireng tewas, dua anggota Kelompok Kelabang Ireng langsung melompat kabur meninggalkan pertarungan.
Para prajurit Kadipaten Kurawan yang hendak mengejar langsung menghentikan langkah manakala Tumenggung Jaran Gandi berteriak pada mereka.
"Tidak perlu lagi dikejar. Cepat bantu teman teman kita yang terluka", ujar Tumenggung Jaran Gandi sambil meringis menahan sakit pada dadanya.
Para prajurit yang tersisa segera membantu Arya Pethak dan kawan-kawan nya termasuk pada Gajah Wiru yang luka dalam serius. Mereka menggotong Gajah Wiru ke dalam gubuk untuk mendapat perawatan.
Yang lain segera membuat lobang untuk menguburkan mayat kawan mereka yang tak selamat hari itu. Terpaksa mereka membuat satu lobang besar agar cepat menyelesaikan tugas nya. Satu persatu mayat prajurit Kadipaten Kurawan di letakkan di dalam lobang. Yang terakhir mereka memasukkan mayat Bekel Menjangan Kalung lalu menguruk nya dengan tanah.
Sedangkan Mpu Sasi mendekati Paramita yang terus-menerus menyalurkan tenaga dalam nya untuk mengeluarkan racun dari tubuh Arya Pethak. Meski keringat sebesar bulir jagung menetes dari dahi gadis cantik itu, namun dia terus saja menyalurkan tenaga dalam nya.
Mpu Sasi tersenyum tipis.
"Mundur kau gadis kecil. Biar aku yang membantu pemuda ini.
Dan kau gadis berbaju kuning,
Ambilkan botol keramik di pelana kuda ku. Yang tutupnya berwarna merah. Cepat!", perintah Mpu Sasi yang membuat Paramita dan Sekarwangi segera melakukan apa yang diminta kakek tua renta itu.
Segera Mpu Sasi duduk bersila di belakang punggung Arya Pethak. Lalu mulai menotok jalan darah Arya Pethak sebanyak 4 kali.
"Ini botolnya Ki?", tanya Sekarwangi sambil mengulurkan botol keramik putih bertutup kain merah pada Mpu Sasi.
Kakek tua renta itu lantas membuka tutup botol dan menuangkan 2 pil berwarna hitam. Lalu dengan cepat dia memberikan pada Sekarwangi.
"Minumkan pil itu sekarang!
Aku akan mulai mengobati pemuda ini"
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
Ikuti terus kisah selanjutnya 😁
Yang suka silahkan tinggalkan jejak kalian dengan like 👍, vote ☝️ ,favorit 💙 dan komentar 🗣️ nya yah boss 😁😁
Selamat membaca 😁🙏😁