Ia adalah Echo bernama Jae, idol pria berwajah mirip dengan jake Enhypen. Leni terlempar kedua itu dan mencari jalan untuk pulang. Namun jika ia pulang ia tak akan bertemu si Echo dingin yang telah berhasil membuat ia jatuh cinta
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sabana01, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pesan yang Menembus Dua Dunia
Proyek serum berfrekuensi energi tinggi akhirnya memasuki tahap uji coba ketiga. Laboratorium R&D J-Cosmetic masih terang meski sudah lewat tengah malam. Mesin analisis menyala, layar-layar komputer menampilkan grafik yang berdenyut seperti detak jantung.
Leni berdiri di tengah ruangan dengan tangan gemetar—bukan karena lelah, tapi karena ia merasa berada di ambang sesuatu yang tidak seharusnya mungkin.
Sebuah file audio kecil tersimpan di ponsel Leni. Pesan singkat. Tidak lebih dari sepuluh detik. Namun rasanya seperti berat seratus kilogram.
Jae berdiri di sampingnya, masih memakai hoodie hitam dan sandal rumah. “Kau yakin ingin mengirimnya sekarang? Kita belum tahu efek sampingnya.”
“Aku tidak bisa menunggu lebih lama, Jae,” jawab Leni pelan. “Ibu sudah menunggu tanpa jawaban dariku selama berminggu-minggu.”
Jae menatapnya, melihat getaran kecil di bibir Leni. Ia tahu ini lebih dari sekadar pesan. Ini adalah jembatan emosional yang bisa mengguncang dua realitas sekaligus.
Leni mengambil napas panjang. Ia lalu membawa botol serum prototype—versi yang cukup kuat memancarkan frekuensi Resonansi Tinggi. Botol itu diletakkan di depan ponselnya.
“Kalau teorinya benar,” kata Leni, “frekuensi dari serum akan memperkuat getaran audio. Bukan untuk membuka portal, bukan untuk memanggil Kim Leni yang asli. Hanya untuk… menyampaikan suara.”
Jae mendekat, menyentuh punggung Leni. “Aku di sini.”
Leni menekan tombol play. Suaranya sendiri terdengar lembut dari speaker HP—pesan yang ia rekam satu jam sebelumnya dengan hati yang penuh.
Ibu… ini Leni. Aku baik-baik saja. Aku bahagia. Dunia di sini berbeda, tapi aku aman… dan aku tidak sendirian. Kumohon… jangan khawatir. Aku mencintaimu.
Ketika audio diputar, serum prototype mulai berdenyut ringan, memancarkan kilau halus seperti partikel cahaya yang tidak bisa dijelaskan dengan sains biasa.
Gelombang energi kecil menggetarkan meja laboratorium. Layar komputer di belakang mereka berkedip, grafik naik turun seperti merespons sesuatu yang tak kasatmata.
Leni memegang ponselnya erat-erat. “Kirim… kumohon sampai…”
Tiba-tiba udara di sekitar mereka berubah, seperti tekanan atmosfer turun setengah derajat. Ruangan terasa bergetar halus, seolah energi di dalamnya sedang mencari arah.
Kemudian—hening.
Semuanya berhenti.
Serum itu berhenti berpendar. Suara mesin kembali normal. Tidak ada sensasi aneh. Tidak ada gema. Tidak ada retakan dimensi.
Seolah-olah tidak terjadi apa-apa.
Leni menatap ruang kosong di depan meja. “Jae… apakah… apakah itu terkirim?”
Belum sempat Jae menjawab, ponsel Leni bergetar pelan. Bukan notifikasi. Bukan pesan. Bukan panggilan.
Hanya getaran—ritmis, lambat, dan sangat familiar.
Leni membeku.
“Itu…” bisiknya. “Itu pola getaran favorit Ibu. Pola yang selalu ia gunakan ketika mengetuk pintu kamarku.”
Jae menatap ponsel itu dengan mata membesar. “Ini… resonansi balik.”
“Artinya…” Leni menutup mulutnya dengan kedua tangan. Matanya langsung dipenuhi air mata. “Artinya pesannya… sampai.”
Ia menangis tanpa suara, tubuhnya bergetar di antara lega dan syok.
Jae langsung memeluknya, menahan tubuh Leni yang hampir jatuh karena emosinya terlalu besar untuk ditanggung sendirian.
“Leni… kau berhasil,” bisik Jae di telinganya. “Ibumu mendengar suaramu.”
Leni memeluk leher Jae erat-erat, air matanya membasahi hoodie hitam itu. “Aku hanya ingin dia tahu aku tidak hilang. Kalau aku… bahagia di sini…”
Jae menangkup wajah Leni, ibu jarinya menghapus air mata yang terus mengalir. “Kau pantas mendapat jawaban itu. Kau pantas mendapat ketenangan itu.”
Untuk pertama kalinya, sejak terjebak di dunia ini, Leni merasa jantungnya kembali utuh. Tidak sepenuhnya pulang—tetapi sesuatu dari rumah lamanya telah menjangkau dirinya kembali.
Dan itu cukup untuk membuatnya merasa… lengkap.
...****************...