NovelToon NovelToon
Antara Air Dan Api

Antara Air Dan Api

Status: sedang berlangsung
Genre:Spiritual / Fantasi / Kultivasi Modern / Evolusi dan Mutasi / Cinta Beda Dunia / Pusaka Ajaib
Popularitas:200
Nilai: 5
Nama Author: Ahmad Syihab

novel fiksi yang menceritakan kehidupan air dan api yang tidak pernah bersatu

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ahmad Syihab, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Retakan yang Menggema

Ledakan cahaya dari retakan dimensi menyilaukan seluruh ruang di bawah lautan. Cai terpaksa menutup matanya, sementara Sena merangkulnya agar tidak terseret arus yang kini menggila. Air berputar membentuk spiral liar yang membuat seluruh kubah lautan bergema.

Ratu Biru berdiri di pusat pusaran, jubahnya berkibar seperti nyala api biru kelam.

“Ini adalah momen yang dunia-dunia kalian lupakan,” ujarnya, suaranya bergema tanpa gema suara yang tidak mengikuti hukum mana pun di lautan ini. “Kekuatan sebelum Dimensi Air dan Dimensi Api lahir. Kekuatan asli.”

Sena menggeram. “Kekuatan apapun yang kau panggil, kau tidak berhak menghancurkan keseimbangan dunia!”

Ratu Biru menoleh, senyum tipis menghiasi bibirnya yang sedingin gelombang malam. “Keseimbangan? Kalian menyebut keadaan rapuh yang kita hidupi sebagai keseimbangan? Dunia ini sudah retak jauh sebelum aku menyentuhnya.”

Cahaya retakan semakin terang, dan dari dalamnya tampak garis-garis cahaya lain muncul, seperti jari yang berusaha merenggangkan pintu yang disegel.

Cai menggenggam tangan Sena. “Jika retakan itu sepenuhnya terbuka, apa yang terjadi?”

Laksana yang berdiri di belakang, hampir terjatuh karena tekanan arus, menjawab dengan suara bergetar.

“Itu… akan membangkitkan unsur pertama. Unsur yang lebih tua dari air, sebelum energi terbagi. Unsur yang tidak memiliki bentuk, tidak memiliki moral, hanya… kekuatan murni.”

Lyra terengah, merasakan tekanan yang merayapi paru-parunya. “Dan itu… bisa menghancurkan dimensi-dimensi?”

Laksana mengangguk berat. “Dalam sekejap.”

Sena langsung melompat maju.

“Tidak akan kubiarkan!”

Namun api yang ia panggil hanya muncul seperti debu panas yang langsung padam oleh air di sekeliling.

“Sial!” Sena memukul air, frustasi. “Tempat ini menguras semuanya…”

Cai menariknya kembali sebelum arus menyeret tubuh Sena mendekati pusat pusaran.

“Kita tidak bisa menyerang dengan cara biasa,” kata Cai. “Air di sini memakan energi dari elemen mana pun. Kita harus cari cara lain.”

Ratu Biru mengangkat tangan. Pusaran cahaya menguat. Retakan itu melebar, mengeluarkan bunyi retak seperti kaca pecah yang menggema jauh ke dasar samudra.

Tiba-tiba, sesuatu terlihat dari dalam celah itu—bukan sosok, bukan cahaya, tetapi… mata.

Mata besar, berwarna abu pudar, tanpa iris, tanpa jiwa.

Mata itu menatap mereka semua dari kegelapan.

Lyra mundur satu langkah, wajah pucat. “Itu… bukan makhluk. Itu… kehampaan yang mengambil bentuk mata.”

Cai merasakan jantungnya seakan berhenti. “Dia sadar… kita melihatnya.”

Ratu Biru tertawa ringan. “Akhirnya kalian mengerti betapa kecilnya dunia kalian.”

Sena tidak tahan lagi. Ia maju dengan marah, air di sekelilingnya bergetar.

“Cai, bertahan di belakangku!”

Cai menahannya. “Tidak! Kita menghadapi ini bersama!”

Ratu Biru mengangkat kedua tangannya dan air di sekitar retakan membentuk bulatan besar yang berputar cepat. Dari bulatan itu muncul tangan raksasa yang terbuat dari air pekat tanpa warna, mengayun ke arah mereka.

“AWAS!”

Cai mendorong Sena ke samping. Tangan raksasa itu menghantam lantai kubah, menghancurkannya dan menciptakan gelombang kejut yang membuat mereka terpental puluhan meter.

“Agh!” Sena memutar tubuh, melindungi Cai dari benturan. Dua-duanya berguling di air, terlempar mendekati batas kubah.

Lyra menangkis serpihan air padat yang melesat ke arahnya dengan angin tipis. “Dia sudah menggabungkan kekuatan primordial dengan arus laut! Itu bukan sihir air biasa!”

Laksana menancapkan tongkatnya ke dasar kubah, memaksa medan perlindungan kecil terbentuk. “Cai! Kamu harus melawan inti arus itu!”

Cai mengangkat wajah, napasnya berat. “Bagaimana?! Aku bahkan tidak bisa memanggil arusku sendiri!”

“Karena kamu masih mengandalkan air fisik!” teriak Laksana. “Ingat apa yang pernah kubilang kekuatan terbesarmu bukan air, tetapi dirimu sendiri. Panggil resonansi arus hidupmu!”

Cai menatap telapak tangannya yang bergetar.

Resonansi… dirinya sendiri…

Namun sulit fokus ketika arus di sekitar makin liar dan retakan melebar.

Sena mendekat dan menggenggam wajah Cai dengan kedua tangan.

“Dengar aku,” katanya tegas. “Aku tidak peduli apa yang ada di balik retakan itu. Yang penting… kau ada di sini. Kau tidak sendiri.”

Cai terdiam.

Sena menekan dahi mereka berdua, seperti berusaha menyalurkan keberaniannya.

“Kekuatanmu bukan hanya resonansi air,” bisiknya. “Tapi resonansi jiwa. Kau tidak perlu melawan tempat ini sendirian. Aku di sini. Aku akan selalu di sini.”

Cai menghirup napas dalam-dalam.

Dan untuk pertama kalinya sejak memasuki Lautan Tanpa Bayangan… ia merasa hangat.

Sebuah gema lembut muncul dari dadanya, bergetar, menyebar ke seluruh tubuhnya hingga air di sekelilingnya ikut tergetar balas.

Lyra memekik kecil. “Itu… resonansi jiwa! Kau benar-benar melakukannya!”

Cahaya biru lembut muncul dari tubuh Cai, tidak seperti cahaya arus biasa lebih tenang, lebih stabil, dan lebih dalam. Cahaya itu memantul ke Sena, lalu kembali kepada Cai, membentuk lingkaran yang menyatu stabil.

Ratu Biru mengernyit. “Apa yang sedang kau lakukan?”

Cai membuka mata.

Mata itu kini memantulkan warna biru terang yang tidak ia miliki sebelumnya.

“Aku memanggil arus yang tak bisa kau kendalikan, Ratu Biru,” ujar Cai dengan suara yang berubah lebih dalam.

“Arus… hidupku.”

Gelombang cahaya dari tubuh Cai menyapu seluruh ruang, menghentikan sementara pusaran badai. Tangan air raksasa itu hancur seketika, kembali menjadi air biasa.

Ratu Biru hampir terseret mundur oleh gelombang itu. “Tidak mungkin! Kau tidak seharusnya mampu menggunakan resonansi inti di tempat ini!”

Cai mengangkat tangan. Arus air yang tadinya kacau kini menarik diri ke arahnya, tunduk, patuh.

Lyra ternganga. “Dia… mengendalikan perairan inti Lautan Tanpa Bayangan?!”

Laksana tersenyum bangga. “Itulah potensi sejati sang Penjaga Air.”

Sena berdiri di samping Cai, meski kekuatan apinya nyaris padam, ia tetap percaya padanya sepenuhnya.

“Lakukan, Cai,” katanya pelan. “Aku bersamamu.”

Cai memfokuskan cahaya di tangannya dan mengarahkannya ke retakan. Resonansi itu menyebar seperti gelombang sonar raksasa, mencoba menutup celah tersebut.

Mata besar di balik retakan itu bergerak, kini menatap langsung ke arah Cai. Tekanan besar menyerang balik, membuat air bergetar hebat.

Cai meringis. “Sena… tekanan ini…!”

Sena berdiri memayungi tubuh Cai dengan tubuhnya.

“Kau tidak akan jatuh! Aku tidak akan membiarkanmu!”

Ratu Biru berteriak marah, kekuatan birunya meledak. “Tidak! Ini kekuatanku! Bukan milikmu!”

Pusaran energi biru gelap melesat ke arah Cai.

Sena mendorong Cai ke samping tepat sebelum serangan itu menghantam dinding kubah.

Ledakan terjadi.

Seluruh ruang bawah laut berguncang seperti gempa.

Retakan semakin stabil tapi belum tertutup.

Cai memalingkan wajahnya pada Sena, yang kini terluka di bahu karena melindunginya.

“Sena! Kau terluka!”

Sena tersenyum lemah. “Hanya sedikit… kau harus fokus, Cai. Kau hampir berhasil…”

Ratu Biru mengangkat kedua tangan lagi, memanggil badai berikutnya.

Pertarungan inti baru saja dimulai dan masa depan dimensi mereka menggantung pada pertarungan yang terjadi di bawah lautan tanpa bayangan ini.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!