Kinar menerima tawaran menikah dari sang dokter untuk melunasi hutangnya pada pihak Bank. Sedangkan, dr. Raditya Putra Al-Ghifari, Sp. B menikahinya secara siri hanya untuk mendapatkan keturunan.
Awalnya Kinar menjalaninya sesuai tujuan mereka, tapi lambat laun ia mulai merasa aneh dengan kedekatan mereka selama masa pernikahan. Belum lagi kelahiran anak yang ia kandung, membuatnya tak ingin pergi dari sisi sang dokter.
Kemanakah kisah Kinar akan bermuara?
Ikuti Kisahnya di sini!
follow ig author @amii.ras
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon AmiRas, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ibu Sonia Mau Nyusun Rencana
Ibu Sonia datang ke rumah sakit hari ini. Ia ingin memastikan sesuatu tentang hubungan Putranya dengan Suster Kinar. Satu-satunya orang yang ia ingin temui hari ini ialah Dokter Leni--dokter kandungan di rumah sakit milik keluarganya.
"Dokter Leni!" panggil Ibu Sonia mengejar lanfkah Dokter Leni yang hendak masuk ke dalam lift.
Dokter muda itu pun menghentikan langkah dan menoleh, mengulas senyum ramah.
"Iya, ada yang bisa saya bantu, Bu Sonia?" tanyanya ketika Ibu Sonia sudah berdiri berhadapan dengannya. Mereka berdiri di depan lift yang sudah menutup kembali.
"Saya ingin bicara berdua dengan Dokter jika tak keberatan," ucap Ibu Sonia tanpa basa-basi.
"Bisa, Bu. Mari kita cari tempat mengobrol yang nyaman!" sahut Dokter Leni ramah.
Mereka pun memilih kantin rumah sakit yang agak lengang untuk mengobrol. Masih terlalu pagi untuk makan siang, makanya kantin sedikit sepi.
"Anda tahu jika Dokter Radit sudah menikah?" tanya Ibu Sonia tanpa mau basa-basi.
"Ap--apa? Gimana maksudnya, Bu?" Dokter Leni tampak tergagap dengan netra gelisah.
"Gak usah bohong. Saya sudah tahu kok, saya hanya butuh konfirmasi dari Anda, Dok." Ibu Sonia menyahut santai, menelisik raut wajah tegang Dokter muda di depannya.
"Konfirmasi tentang apa, Bu?" tanya Dokter Leni sedikit mengendurkan ketegangan di raut wajahnya.
"Anda yang memeriksa kondisi Suster Kinar saat dia pingsan waktu itu? Dan Dokter Radit yang membawanya ke ruangan Anda. Benar, kan?" tanya Ibu Sonia berupa pernyataan.
Dokter Leni mengangguk. Ya, mau mengelak juga percuma. Ibu Dokter Radit di depannya ini sudah tahu banyak juga tentang rahasia putranya. Jadi, untung apa menutupinya.
"Sudah kuduga. Anak itu, benar-benar bikin greget banget. Pusing aku sama dia!" gumam Ibu Sonia memijit pelan keningnya.
"Jadi benar kalau Suster Kinar mengandung anak Dokter Radit, kan?" tanya Ibu Sonia lagi.
Dokter Leni kembali hanya mengangguk sebagai jawaban. Ia meringis prihatin melihat wajah lelah wanita baya yang masih cukup cantik meski sudah berumur.
"Huh!" Ibu Sonia mengembuskan napas.
Ibu Soni menyeruput es teh nya. Sedng, Dokter Leni masih diam menunggu apa lagi yang ingin Ibu Sonia katakan.
"Sepertinya sudah cukup, Dok. Terima kasih atas waktunya. Saya ada urusan penting, maaf saya duluan ya!"
Ibu Sonia bangkit dari duduknya. Membayar minuman mereka, sebelum keluar dari area kantin.
...****...
Seperti yang dikatakan oleh Dokter Radit kemarin malam, bahwa mereka akan memeriksakan kandungan Kinar. Wanita itu pun kini sudah sampai di rumah sakit diantar oleh Pak Beni. Kinar mengenakan dres terusan yang panjangnya sampai betis. Perutnya begitu tampak buncitannya di kehamilan 8 bulan.
"Kinar!" seru panggilan antusias itu menghentikan langkah Kinar yang sudah hendak menghampiri pintu cokekat ruangan Dokter Radit.
"Ya ampun kangen banget aku sama kamu!" Pelukan erat didapati Kinar dari seorang perempuan berseragam perawat yang usianya lebih tua beberapa tahun darinya
"Ih lebay banget, Mbak! Baru juga sebulan ditinggal cuti masa sudah kangen aja," ucap Kinar terkekeh.
Perempuan yang memeluk Kinar itu melepaskan pelukannya di tubuh Kinar.
"Ya gimana dong kalau kangen gak ada yang bisa cegah. Eh kamu ke sini ngapain? Sama siapa? Gak sama suami kamu, Kin?" ucap Suster Lina memberobdong Kinar dengan pertanyaan.
"Mau cek kandungan, Mbak. Gak... Dia lagi kerja!" sahut Kinar jujur. Ya, memang lagi kerja, kan si Dokter itu.
"Kerja terus perasaan. Dia gak pernah loh sekali pun nemenin kamu periksa, emangnya kerja apa itu suamimu masa sibuk banget sampai gak sempetin waktu buat nemenin istrinya untuk cek kandungan," ujar Suster Lina menyerocos panjang.
"Ehm itu...." Kinar bingung mau bales apa coba.
"Suster Kinar!"
Kinar sedikit lega karena orang yang memanggil namanya itu. Setidaknya ia terselamatkan dari pertanyaan rekannya tadi.
"Mantan gebetan tuh, Kin!" bisik Suster Lina disertai senggolan pelan di lengannya membuat Kinar segera menoleh pada orang yang tadi memanggilnya.
Oh, Kinar ingin menghindar. Serius deh ini Dokter Ardi kok masih gencar aja nyapa dirinya, padahal dia sudah menolak lelaki itu. Kinar tak ingin melanggar titah si dokter es itu juga, yang nantinya memicu si dokter itu ngambek dan mendiami dirinya.
"Mau cek kandungan, ya?" tanya Dokter Ardi basa-basi.
Kinar hanya mengangguk singkat. Sedang, Suster Lina di sampingnya memperhatikan interaksi dua orang itu.
Kinar kira Dokter Ardi akan berbicara lebih, ternyata hanya menyapa singkat sebelum lelaki itu berlalu dengan senyum ramah seperti biasa melewati Kinar dan Suster Lina.
"Dokter Ardi boleh buat gue gak sih, Kin?" Bisikan itu kembali Kinar dengar dari Suster Lina yang berdiri di sampingnya dengan senyum terkulum.
"Boleh dong! Dokter Ardi ini Suster Li--"
Mulut Kinar langsung ditutup oleh Suster Lina yang netranya mendelik kesal pada Kinar.
"Ngeselin deh, Kin. Gue kan bercanda!" ujar Suster Lina se tes lah melepaskan tangannya dari mulut Kinar.
Kinar menahan senyum, "beneran juga gak apa-apa kali, Mbak! Dokter Ardi masih single tuh kayaknya, ibunya juga baik loh buat dijadiin nertua!" goda Kinar pada rekannya yang sudah berjalan menjauh.
"Nanti aku salamin ya, Mbak!" teriak Kinar yang dihadiahi kepalan tangan oleh Suster Lina yang sudah berjalan memasuki lift.
Kinar terkekeh senang menggoda rekannya itu. Sepertinya menjodohkan dua orang itu asik juga deh.
"Ini rumah sakit loh, bukan mall yang bisa kamu jadiin tempat teriak-teriak!"
Kinar menoleh ke belakangnya dan sudah mendapati Dokter Radit yang berdiri menjulang dengan kedua tangannya tersembunyi di kantong celana bahannya. Dokter es itu tampak angkuh dengan wajah datarnya.
"Mas darimana?" tanya Kinar mengabaikan ucapan lelaki tadi.
Dokter Radit tak menjawab. Lelaki itu berjalan mendekati pintu ruangannya, dan membuka pintu cokelat itu. Kinar mengikuti lelaki itu masuk ke ruangannya.
"Sudah ketemu Dokter Leni?" tanya lelaki itu sambil menyampirkan jas dokternya di kursi kerjanya.
"Belum. Aku baru juga sampai," jawab Kinar memilih sofa yang ada di ruangan itu untuk mengistirahatkan kakinya yang pegal. Serius deh, padahal tadi dia berdiri gak terlalu lama kayaknya. Jalan juga cuma sebentar.
"Ini!"
Kinar mengernyit bingung dengan apa yang lelaki itu sodorkan. Sebuah kunci dan amplop cokelat.
"Apa ini, Mas?" tanya Kinar bingung, menerima kunci dan amplop yang lelaki itu sodorkan. Kinar masih duduk di sofa, sedang Dokter Radit berdiri dengan tangan bersedekap.
"Kunci rumah dan sertifikatnya atas nama kamu!" jawab Dokter Radit datar.
Kinar membelalak tak percaya. Dia buka amplop cokelat di tangannya, dan mengeluarkan kertas di dalamnya yang berupa sertifikat rumah atas nama dirinya.
"In--ini untuk apa, Mas?" tanya Kinar menatap Dokter Radit bingung.
"Untuk kamu... sebagai konpensasi...."
Konpensasi? Konpensasi atas dasar apa? Kinar ingin bertanya lebih lanjut, tapi lelaki itu tak menjawab pertanyaannya. Ini maksudnya rumah untuk dirinya? Tapi, atas dasar apa? Kinar merasa bingung dan juga takut. Lelaki ini kembali bersikap aneh dan penuh teka-teki membingungkan yang tak bisa Kinar tebak.
...Bersambung.......
Tapi gak papa suster Kinar kamu sudah ditunggu jandanya sama dr Ardi.....!