cerita ini hanya fiktif belaka dan hanya karangan dari Author, apabila ada.kesamaan nama.dan tempat Author minta maaf. Alkisah ada seorang pemuda bernama naga lahir dari seorang ayah bernama Robert dan Ibu bernama Julia, Robert sendiri adalah seorang pengusaha suskses yang mempunyai berbagai bisnis yang berada di beberapa negara, baik Asia maupun Eropa. Dengan status sebagai anak orang kaya dan sekaligus pewaris tunggal Naga adalah anak yang sombong dan angkuh, jika Ia menginginkan sesuatu maka sesuatu itu harus bisa menjadi miliknya apapun cara nya. namun lama kelamaan kesombongan dan keangkuhan Naga mulai luntur karena satu sosok wanita yang mempunyai paras yang cantik bernama Jelita.Jelita sendiri adalah anak sulung dari 2 bersaudara pasangan dari seorang petani bernama pak Karyo dan bu ambar namun karena tekad dan keinginannya untuk membanggakan keluarga ini lah yang membuat Naga jatuh cinta kepada Jelita dan perlahan-lahan berubah menjadi orang yang jauh lebih baik lagi.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aira Sakti, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
UJIAN CINTA DAN PENGORBANAN SANG CRAZY RICH PART II
Suatu hari, Jelita mendapatkan kabar buruk dari Palembang. Pak Karyo kembali sakit. Penyakit SVAP yang dideritanya kambuh lagi.
Jelita merasa sangat khawatir. Ia ingin segera pulang ke Palembang untuk menemani ayahnya. Namun, ia tidak bisa meninggalkan studinya di Amerika Serikat.
Jelita menghubungi Naga dan menceritakan kondisinya. Naga berusaha menenangkan Jelita dan memberikan dukungan.
"Jelita, jangan khawatir. Aku akan menjaga ayahmu," ujar Naga. "Fokuslah pada studimu. Aku akan selalu ada untukmu."
Mendengar ucapan Naga, Jelita merasa lega. Ia tahu bahwa Naga adalah sosok yang dapat diandalkan. Ia percaya bahwa Naga akan menjaga ayahnya dengan baik.
Namun, beberapa hari kemudian, Jelita mendapatkan kabar yang lebih buruk lagi. Pak Karyo meninggal dunia.
Jelita merasa sangat terpukul. Ia tidak bisa membayangkan hidup tanpa ayahnya. Ia merasa bersalah karena tidak bisa berada di sisi ayahnya saat-saat terakhirnya.
Jelita segera mengurus kepulangannya ke Palembang. Ia ingin menghadiri pemakaman ayahnya dan memberikan penghormatan terakhir.
Saat tiba di Palembang, Jelita disambut oleh Naga dan keluarganya. Mereka berpelukan erat-erat, air mata membasahi pipi mereka.
Jelita sangat sedih melihat jenazah ayahnya terbaring kaku di dalam peti mati. Ia menyesal karena tidak bisa menghabiskan lebih banyak waktu bersama ayahnya.
Setelah pemakaman selesai, Jelita merasa sangat terpukul. Ia kehilangan semangat hidupnya. Ia merasa tidak ada gunanya lagi untuk melanjutkan studinya di Amerika Serikat.
Naga selalu berada di sisi Jelita, memberikan dukungan dan semangat. Ia berusaha untuk menghibur Jelita dan membantunya untuk bangkit dari keterpurukan.
"Jelita, aku tahu ini berat bagimu," ujar Naga dengan nada tulus. "Tetapi, aku yakin kamu bisa melewati ini. Ayahmu pasti ingin melihatmu sukses. Jangan sia-siakan kesempatan yang telah kamu dapatkan. Kembalilah ke Amerika Serikat dan raihlah impianmu."
Mendengar ucapan Naga, Jelita merasa terinspirasi. Ia tahu bahwa Naga benar. Ia tidak boleh menyerah pada keadaan. Ia harus bangkit dan melanjutkan hidupnya.
Akhirnya, Jelita memutuskan untuk kembali ke Amerika Serikat. Ia berjanji akan belajar dengan lebih giat dan meraih prestasi yang terbaik. Ia ingin membanggakan ayahnya dan membuktikan kepada Naga bahwa ia bisa sukses.
Sebelum kembali ke Amerika Serikat, Jelita mengunjungi makam ayahnya. Ia berdoa dan berjanji akan selalu mengingat ayahnya.
"Ayah, aku berjanji akan membuatmu bangga," ujar Jelita dengan nada bergetar di depan pusara ayahnya. Ia menaburkan bunga dan mengirimkan doa, berjanji dalam hati untuk tidak menyia-nyiakan kesempatan yang telah diberikan.
Dengan berat hati, Jelita kembali ke Amerika Serikat. Ia membawa serta kesedihan dan kerinduan yang mendalam, namun juga semangat baru untuk meraih impiannya. Ia tahu, ayahnya akan selalu mengawasinya dari sana.
Di Amerika, Jelita memfokuskan diri pada studinya. Ia tenggelam dalam buku dan penelitian, berusaha mengubur kesedihannya dalam kesibukan. Ia mengikuti berbagai kegiatan akademik dan sosial, mencoba membuka diri pada pengalaman baru.
Namun, kesepian tetap menghantuinya. Ia merindukan Palembang, keluarganya, dan terutama Naga. Komunikasi jarak jauh memang membantunya, tetapi tidak bisa menggantikan kehadiran fisik dan kehangatan pelukan.
Suatu malam, Jelita menerima telepon dari ibunya. Ibunya terdengar sangat sedih dan khawatir. Usaha nasi uduknya semakin sepi setelah kepergian Pak Karyo. Ibunya kesulitan membayar biaya hidup sehari-hari, apalagi biaya sekolah adik Jelita.
Jelita merasa bersalah dan tidak berdaya. Ia ingin membantu ibunya, tetapi ia tidak punya cukup uang. Ia hanya seorang mahasiswa yang hidup dari beasiswa.
Jelita menceritakan masalahnya kepada Naga. Naga mendengarkan dengan penuh perhatian dan simpati. Ia tahu betapa beratnya beban yang dipikul Jelita.
"Jelita, jangan khawatir. Aku akan membantu ibumu," ujar Naga dengan nada tulus. "Aku akan mengirimkan uang setiap bulan untuk membantu biaya hidup ibumu dan adikmu."
Jelita menolak tawaran Naga. Ia tidak ingin merepotkan Naga. Ia tahu bahwa Naga juga memiliki tanggung jawab terhadap keluarganya.
"Naga, aku tidak bisa menerima bantuanmu," ujar Jelita dengan nada sedih. "Aku tidak ingin membebani kamu."
"Jelita, jangan berpikir seperti itu," balas Naga. "Kita adalah keluarga. Sudah seharusnya kita saling membantu. Aku melakukan ini karena aku mencintaimu dan keluargamu."
Akhirnya, Jelita menerima bantuan Naga dengan berat hati. Ia berjanji akan membalas kebaikan Naga suatu hari nanti.
Dengan bantuan Naga, ibunda Jelita bisa sedikit bernapas lega. Usaha nasi uduknya tetap berjalan meski tidak seramai dulu. Adik Jelita juga bisa terus bersekolah.
Namun, masalah tidak berhenti di situ. Suatu hari, Jelita menerima kabar bahwa rumahnya di Palembang akan digusur. Pemerintah kota akan membangun jalan tol yang melewati kampungnya. Ibunda Jelita dan para tetangga terancam kehilangan tempat tinggal.
Jelita merasa putus asa. Ia tidak tahu harus berbuat apa. Ia tidak bisa pulang ke Palembang untuk membantu ibunya. Ia hanya bisa berdoa dan berharap ada keajaiban.
Naga yang mengetahui masalah ini segera bertindak. Ia menghubungi pengacaranya dan meminta bantuan hukum untuk ibunda Jelita dan para tetangganya. Ia juga menggunakan pengaruh keluarganya untuk melobi pemerintah kota agar memberikan ganti rugi yang layak kepada warga yang terkena dampak penggusuran.
Berkat bantuan Naga, ibunda Jelita dan para tetangganya berhasil mendapatkan ganti rugi yang cukup untuk membeli rumah baru di tempat lain. Mereka sangat berterima kasih kepada Naga atas kebaikan hatinya.
Jelita merasa terharu dan bangga dengan Naga. Ia tahu bahwa Naga adalah sosok yang tidak hanya kaya secara materi, tetapi juga kaya secara hati. Ia semakin yakin bahwa Naga adalah pria yang tepat untuk menjadi pendamping hidupnya.
Setelah beberapa tahun menjalani studi di Amerika Serikat, Jelita akhirnya lulus dengan predikat cum laude. Ia berhasil meraih impiannya dan membanggakan ayahnya.
Jelita segera kembali ke Palembang. Ia sangat merindukan keluarganya dan Naga. Ia ingin segera bertemu dengan mereka dan berbagi kebahagiaan.
Saat tiba di Palembang, Jelita disambut dengan meriah oleh keluarganya dan Naga. Mereka berpelukan erat-erat, air mata kebahagiaan membasahi pipi mereka.
Naga membawa Jelita ke sebuah tempat yang indah dan romantis. Di sana, Naga berlutut dan mengeluarkan sebuah cincin berlian.
"Jelita, aku sudah lama menunggu saat ini," ujar Naga dengan nada tulus. "Maukah kamu menikah denganku dan menjadi pendamping hidupku selamanya?"
Jelita terkejut dan terharu. Ia tidak bisa berkata apa-apa. Ia hanya bisa mengangguk dan memeluk Naga erat-erat.
"Ya, Naga. Aku mau," jawab Jelita dengan suara bergetar.
Naga memasangkan cincin berlian di jari manis Jelita. Mereka berdua berciuman dengan penuh cinta dan kasih.
Naga membawa Jelita ke rumahnya, di mana keluarganya sudah menunggu dengan hidangan istimewa. Mereka merayakan kelulusan Jelita dengan penuh sukacita dan kehangatan.
Setelah beberapa hari beristirahat dan menghabiskan waktu bersama keluarga, Jelita dan Naga mulai merencanakan pernikahan mereka. Mereka ingin menggelar pernikahan yang sederhana namun berkesan, yang dihadiri oleh keluarga dan teman-teman terdekat.
Namun, di tengah persiapan pernikahan, Jelita mendapat tawaran untuk melanjutkan pendidikan spesialis di luar negeri. Tawaran ini sangat menggiurkan, karena dapat meningkatkan kompetensinya sebagai seorang dokter. Namun, tawaran ini juga berarti ia harus menunda pernikahannya dengan Naga.
Jelita kembali bimbang. Ia tidak ingin mengecewakan Naga, tetapi ia juga tidak ingin menyia-nyiakan kesempatan emas ini. Ia menceritakan kebimbangannya kepada Naga.
"Jelita, aku tahu ini adalah keputusan yang sulit," ujar Naga dengan nada bijaksana. "Tetapi, aku ingin kamu memilih apa yang terbaik untukmu. Jika kamu merasa pendidikan spesialis ini penting untuk masa depanmu, maka aku akan mendukungmu sepenuhnya. Kita bisa menunda pernikahan kita sampai kamu selesai."
Mendengar ucapan Naga, Jelita merasa terharu dan bersyukur. Ia tahu bahwa Naga sangat mencintainya dan selalu ingin yang terbaik untuknya.
"Terima kasih, Naga," ujar Jelita sambil memeluk Naga erat-erat. "Aku berjanji akan segera menyelesaikan pendidikan spesialisku dan kembali kepadamu."
Akhirnya, Jelita memutuskan untuk menerima tawaran tersebut. Ia mempersiapkan diri dengan sebaik-baiknya untuk melanjutkan pendidikan spesialis di luar negeri.
Beberapa bulan kemudian, Jelita dan Naga menggelar acara lamaran yang dihadiri oleh keluarga dan teman-teman terdekat. Acara tersebut berlangsung dengan khidmat dan penuh haru. Jelita dan Naga berjanji untuk selalu saling mencintai dan mendukung, meskipun terpisah jarak dan waktu.
Setelah acara lamaran, Jelita berangkat ke luar negeri untuk melanjutkan pendidikan spesialisnya. Ia belajar dengan giat dan berusaha untuk meraih prestasi yang terbaik. Ia juga tetap menjalin komunikasi dengan Naga setiap hari, saling bertukar kabar dan memberikan semangat.
Naga pun tak kalah sibuk. Ia terus mengembangkan bisnis keluarganya dan mempersiapkan segala sesuatu untuk pernikahan mereka kelak. Ia juga sering mengunjungi Jelita di luar negeri, untuk melepas rindu dan memberikan dukungan secara langsung.
Waktu berlalu dengan cepat. Jelita berhasil menyelesaikan pendidikan spesialisnya dengan sukses. Ia kembali ke Palembang dengan membawa gelar dan pengalaman yang berharga.
Naga sudah menunggunya di bandara dengan senyum lebar dan sebuket bunga. Mereka berpelukan erat, melepas rindu yang telah lama terpendam.
"Selamat datang kembali, Sayang," ujar Naga sambil mencium kening Jelita. "Aku sudah tidak sabar untuk segera menikahimu."
"Aku juga sudah tidak sabar, Naga," balas Jelita dengan mata berbinar.
Dengan hati penuh cinta dan kebahagiaan, Jelita dan Naga akhirnya mempersiapkan pernikahan mereka. Mereka ingin pernikahan mereka menjadi momen yang tak terlupakan, bukan hanya bagi mereka, tetapi juga bagi keluarga dan sahabat-sahabat terdekat.
Mereka memilih lokasi pernikahan di tepi Sungai Musi, dengan pemandangan Jembatan Ampera yang megah sebagai latar belakang. Dekorasi pernikahan mereka didominasi oleh warna-warna cerah dan bunga-bunga segar, menciptakan suasana yang ceria dan romantis.
Jelita mengenakan gaun pengantin berwarna putih yang elegan, dengan sentuhan kain songket Palembang yang mewah. Naga mengenakan jas berwarna hitam yang gagah, dengan dasi berwarna senada dengan gaun Jelita.
Acara pernikahan mereka dihadiri oleh ratusan tamu undangan, termasuk keluarga, sahabat, rekan kerja, dan tokoh-tokoh penting di Palembang. Semua tamu undangan tampak bahagia dan terharu melihat Jelita dan Naga bersanding di pelaminan.
Acara pernikahan dimulai dengan prosesi adat Palembang yang sakral dan khidmat. Jelita dan Naga mengikuti setiap prosesi dengan penuh penghayatan dan rasa hormat.
Setelah prosesi adat selesai, acara dilanjutkan dengan resepsi pernikahan yang meriah. Jelita dan Naga menyambut para tamu undangan dengan senyum ramah dan ucapan terima kasih.
Para tamu undangan menikmati hidangan lezat yang disajikan, sambil dihibur oleh musik dan tarian tradisional Palembang. Suasana semakin meriah ketika Jelita dan Naga naik ke atas panggung dan menyanyikan lagu cinta untuk para tamu undangan.
Di tengah acara resepsi, Jelita dan Naga menyempatkan diri untuk memberikan sambutan kepada para tamu undangan. Mereka mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah mendukung dan mendoakan pernikahan mereka.
"Kami sangat bahagia dan bersyukur atas kehadiran Anda semua di acara pernikahan kami," ujar Jelita dengan nada terharu. "Kami berjanji akan saling mencintai dan mendukung dalam suka maupun duka, sampai akhir hayat kami."
"Kami juga ingin mengucapkan terima kasih kepada kedua orang tua kami yang telah membesarkan dan mendidik kami dengan penuh kasih sayang," timpal Naga dengan nada yang sama. "Kami berjanji akan menjadi anak yang berbakti dan membanggakan."
Setelah memberikan sambutan, Jelita dan Naga memotong kue pernikahan yang besar dan indah. Mereka saling menyuapi kue tersebut, sebagai simbol cinta dan kebersamaan.
Acara pernikahan Jelita dan Naga berakhir dengan sukses dan lancar. Semua tamu undangan pulang dengan hati yang bahagia dan terkesan.