"Hai ganteng, malam ini, mau bermalam bersamaku?"
~ Keira ~
"Kau tidak akan menyesalinya kan, little girl?"
~ Reynald ~
**********
Demi bisa menghadiri pesta ulang tahun pacarnya di sebuah klub malam, Keira nekat mencari cara untuk kabur dari pengawasan Raka, sang kakak yang overprotektif, dengan bantuan sahabatnya, Selina. Namun, sesampainya di sana, betapa terkejutnya ia saat mendengar bahwa Dion, kekasih yang selama ini ia sembunyikan dari sang kakak, justru malah menghina Keira di depan teman-temannya.
Hatinya hancur. Di tengah rasa sakit dan kekecewaan, Keira bersumpah akan mencari laki-laki lain yang jauh lebih tampan dan mempesona dari Dion. Saat itulah ia bertemu dengan sosok pria asing yang sangat tampan di klub. Mengira pria itu seorang host club, Keira tanpa ragu mengajaknya berciuman dan menghabiskan malam bersama.
Namun, keesokan harinya, Keira baru menyadari kalau pria yang bersamanya semalam ternyata adalah Reynald, teman dekat kakaknya sendiri!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon HANA ADACHI, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
25. Kenapa Lo Cuekin Gue?
"Kalau gitu, aku pamit pergi dulu ya," Marisa melambaikan tangan sebelum ia masuk ke dalam mobilnya. "Sampai ketemu besok,"
"Iya," Reynald mengangguk sambil tersenyum. "Terima kasih atas bantuannya hari ini,"
Marisa menganggukkan kepala, lalu masuk ke dalam mobil. Tak berselang lama, mobil Marisa pun melaju meninggalkan halaman rumah.
"Syukurlah Rey, berkat Marisa, kita bisa menemukan satu bukti lagi," ucap Raka setelah kepergian Marisa.
"Iya, ini berkat Lo juga bro," balas Reynald.
Raka mengangguk. "Setelah ini, gue yakin kita bisa menang telak dari mereka,"
Reynald menghela napas panjang. "Semoga,"
"Pasti bisa," Raka menepuk-nepuk punggung Reynald. "Oh ya, mumpung belum kesorean, gue mau ke supermarket dulu buat beli keperluan rumah. Lo mau ikut?"
Reynald menggeleng. "Gue di rumah aja. Gue mau istirahat,"
"Oke," Raka sebenarnya sudah mau pergi menuju mobilnya, tapi kemudian ia teringat pada Keira. "Oh ya, adek Gue. Tambah ngambek dia kalau tau nggak diajakin,"
Alhasil, Raka pun kembali ke dalam rumah dan menuju kamar adiknya.
Tok, tok, tok.
Raka mengetuk pintu perlahan.
"Dek, Kakak mau ke supermarket buat belanja, kamu mau ikut nggak?"
Keira yang sedang tiduran di atas kasur sambil memeluk bantal mendengus kesal mendengar suara sang Kakak. "Nggak!" Jawabnya ketus.
"Bener? Awas loh kalau nanti kakak pulang dari sana dan kamu ngambek lagi gara-gara nggak diajak,"
"Nggak!" Lagi-lagi Keira hanya menjawab singkat.
"Beneran nih?" Raka memastikan sekali lagi. "Nanti Kakak mau mampir ke toko kue kesukaan kamu itu. Kamu yakin nggak mau ikut?"
"Nggaaaakkkkk!" Keira terlanjur kesal, menjawab dengan nada sedikit marah dan panjang.
Raka yang berada di luar kamar hanya bisa menggeleng-gelengkan kepala. Ia mengangkat tangannya dan membuat gerakan seolah-olah meninju udara, karena saking kesalnya dengan sang adik.
"Awas aja kalau nanti drama lagi," ancam Raka, kali ini dengan suara lirih supaya Keira tidak mendengar. Karena kalau sampai terdengar oleh gadis itu, bisa-bisa terjadi perang antar saudara.
"Ya udah ini Kakak berangkat ya! Beneran nggak ikut ya!"
Keira yang sudah malas menanggapi sang kakak hanya terdiam. Malah memejamkan mata pura-pura tidur.
Tok, tok, tok.
Tak berselang lama, terdengar suara ketukan pintu lagi. Keira memutuskan untuk cuek saja.
Tok, tok, tok.
Ketukan pintu kembali terdengar, membuat amarah Keira memuncak.
"Udah dibilang nggak mau ikut ya nggak mau!" teriaknya kesal.
Hening beberapa saat, lalu terdengar suara.
"Ini aku,"
Keira sontak terdiam. Itu bukan suara Raka, tapi suara Reynald. Mau ngapain dia berdiri di depan pintu kamarnya?
"Boleh bukakan pintunya? Aku mau bicara,"
Keira menelan ludah. Apa ini? Dia mau bicara apa setelah tadi bersikap sangat cuek?
"Apa dia mau bilang kalau udah nggak suka gue lagi?" Keira menerka-nerka. Dia jadi bimbang, antara mau membuka pintu atau tidak.
Setelah berpikir lama, akhirnya Keira bangkit dari kasur dan menuju pintu. Perlahan, ia membukanya, dan terlihat Reynald masih berdiri di sana.
"Ada apa?" Keira bertanya dengan nada tidak bersahabat.
Reynald tersenyum. "Boleh aku masuk?"
Keira terdiam. Mau ngapain dia masuk?
"Kalau nggak boleh, nggak apa-apa kok kita bicara di sini saja,"
Keira merasa tak enak hati jika membiarkan pria itu bicara sambil berdiri, jadi ia membuka pintu lebih lebar sebagai tanda mempersilahkan pria itu.
"Tapi jangan lama-lama, keburu Kakak pulang,"
"Tentu," Reynald mengangguk dan ia pun masuk ke kamar Keira. Di sana, ia langsung duduk di tepi ranjang dan menepuk tempat kosong di sebelahnya.
"Sini, duduk,"
Keira menatap pria itu ragu-ragu. Di dalam hati dia sibuk bertanya-tanya dan menerka-nerka, sebenarnya apa yang akan dikatakan oleh pria tampan brengsek ini?
Tapi kemudian ia menyerah memikirkan itu semua dan memilih duduk di sebelah Reynald, tapi dengan posisi agak menjauh.
Reynald tersenyum tipis melihat gelagat gadisnya itu. "Kamu masih marah?"
Keira otomatis menoleh ke arah Reynald. "Siapa yang marah? Gue nggak marah kok,"
Reynald menatap wajah Keira yang masih cemberut. "Kamu marah karena tadi aku menyuruh kamu mencuci bajunya Marisa?"
Keira mendengus. Mengingat-ingat hal itu membuatnya makin kesal saja, tapi ia tak mau mengakuinya.
"Siapa bilang? Gue bukan anak kecil yang marah cuma gara-gara hal sepele seperti itu,"
"Oh...begitu ya?" Reynald manggut-manggut. "Tapi kenapa dari tadi aku melihat bibir cantikmu itu cemberut?"
Keira melotot. Pria ini, bisa-bisanya menyebutnya cantik di saat seperti ini?!
"Memangnya kenapa? Mau gue senyum-senyum, atau mau gue cemberut, itu terserah gue. Lebih baik Lo nggak usah ngurusin urusan bibir gue, fokus aja sama cewek baru Lo itu,"
Ucapan Keira membuat Reynald mengerutkan dahi. "Cewek baru? Maksud kamu Marisa?"
Keira mengangkat bahu, pura-pura tak peduli. "Ya siapapun itu, mana gue tau,"
Reynald memandangi wajah gadisnya itu dengan seksama, lalu sebuah senyuman tersungging di bibirnya. "Little girl, kamu cemburu?"
Keira sontak menoleh ke arah Reynald. "Siapa yang cemburu?! Nggak usah geer!"
Reynald malah makin tersenyum melihat wajah panik Keira. "Pantas saja, dari kemarin wajah kamu kelihatan kesal terus. Ternyata gara-gara Marisa?"
"Udah gue bilang gue nggak cemburu!" elak Keira kesal. "Gue emang lagi kesel aja!"
Reynald mengangkat alis. "Alasannya?"
"Banyak!" Keira menjawab asal.
"Dan salah satunya karena aku?"
"Iya!" Karena terlalu kesal, Keira sampai keceplosan. Hal itu membuatnya langsung memalingkan muka karena malu.
Senyuman Reynald malah merekah semakin lebar. "Kenapa? Apa karena aku cuekin kamu dan terlihat dekat dengan Marisa?"
Keira kembali menoleh pada Reynald. "Jadi Lo emang sengaja cuekin Gue?!"
Reynald menggaruk tengkuknya. "Sejujurnya, itu nggak disengaja,"
Keira mengerutkan dahi. "Maksudnya?"
"Aku tidak bisa menjelaskannya, little girl.."
"Hah? Apa sih? Kenapa nggak bisa?" Keira makin bingung. "Oh, gue tau. Apa karena perasaan Lo ke Gue udah ilang setelah kehadiran cewek itu dan Lo merasa nggak enak hati buat bilang yang sejujurnya ke Gue?!" Tuduh Keira.
Reynald langsung terkejut dan menggeleng. "Apa? Tidak, tidak seperti itu, sayang. Perasaan ku tidak berubah, masih sama seperti dulu. Hanya kamu satu-satunya wanita yang aku cintai,"
Kalimat terakhir Reynald membuat pipi Keira sontak bersemu merah, tapi ia tak ingin pembahasan ini berlalu begitu saja, jadi ia tetap bertanya dengan penasaran. "Jadi, kenapa Lo cuekin Gue?"
Reynald menatap Keira sambil menelan ludah gugup. Saat tatapannya tertuju pada bibir gadis itu, ia memalingkan muka seperti salah tingkah.
"Karena...kalau aku melihat kamu, rasanya aku ingin mencium kamu saat itu juga,"