menceritakan kisah seorang pemuda yang menjadi renkarnasi seorang lima dewa element.
pemuda itu di asuh oleh seorang tabib tua serta di latih cara bertarung yang hebat. bukan hanya sekedar jurus biasa. melainkan jurus yang di ajarkan adalah jurus dari ninja.
penasaran dengan kisahnya?, ayo kita ikuti perjalanan pemuda tersebut.!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Igun 51p17, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
bab 8
Hari hari terus berganti. Latihan Bayu Wirata terus berlanjut hingga pada saat ini, Bayu Wirata sudah berusia enam belas tahun.
Bayu Wirata tumbuh menjadi sosok pemuda yang tampan. Tubuhnya di penuhi otot besar dan kekar karena latihan fisiknya yang sudah ia jalani dengan cukup keras.
Tingkat kependekarannya kini jauh meningkat karena setiap hari mengkonsumsi ramuan penambah lingkar tenaga dalam dari kakeknya yang bernama Ki Laksmana. Selain itu, Bayu Wirata juga rajin melatih pola napas dan juga bermeditasi menyerap energi alam yang di olah menjadi tenaga dalam.
Pada saat ini, Bayu Wirata sudah berada pada kependekaran tingkat bumi tahap awal. Satu kependekar yang sangat hebat. Bisa di katakan ia sudah setara dengan kemampuan yang di miliki oleh para ketua di sebuah perguruan. Dan ia berada di atas kemampuan guru pengajar.
Sedangkan dari segi jurus bertarung. Bayu Wirata sudah di bekali kemampuan jurus jurus yang sangat hebat dari sang kakek.
Jurus jurus yang di wariskan oleh Ki Laksmana kepada Bayu Wirata adalah jurus jurus yang jauh berbeda dari pada kebanyakan orang lain.
Jurus jurus tersebut adalah jurus ninja yang sangat melegenda di dunia persilatan. Namun tidak ada satupun orang yang mengetahui jika Ki Laksmana adalah orang yang menjadi sosok legenda tersebut.
Dahulunya Ki Laksmana adalah sosok pendekar yang bergelar Pendekar Ninja Bayangan yang paling di takuti. Ia selalu menumpas kejahatan dari orang orang yang berbuat jahat. Tidak peduli golongan hitam atau pun golongan putih. Selama tindakan mereka merugikan banyak orang. Maka sosok Sang Pendekar Ninja Bayangan akan menghabisinya.
"Pendekar Ninja Bayangan adalah cerita dari buku saya yang lain yang sudah selesai. Jika kalian penasaran dengan kisah perjalanan Ki Laksmana. Maka kalian boleh membacanya"
Adapun jurus jurus yang ninja yang di wariskan oleh Ki Laksmana kepada Bayu Wirata terdiri dari.
Jurus perpindahan, dimana jurus ini membuat penggunannya bisa berpindah tempat dengan cepat melalui satu benda yang sudah di tandai dengan tenaga dalamnya.
jurus ilusi bayang, membuat korbannya melihat jumlah punggunannya menjadi sangat banyak.
jurus sepuluh bayangan, membuat jumlah penggunananya bertambah dan dapat di gunakan dalam sebuah pertarungan untuk melawan.
Jurus jebakan ilusi, membuat korbannya masuk di dalam dunia ilusi.
jurus tinju bayang. Membuat pukulan beruntun dengan bayangan yang banyak.
serta masih banyak jurus jurus ninja lainnya yang sudah di ajarkan oleh Ki Laksmana kepada Bayu Wirata.
Akan tetapi, Ki Laksmana melarang Bayu Wirata menggunakan jurus ninja tanpa menutupi wajahnya, kecuali dalam keadaan terdesak. Hal itu di lakukan agar dirinya tidak di buru oleh banyak orang. Karena pada dasarnya orang yang menggunakan kemampuan ninja sedang di cari oleh banyak orang, terutama dari pendekar golongan hitam.
Sebagi gantinya Ki Laksmana juga mengajari Bayu Wirata jurus jurus bertarung biasa. Tujuannya adalah agar ia bisa bertarung tanpa penutup wajahnya.
Pada saat ini, Ki Laksmana sudah membuka segel element petir pada tubuh Bayu Wirata. Dan ia juga sudah mengajari jurus jurus yang berhubungan dengan element petir kepada Bayu Wirata.
Ki Wirata sengaja hanya membuka segel elemen petir saja. Karena kebetulan element petir adalah element yang sama dengan Ki Laksmana.
Sedangkan empat element lainnya, ia buka setengahnya. Tujuannya adalah agar bisa di buka olehnya sendiri di suatu saat nanti.
selain memiliki kemampuan yang sudah tinggi dalam pertarungan, Bayu Wirata juga sudah menjadi sosok tabib yang hebat di bawah bimbingan kakeknya. Semua ilmu pengobatan dari tingkat rendah hingga tinggkat tinggi sudah ia pelajari.
Di suatu pagi, di pinggiran Kota Sagatani, Ki Laksmana duduk berdua di dalam pondok berhadapan dengan Bayu Wirata yang sudah menjadi pemuda remaja.
"Bayu cucuku.." kata Ki Laksmana membuka pembicaraannya.
Bayu Wirata mengangkat kepalanya dan menatap sang kakek. Namun ia hanya diam saja, menunggu kata kata selanjutnya dari mulut sang kakek.
"Saat ini kau sudah tumbuh menjadi sosok pemuda. Kakek ingin kau melakukan petualangan dan menemukan guru baru untuk mendidikmu" kata Ki Laksmana.
Bayu Wirata terkejut mendengar apa yang di katakan oleh kakeknya. Ia tidak menyangka jika kakeknya berkata seperti itu.
"Mengapa kakek berkata seperti itu?, apakah kakek mengusirku?" Tanya Bayu Wirata dengan nada sedikit sedih. Saat ini ia sudah salah paham dengan apa yang di katakan oleh kakenya.
Ki Laksmana mengelengkan kepalanya.
"Kakek tidak mengusirmu, kakek hanya ingin kau tumbuh lebih kuat lagi" jawab Ki Laksmana.
"Perlu kau ketahui, tanda yang ada di dadamu itu adalah tanda dari lima element yang berbeda yang menjadi anugrah dewa. Pada dasarnya manusia hanya memiliki satu element saja. Tapi tidak denganmu yang memiliki lima element berbeda. Kakek ingin kau bisa menguasi dan mengendalikan lima element tersebut. Carilah guru yang dapat mengajarimu semua element tersebut" kata Ki Laksmana lagi menjelaskan secara rinci.
Bayu Wirata mendengarkan apa yang di katakan oleh kakeknya. Namun pada saat ini ia masih salah paham terhadap kakeknya.
"Mengapa kakek tidak mengajariku mengendalikan kelima element tersebut. Bukankah kakek sudah mengajariku mengendalikan element petir." Sahut Bayu Wirata.
Ki Laksamana hanya tersenyum ke arah cucunya.
"Kau tahu jika kakek hanya memiliki element petir. Kakek tidak bisa mengajarimu element lain. Kau pasti paham maksud kakek" kata Ki Laksmana menjelaskan.
Akhirnya Bayu Wirata mengerti dengan apa yang di katakan dan ia tahu alasan kakeknya yang menyuruhnya pergi. Namun ia masih tidak tahu kemana ia akan pergi.
"Jika aku pergi, kemana arah tujuanku kek?" Tanya Bayi Wirata meminta pendapat.
"Sudah pasti tujuanmu adalah guru yang bisa mengendalikan element yang ada pada dirimu, percayalah pada dirimu sendiri. Di manapun kau melangkah maka akan ada kemudahan untuk kamu mencapai tujuanmu" jawab Ki Laksmana sembari memberi nasehat.
"Baiklah kek, aku mengerti. Namun sebelum aku pergi. Apakah kakek bisa memberitahuku tentang asal usulku, siapa orang tuaku dan di mana mereka berada?" Tanya Bayu Wirata yang ingin tahu identitasnya sejak lama. Namun ia tidak berani untuk mengatakannya. Hingga pada hari itu, ia memberanikan diri untul bertanya.
Memang selama ini, Ki Laksmana sama sekali belum pernah menceritakan identitas dari Bayu Wirata itu. Hingga pada hari itu, Ki Laksmana harus menceritakannya sebelum perpisahan mereka. Selain itu, ia juga akan memperingati cucunya itu akan bahaya yang sedang mengintai dirinya.
Ki Laksmana menarik napas yang dalam. Setelah itu ia membuangnya kembali.
Huhhh..
"Kau adalah putra dari Raja Baladewa dan Sri Rahayu. Orang tuamu adalah raja yang pernah memimpin kerajaan ini, namun sekarang sudah beralih tangan" kata Ki Laksmana menjawab pertanyaan cucunya.
"Kedua orang tuamu terbunuh oleh pendekar golongan hitam. Namun kau selamat karena kakek berada di sana. Kedua orang tuamu menitipkan dirimu kepada kakek agar menjagamu" Lanjut Ki Laksmana yang sedikit menceritakan kematian orang tua Bayu Wirata.
Bayu Wirata mendengar cerita dari kakeknya. Tangannya mengepal erat penuh kegeraman. Ia tidak menyangka jika dirinya adalah keturuan raja. Dan orang tuanya sudah di bunuh oleh pendekar golongan hitam.
"Mengapa mereka membunuh orang tuaku kek?" Tanya Bayu Wirata yang ingin tahu.
"Itu karena golongan hitam mengincar dirimu yang meiliki tanda lima element anugrah dewa. Menurut ramalan yang di dengar oleh para pendekar golongan hitam, kau akan menjadi bencana besar bagi mereka di masa depan. Maka dari itu, saat mereka mengetahui kau lahir dengan tanda tersebut. Mereka langsung memburu hingga membuat pengorbanan besar yang di lakukan oleh orang tuamu" jawab Ki Laksmana yang memberitahu penyebab kedua orang tuanya tewas adalah demi melindungi dirinya.
Bayu Wirata duduk terpaku, matanya menyipit menahan amarah yang berkobar setelah mendengar cerita kakeknya tentang kematian orang tuanya. Tangan kanannya mengepal kuat hingga kuku menekan telapak, seolah ingin meremukkan dunia di sekelilingnya.
"Aku bersumpah, Kek," suaranya bergetar penuh tekad.
"Aku akan menghabisi semua golongan hitam itu." lanjut Bayu Wirata dalam amarahnya.
Ki Laksmana menghela napas panjang, lalu menggelengkan kepalanya pelan pelan. Wajahnya yang penuh keriput menyiratkan kelelahan dan kebijaksanaan.
"Jangan kau melakukan sumpah seperti itu, cu," katanya lembut penuh dengan kasih sayang.
"Tidak semua golongan hitam itu jahat. Ada di antara mereka yang terpaksa melangkah ke jalan kelam karena keadaan terpaksa. Begitu pula dengan golongan putih. Tidak semuanya golongan itu bersih dan suci. Banyak dari mereka bersembunyi di balik kedok kebajikan, menggunakan kelicikan untuk melakukan kejahatan." Suaranya menenangkan namun tegas, membuka cakrawala pandang Bayu tentang dunia persilatan yang tak sehitam putih yang ia bayangkan.
Bayu Wirata duduk dengan tenang mendengar nasehat kakeknya yang bijak tentang dua golongan hitam dan putih yang sejatinya tak ada bedanya.
Wajahnya berubah serius, matanya perlahan membulat, menandakan pemahaman mulai meresap. “Jadi, sifat seseoranglah yang menentukan golongan mana mereka sebenarnya, bukan cuma tindakan yang mereka lakukan,” gumamnya pelan dalam hati.
“Baik, Kek. Sekarang aku sudah mulai mengerti,” jawab Bayu Wirata dengan suara mantap, sambil menganggukkan kepala penuh tekad.
“Mungkin sudah saatnya aku pergi, berpetualang sendiri demi kemandirianku.” lanjutnya lagi.
Ki Laksmana membalas anggukan cucunya dengan senyum lembut di bibirnya.
“Sebelum kau melangkah pergi, ada sesuatu yang ingin kakek wariskan padamu,” ujarnya, tangan kuatnya menepuk pundak Bayu.
Dalam sekejap, angin berhembus kencang di sekeliling mereka, seolah membuka tirai waktu. Bayu Wirata merasa tubuhnya ringan, dan tiba tiba mereka sudah berada di dalam sebuah goa gelap.
Di sana, cahaya temaram memantul dari tumpukan koin emas yang menggunung, berkilau seperti janji masa depan yang menanti. Bayu menatap emas itu dengan mata berbinar, hati penuh campuran rasa penasaran dan harap.
Selain itu, terdapat berbagai jenis senjata khas ninja terpajang di berbagai tempat. Bukan hanya senjata ninja saja yang ada di sana. Namun berbagai senjata pusaka tingkat tinggi juga menghiasai dinding dinding goa.
Bayu Wirata menatap deretan senjata dengan mata membelalak, napasnya bergetar di dada.
"Luar biasa... Apakah ini semua milik kakek?" suaranya penuh kekaguman, meskipun yang sebenarnya menarik perhatiannya bukanlah koin emas yang berkilauan, melainkan senjata senjata ninja dan senjata pusaka tingkat tinggi yang bersejarah di depannya.
Ki Laksmana tersenyum lembut, matanya menatap tajam ke cucunya. "Kau benar. Dulunya ini warisan guruku yang di berikan kepadaku, dan kini aku akan mewariskan semuanya padamu."
Dengan gerakan tenang, Ki Laksmana mengulurkan tangannya, "Sekarang, alirkan tenaga dalammu ke setiap benda di sini. Rasakan energi mereka, dan saat kau membutuhkannya, kau akan bisa memanggilnya kembali."
Bayu mengangguk mantap, langkahnya tegap saat dia mendekati senjata senjata itu. Perlahan, tangannya menyentuh satu per satu, lalu mengalirkan tenaga dalam ke logam dingin itu. Hembusan napasnya semakin berat, seolah setiap benda menyimpan jiwa yang perlahan ia bangkitkan.
Hingga tidak berapa lama kemudian, semua senjata itu sudah selesai di tandai oleh Bayu Wirata. Lalu ia berjalan ke arah kakeknya dengan senyuman merekah.
"Aku sudah selesai kek" kata Bayu Wirata penuh semangat.
Ki Laksmana mengamati cucunya dengan mata tajam, memperhatikan bagaimana Bayu Wirata hanya menandai senjata di hadapannya, sementara tumpukan koin emas dibiarkan begitu saja.
"Kenapa kau tidak mengalirkan tenaga dalammu pada koin koin emas ini?" tanyanya dengan nada penuh keheranan.
Bayu Wirata mengangkat bahu santai, wajahnya tenang namun penuh keyakinan, "Aku ingin hasil kerja kerasku sendiri kek, dan Koin emas ini biarkan saja tersimpan, aku tidak akan menggunakannya." kata Bayu Wirata.
Ki Laksmana menggeleng pelan, seakan belum puas dengan jawaban itu.
"Alirkan saja tenagamu ke dalam koin koin emas itu. Suatu saat, kau akan membutuhkannya. Dan jika bukan untuk dirimu, kau bisa menyalurkannya kepada yang lebih membutuhkan." Ucapan kakeknya menusuk pikiran Bayu Wirata.
Diam diam, Bayu Wirata menyadari ada kebijaksanaan dalam kata kata itu. Dengan anggukan pelan, Bayu melangkah ke tumpukan koin emas, memejamkan mata sejenak, lalu mengalirkan tenaga dalamnya perlahan ke dalam logam mukia yang dingin itu. Setelah di rasa sudah selesai dalam mengalirkan tenaga dalamnya, Bayu Wirata kembali ke hadapan Ki Laksmana yang kini tersenyum puas melihat dirinya.
"Sekarang semua harta ini adalah milikmu, selanjutnya adalah latihan terakhir dari kakek, apakah kau siap?" kata Ki Laksmana bertanya.
Bayu Wirata menatap kakeknya dengan mata membesar, campuran antara heran dan ragu ragu.
"Latihan terakhir? Latihan apa itu, Kek?" suaranya sedikit gemetar.
Ki Laksamana hanya tersenyum tipis, lalu menepuk pundak cucunya dengan tegas. "Kau akan bertarung dengan kakek. Gunakan semua kemampuan dan jurus yang sudah kakek ajarkan kepadamu."
Mereka kini berdiri di luar goa setelah Ki Laksmana menggunakan jurus perpindahan. Kini mereka berdua berdiri di tengah hutan yang membentang luas di sekitar mereka.
Bayu melirik ke sekeliling, merasakan kedinginan merayap di kulitnya. Ia lalu menatap kakeknya lagi, keraguan jelas tertulis di wajahnya.
"Apakah kita benar benar akan bertarung, Kek?" tanyanya dengan nada serak, hatinya berdebar tak menentu.
Ki Laksamana mengangguk pelan, lalu menarik napas dalam dalam. Ia mengalirkan tenaga dalam ke seluruh tubuhnya, membuat aura energi yang meluap luap hingga menggetarkan udara di sekelilingnya, membentuk distorsi samar yang mengerikan.
"Kakek ingin benar benar melihat kemampuan yang kau miliki. Tunjukkan semua hasil latihanmu," kata Ki Laksamana tegas, tatapannya membara penuh tantangan.
Bayu merasakan tubuhnya seketika menegang, napasnya berputar cepat. Jantungnya berdegup kencang, menyiapkan diri untuk menghadapi ujian terberat dalam hidupnya.
"Persiapkan dirimu, kakek akan menyerang" kata Ki Laksmana memperingati Bayu Wirata.