Duke tumbuh miskin bersama ayah angkatnya, dihina dan diremehkan banyak orang. Hidupnya berubah ketika ia dipaksa menikah dengan Caroline, cucu keluarga konglomerat Moreno, demi sebuah kontrak lama yang tak pernah ia mengerti.
Di mata keluarga besar Moreno, Duke hanyalah menantu tak berguna—seorang lelaki miskin yang tak pantas berdiri di samping Caroline. Ia diperlakukan sebagai budak, dijadikan bahan hinaan, bahkan dianggap sebagai aib keluarga.
Namun, di balik penampilannya yang sederhana, Duke menyimpan rahasia besar. Masa lalunya yang hilang perlahan terungkap, membawanya pada kenyataan mengejutkan: ia adalah putra kandung seorang miliarder ternama, pewaris sah kekayaan dan kekuasaan yang tak tertandingi.
Saat harga dirinya diinjak, saat Caroline terus direndahkan, dan saat rahasia identitasnya mulai terkuak, Duke harus memilih—tetap bersembunyi dalam samaran, atau menunjukkan pada dunia siapa dirinya yang sebenarnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ZHRCY, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
MENIKAH
"Apa maksudnya itu?" tanya Duke, merasa terkejut dengan kata-kata ayahnya.
"Berhenti bicara, dan ayo pergi. Orang-orang ini akan segera bangun dari tidur yang kau buat untuk mereka!" bisik Sean.
Duke tidak bergerak sedikitpun saat menatap ayahnya dengan terkejut. Tapi kemudian Sean perlahan berjalan ke belakangnya dan mendorongnya keluar pintu dengan kasar.
"Heh! Kenapa semakin tua, kau jadi semakin kasar." gumam Duke setelah dia berhasil menyeimbangkan tubuhnya.
"Berhenti bicara dan jalan!" kata Sean sambil mendorong Duke dengan paksa karena dia keras kepala menolak melangkah maju.
Orang-orang yang lewat di sekitar mereka hanya bisa menatap dengan canggung ketika Sean terus mendorong Duke dari belakang.
"Baiklah! Berhenti dorong-dorong aku lagi! Aku akan jalan sendiri. Tapi kau harus memberitahuku ke mana kita akan pergi." gumam Duke sambil menatap ayahnya penuh tanya.
"Yang perlu kau tahu hanyalah tempat yang akan kutuju ini adalah tempat paling aman untukmu saat ini. Jadi janjilah padaku bahwa kau tidak akan menimbulkan masalah di sana dan selalu menundukkan kepala." kata Sean.
"Ah, kedengarannya sudah buruk dari awal."
"Duke! Ini bukan waktunya untuk bercanda. Janjilah padaku!"
"Ya. Baiklah, terserah.”
Beberapa saat kemudian, Sean dan Duke naik ke sebuah taksi.
Keduanya tidak mengucapkan sepatah kata pun sepanjang perjalanan.
Ketika taksi berhenti di depan sebuah pagar besar yang mewah, Duke dan Sean turun lalu mendekati gerbang. Sean menekan bel dan menunggu.
Beberapa menit kemudian, seorang penjaga keamanan keluar dari dalam pagar dan berjalan mendekati mereka. Dia menatap Sean lebih dulu, lalu mengalihkan pandangannya pada Duke.
"Aku tidak memiliki uang untuk diberikan pada kalian. Jadi pergi sekarang!" katanya dengan kasar sambil menatap mereka dengan wajah penuh jijik.
Satu hal yang paling sulit dikendalikan oleh Duke adalah amarahnya. Saat jemarinya mulai menggenggam erat, Sean langsung meraih tangannya dan dengan tenang berkata, "Maaf atas kesalahpahaman ini, tapi kami bukan pengemis. Aku dan anakku ingin berbicara dengan Nyonya Victoria."
Bibir penjaga itu melengkung membentuk senyum mengejek sebelum akhirnya dia tertawa terbahak-bahak. Dia tertawa begitu keras sampai air mata mengalir di sudut matanya.
"Bukan pengemis, katanya. Kalian tidak bisa membodohiku. Aku sudah melihat banyak orang seperti kalian, dan mereka selalu mengatakan bahwa mereka bukan pengemis. Tapi pada akhirnya aku harus mengusir mereka dengan paksa dari hadapan Nyonya Victoria karena ternyata mereka memang pengemis." Petugas keamanan itu berkata dengan provokatif, berusaha menahan tawa lagi.
Genggaman tangan Duke semakin kencang sementara matanya menatap dingin ekspresi mengejek di wajah petugas keamanan itu.
Dia lalu menarik napas panjang dan dengan tenang berkata, "Dengar, aku dan ayahku tidak mencari masalah. Kami hanya perlu berbicara dengan Nyonya Victoria."
Wajah penjaga itu langsung berubah masam saat dia menatap Duke dengan marah.
Kemudian dia mengangkat tongkat pemukul di tangannya dan mengayunkannya ke arah Duke, tapi Sean segera maju ke depan dan tongkat itu menghantam lengannya.
Duke hampir membiarkan amarahnya meledak ketika matanya menangkap sosok wanita cantik yang mendekat ke arah mereka.
Sekejap, perhatiannya langsung teralihkan padanya, dan amarahnya perlahan mereda. Ia terpaku pada kulit mulus, alis tipis, bulu mata lentik, dan rambut hitam legam wanita itu.
"Aku rasa nenekku tidak membayarimu untuk memukul orang tua." ucap wanita itu dengan suara lembut ketika dia mendekat ke arah Duke, Sean, dan penjaga.
"Nona Caroline," ucap penjaga itu dengan takut sampai tongkat di tangannya terjatuh ke tanah.
Dengan kesal, Caroline memutar bola matanya lalu berjalan melewati penjaga itu. Kemudian dia berhenti ketika sudah dekat dengan Sean.
"Halo, aku Caroline. Cucu bungsu keluarga Moreno, dan aku sungguh minta maaf atas apa yang dilakukan petugas keamanan kediaman kami. Tolong berikan nomor rekeningmu agar aku bisa mengganti kerugiannya." kata Caroline dengan anggun.
Namun, Sean menggelengkan kepalanya dengan keras sambil menggenggam tangannya dan berkata, "Aku tidak butuh uang."
"Oh, lalu apa yang kalian inginkan?" Caroline bertanya dengan terkejut.
Sean buru-buru melepaskan tangannya, memegang lengan Duke, dan menariknya lebih dekat.
Dia kemudian menatap mata biru Caroline yang penuh rasa ingin tahu, dan perlahan berkata, "Aku memiliki surat dengan stempel keluarga Moreno, dan kupikir sudah waktunya Nyonya Victoria menerimanya."
"Kalau begitu, silahkan ikuti aku." ucap Caroline lembut.
Petugas keamanan itu buru-buru menyingkir, dan Duke bersama Sean berjalan melewatinya, mengikuti Caroline yang memimpin mereka masuk melewati pagar.
"Nenek tua itu pasti tidak akan senang dengan ini. Tapi kenapa aku harus peduli kalau Nona Caroline sendiri yang membiarkan pengemis itu masuk." gumam penjaga itu sambil memungut tongkatnya dari lantai.
Saat mereka masuk ke ruang tamu, Caroline mempersilakan Duke dan Sean duduk.
Kemudian saat dia berbalik untuk pergi, seorang wanita tua masuk ke ruangan dengan raut wajah cemberut
"Caroline, kenapa ada dua orang gelandangan duduk di sofaku yang berharga." kata wanita tua itu dengan kasar sambil menatap Sean dan Duke dengan jijik.
Saat Caroline melihat ekspresi marah neneknya, yang ia rasakan hanyalah ketakutan karena dia tahu dirinya akan dimarahi lagi.
Di antara ketiga pamannya dan ayahnya, Caroline tahu bahwa ayahnya adalah anak yang paling tidak disukai neneknya, dan semua anggota keluarga pun tahu itu. Itulah kenapa dia sering dimarahi.
Namun, hatinya hancur mengetahui bahwa dia telah mengecewakan neneknya lagi karena dia sedang berusaha membuktikan diri kepada kakek-neneknya bahwa dia mampu menjadi pewaris utama keluarga.
Amarah yang tadi sempat mereda dalam diri Duke kini bangkit lagi. Namun dia tetap menahannya dan berusaha tenang, mengingat janji yang dia buat pada ayahnya.
"Aku minta maaf jika keberadaan kami menimbulkan ketidaknyamanan, Nyonya Victoria. Tapi menurut dokumen yang saya miliki, sepertinya kedua orang ini seharusnya menikah," kata Sean dengan wajah datar.