NovelToon NovelToon
Belenggu Madu Pilihan Istri Ku

Belenggu Madu Pilihan Istri Ku

Status: sedang berlangsung
Genre:Peran wanita dan peran pria sama-sama hebat / Nikah Kontrak / Penyesalan Suami / Dokter / Menikah Karena Anak
Popularitas:16.9k
Nilai: 5
Nama Author: Nuna Nellys

"Aku hanya minta satu tahun, Jingga. Setelah melahirkan anak Langit, kau bebas pergi. Tapi jangan pernah berharap cinta darinya, karena hatinya hanya milikku.” – Nesya.

_______

Di balik senyumnya yang manis, tersimpan rahasia dan ambisi yang tak pernah ku duga. Suamiku terikat janji, dan aku hanyalah madu pilihan istrinya—bukan untuk dicinta, tapi untuk memenuhi kehendak dan keturunan.

Setiap hari adalah permainan hati, setiap kata adalah ujian kesetiaan. Aku belajar bahwa cinta tidak selalu adil, dan kebahagiaan bisa datang dari pilihan yang salah.

Apakah aku akan tetap menanggung belenggu ini… atau memberontak demi kebebasan hati?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nuna Nellys, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

29. Momen kecil namun berarti

...0o0__0o0...

...Pagi itu suasana di meja makan keluarga Al Faruq terasa hangat....

...Aroma masakan umi Aisyah memenuhi ruangan, membuat semua anggota keluarga menikmati sarapan dengan tenang. Namun di balik suasana hangat itu, ada percakapan kecil yang menyisakan ketegangan....

...Umi Aisyah yang tampak bahagia menatap anak-anaknya dengan senyum lebar....

..."Nesya, Jingga, nanti bantu Umi untuk persiapan makanan sebanyak mungkin ya. Beberapa hari lagi kakak ipar kalian akan pulang," ucap Umi Aisyah penuh semangat....

..."Wah... siap umi! Nanti Jingga pasti bantu umi dengan semangat," jawab Jingga sambil tersenyum riang, matanya berbinar....

..."Baik, umi," sahut Nesya singkat, tanpa ekspresi berlebih....

...Tangannya cekatan mengambil sendok dan menghidangkan makanan ke piring Langit. Gerakan sederhana itu langsung menarik perhatian Jingga. Matanya menatap piring suaminya, lalu beralih ke wajah Nesya. Ada sesuatu yang mengganjal di hati kecilnya....

...Sejak menikah, Jingga tidak pernah sekalipun menghidangkan makanan untuk Langit. Bukan karena ia tidak mau. Justru, keinginannya besar. Tapi ia selalu menahan diri. Ia takut menyinggung atau membuat Nesya cemburu. Bagaimanapun, Nesya adalah istri pertama....

...Namun pagi ini, dorongan itu tak terbendung lagi. Dengan suara hati-hati, Jingga memberanikan diri bertanya, suaranya nyaris bergetar....

..."Kak Nesya... apa aku boleh melakukan itu ?"...

...Nesya menghentikan gerakannya, menoleh dengan tatapan tajam. "Melakukan apa ?" tanyanya sinis, seakan sudah tahu arah pertanyaan itu....

..."Itu... aku ingin menghidangkan makanan untuk kak Langit sekali saja, kak," jawab Jingga pelan, menunduk, takut salah bicara....

...Sejenak suasana hening, lalu terdengar jawaban cepat, dingin, dan tegas dari Nesya....

..."Gak boleh."...

...Jingga membeku. Senyumnya pudar. Ia menunduk lebih dalam, menahan rasa perih yang tiba-tiba menyeruak....

...Umi Aisyah sempat melirik keduanya, merasakan ada ketegangan yang aneh, tapi memilih diam sejenak dan tidak ikut campur....

...Sementara itu, Langit hanya menghela napas tipis. Pandangan-nya terarah ke Jingga yang kini sibuk menunduk, lalu ke Nesya yang kembali menyiapkan makanan ke piringnya tanpa peduli....

...Ada sesuatu di mata Langit—perasaan campur aduk yang tak mudah di tebak....

...Momen kecil itu mungkin sederhana, tapi meninggalkan luka dalam hati salah satu dari mereka....

...Umi Aisyah yang sedari tadi memperhatikan akhirnya meletakkan sendoknya perlahan. Senyum bahagianya masih terpasang, tapi matanya menyimpan kecermatan seorang ibu. Ia tahu ada sesuatu yang tidak beres....

..."Anak-anak," ucap umi lembut, suaranya memecah hening, "kenapa jadi tegang begini ? Kita sedang sarapan, harusnya penuh berkah."...

...Jingga buru-buru menggeleng, tersenyum di paksakan. "Tidak apa-apa, umi," katanya pelan. Tapi jelas terlihat ada rasa kecewa yang ia sembunyikan....

...Nesya justru tetap diam, melanjutkan makannya seakan tidak ada yang terjadi. Ia sengaja tidak menanggapi, seolah ingin menunjukkan bahwa ia tak mau berbagi peran yang selama ini ia genggam sebagai istri pertama....

...Langit yang sejak tadi hanya mengamati akhirnya meletakkan sendok di piring. Pandangan-nya jatuh pada Jingga yang duduk serba salah....

..."Jingga," panggilnya dengan suara rendah namun tegas....

...Jingga menoleh, sedikit terkejut. "I-iya, kak..."...

...Langit menatapnya lama, seakan ingin menenangkan dengan sorot matanya. "Kamu tidak perlu minta izin untuk hal seperti itu," katanya pelan tapi jelas....

...Nesya sontak menoleh, kaget sekaligus tersinggung. "Kak!" protesnya, nada suaranya meninggi. "Aku istri pertama, aku yang seharusnya—"...

...Namun Langit mengangkat tangannya, menghentikan kata-kata Nesya....

..."Nesya," ucapnya dengan suara lebih berat, "rumah tangga kita bukan ajang siapa yang lebih dulu atau siapa yang lebih utama. Kalian berdua istri-istriku, kalian berhak melakukan hal yang sama."...

...Umi Aisyah mengangguk pelan, mendukung perkataan putranya. "Betul, Nak Nesya. Jangan terlalu keras sama Madu mu. Hati perempuan itu lembut, jangan saling menyakiti."...

...Nesya terdiam, wajahnya menegang. Ada rasa tidak rela, tapi juga ada tatapan umi yang membuatnya tak bisa membantah lebih jauh....

...Sementara itu, Jingga menunduk, matanya berkaca-kaca. Ia tidak menyangka Langit akan membelanya di hadapan semua orang. Ada rasa hangat yang menjalar di hatinya, meski di satu sisi ia juga takut Nesya makin membencinya....

...Langit lalu mengambil sendok, menyendokkan lauk, dan menyodorkan-nya ke arah Jingga. "Kalau kamu ingin menghidangkan untukku, lakukanlah," ucapnya dengan tenang....

...Jingga menahan napas, tangannya gemetar saat menerima sendok itu. Momen kecil yang sederhana, tapi bagi dirinya, itu terasa seperti pengakuan yang sangat besar....

...0o0__0o0...

...Setelah sarapan yang terasa panjang itu, suasana rumah mulai lengang....

...Umi Aisyah sudah masuk ke dapur, sementara Nesya sibuk membereskan piring di meja makan dengan gerakan cepat — sedikit lebih keras dari biasanya....

...Bunyi gesekan sendok dan piring terdengar jelas, seolah jadi pelampiasan dari sesuatu yang tidak terucap....

...Langit berdiri, merapikan jas putih dokter yang baru saja di setrika rapi....

...Jam di dinding menunjukkan pukul tujuh lewat lima belas. Ia harus segera berangkat ke rumah sakit, tapi hatinya masih tertinggal di meja makan tadi — tepat di wajah Jingga yang sempat menunduk, menahan kecewa....

...“Umi, aku berangkat dulu, assalamualaikum” ucapnya sopan sambil menunduk sedikit. Mencium punggung tangan sang ibu....

...Dari dapur terdengar sahutan lembut umi Aisyah, "Walaikumsalam. Hati-hati ya, Nak.”...

...Langit tersenyum kecil. “Iya, Mi.”...

...Langkahnya terhenti ketika melewati ruang makan. Di sana, Jingga sedang menata ulang taplak meja yang sebenarnya sudah rapi. Gerakannya lambat, ragu, seperti sedang mencari alasan agar tidak langsung pergi dari situ....

...Langit memperhatikannya sebentar, lalu mendekat....

...“Jingga,” panggilnya pelan....

...Jingga tersentak kecil. Tangannya refleks menghentikan lipatan kain di meja. “I-iya, Kak ?” suaranya lirih, nyaris tak terdengar....

...Langit berdiri hanya beberapa langkah darinya. Dari jarak sedekat itu, Jingga bisa mencium wangi parfum maskulin yang selalu menenangkan — aroma khas Langit yang membuat dadanya berdebar tanpa izin....

...Langit menatapnya sejenak, lembut tapi dalam. “Jangan di pikirin yang tadi pagi, ya,” katanya akhirnya. “Aku tahu kamu cuma ingin berbuat baik. Dan kamu nggak salah.”...

...Jingga menelan ludah, matanya menatap ke bawah. “Tapi... aku takut Kak Nesya marah lagi. Aku nggak mau bikin suasana rumah jadi tegang.”...

...Langit mendekat satu langkah lagi. Kini jarak mereka hanya sejengkal. Jemarinya terulur, menyentuh sisi taplak meja — tepat di dekat tangan Jingga, tapi tidak sampai menyentuhnya. Hanya jarak tipis yang membuat udara di antara mereka terasa lebih berat dari biasanya....

...“Jangan terlalu takut, Jingga,” ucapnya lirih. “Aku tahu kamu selalu berusaha jaga perasaan semua orang. Tapi kadang kamu juga berhak ngerasain nyaman tanpa rasa bersalah.”...

...Hening beberapa detik....

...Suara detak jam di dinding terdengar begitu jelas....

...Jingga akhirnya menatap Langit — perlahan, dengan mata yang mulai berkaca-kaca. “Kalau aku nyaman... itu salah nggak, Kak ?” tanyanya jujur, suara bergetar....

...Pertanyaan itu membuat napas Langit tercekat. Sekilas, tatapan mereka saling bertemu — lama, dalam, dan penuh hal-hal yang tidak semestinya terucap....

...Langit menunduk sedikit, berusaha menahan sesuatu di dadanya yang mulai tak karuan. “Enggak,” jawabnya akhirnya, sangat pelan. “Yang salah itu kalau aku pura-pura nggak ngerasain hal yang sama.”...

...Jingga membeku. Waktu seolah berhenti. Matanya membulat kecil, jantungnya berdetak cepat tak karuan. Ia tak tahu harus menjawab apa — antara bahagia dan takut, semuanya bercampur jadi satu....

...Langit menarik napas panjang, menahan diri, lalu tersenyum tipis. “Aku berangkat dulu, ya. Assalamualaikum.”...

...Langkahnya baru dua, ketika suara lembut Jingga memecah keheningan....

...“Kak… tunggu.”...

...Langit menghentikan langkahnya. Ia berbalik perlahan, menatap istri kecilnya itu yang kini berdiri gugup di dekat meja makan, kedua tangannya saling menggenggam, matanya menatapnya ragu tapi berani....

...“Hati-hati di jalan, ya…” ucap Jingga pelan. Ia menarik napas kecil, lalu menatap Langit lebih dalam. “I love you.”...

...Deg!...

...Jantung Langit seolah berhenti berdetak sesaat, lalu berpacu lebih cepat dari biasanya. Pipinya memanas. Matanya melebar tidak percaya, sementara senyum kecil terbit di ujung bibirnya tanpa sadar....

...“Jingga…” suaranya serak, nyaris berbisik....

...Tapi sebelum Langit sempat berkata apa pun, Jingga menunduk sambil tersenyum malu, lalu berkata lirih,...

...“Nggak usah di jawab, Kak. Debaran jantung Kakak aja… sudah cukup jadi jawaban nya.”...

...Langit terdiam....

...Astaga. Kata-kata itu terdengar sederhana, tapi efeknya membuat seluruh dunia Langit bergetar. Dia… benar-benar di buat tak berkutik....

...0o0__0o0...

1
Meimei Meongst
akhirnya cerai juga 🤭🤭🤭🤭
Meimei Meongst
lanjutkan💪
Meimei Meongst
jingga spek bidadari dibandingkan dengan Nesya spek lampir. 🤣🤣🤣
Meimei Meongst
sabar jingga💪💪💪
Meimei Meongst
semangat💪💪
jigong Majong
nyahok lo nesya. lagian udah dapat suami bonus mertua baik...masih aja bertingkah lo. /Facepalm//Facepalm//Facepalm//Facepalm/
Sunaryati
Itu akibat sikap keras kepala kamu yang memaksa Langit beristri lagi padahal sudah menolak. Setelah Langit dan Jingga melaksanakan kewajiban sebagai suami istri kamu jadi sakit hati dan bertindak anarkhis, pada Jingga Sebenarnya disayangkan kamu tersingkir. Mungkin jodohmu dengan Langit hanya sampai segitu Nesy.
Lana Ngaceng
pada akhirnya Nesya yang terdepak dari rumah tangganya sendiri dan Sekarang hidup jingga aman damai sentosa 😄😄😄😄
Meimei Meongst
semangat💪💪💪
Meimei Meongst
semangat💪💪
Meimei Meongst
semangat💪💪💪
Meimei Meongst
nyimak🤭🤭🤭🤭
Meimei Meongst
lanjutkan thor💪💪💪
Meimei Meongst
semangat💪💪💪
Meimei Meongst
lanjutkan💪💪💪
Meimei Meongst
💪💪💪💪
Meimei Meongst
lanjutkan💪💪💪
Meimei Meongst
semangat💪💪💪
Meimei Meongst
lanjutkan💪💪💪
Meimei Meongst
,lanjutkan💪💪💪
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!