Fenomena pernikahan tidak selalu berjalan sesuai harapan. Pengkhianatan pasangan menjadi salah satu penyebab utama keretakan rumah tangga. Dalam banyak kasus, perempuan sering menjadi pihak yang dirugikan. Namun, di tengah luka dan kekecewaan, tak sedikit perempuan yang mampu bangkit dan membuka hati terhadap masa depan, termasuk menerima pinangan dari seorang pria.
Pertemuan yang tak terduga namun justru membawa kebahagiaan dan penyembuhan emosional.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Cumi kecil, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
EPISODE 25 MAKAN MALAM PENUH TAWA.
Setelah seharian menghabiskan waktu di Dufan, tawa, jeritan di wahana, dan langkah-langkah lelah menyusuri taman, malam pun turun dengan sempurna. Lampu kota mulai berkilau dari kejauhan, dan rasa letih mulai merayap di tubuh mereka. Namun, suasana hati terasa lebih ringan. terutama bagi Sofia.
“Aku pesen tempat makan malam di restoran hotel tempat kalian nginap,” kata Ammar ketika mereka berjalan menuju mobil. “Gimana? Kita lanjut makan bareng dulu sebelum istirahat?”
Bang Dafi yang sudah lapar langsung menjawab, “Setuju banget! Perut gue dari tadi cuma diisi popcorn dan es krim!”
Dela tertawa sambil menggandeng lengan tunangannya. “Sama. Tapi aku sih oke-oke aja asal menunya jangan aneh-aneh ya.”
Sofia hanya tersenyum, angguk pelan. Ia sebenarnya lelah, tapi hari ini terasa berbeda. Keputusan untuk ikut perjalanan ini menjadi pilihan yang tak ia sesali sedikit pun.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Beberapa saat kemudian, mereka sudah berada di restoran hotel. suasananya hangat, interior klasik-modern dengan pencahayaan temaram yang membuat suasana makin akrab dan tenang.
Mereka duduk di sudut jendela besar, bisa melihat lampu-lampu kota dari lantai atas. Meja bulat sederhana itu diisi gelak tawa Bang Dafi dan Dela yang tak henti bercanda. Ammar memesan makanan untuk mereka berempat, memperhatikan selera masing-masing dengan cermat, seolah dia benar-benar memperhatikan setiap detail kecil.
Sofia memperhatikannya dalam diam.
Ammar memang bukan orang yang banyak bicara manis. Tapi perhatiannya terasa... nyata. Tidak berlebihan, tidak dibuat-buat.
Saat makanan datang dan semua mulai menyantap hidangan, Ammar menyodorkan segelas air lemon hangat ke arah Sofia.
“Minum ini dulu. Kamu dari tadi banyak jalan, kelihatan capek.”
Sofia menerima gelas itu. " Bang ammar perhatian banget ya?”
Ammar hanya tersenyum. “Aku cuma berusaha jadi orang baik. Kalau itu disebut perhatian… ya, semoga cukup menyenangkan.”
Sofia tertawa kecil. Tatapan mereka bertemu sejenak. Tidak lama. Tapi cukup lama untuk membuat jantung Sofia berdebar sedikit lebih kencang daripada biasanya.
Bang Dafi yang memperhatikan itu dari seberang meja hanya tersenyum simpul. Ia tahu... adiknya mulai menemukan tempat aman yang baru.
Dan malam itu, di balik meja makan sederhana, keempat orang itu tertawa bersama, berbagi cerita, dan mengukir kenangan. Tapi hanya Sofia yang tahu, bahwa di sela-sela tawa dan suapan hangat, hatinya perlahan kembali percaya… bahwa kebahagiaan bisa datang lagi, meski lewat jalan yang sama sekali tak ia duga.
Restoran hotel tempat mereka makan malam dipenuhi musik instrumental yang lembut. Lilin kecil di tengah meja menyala tenang, memberi suasana hangat di antara cahaya temaram. Pelayan baru saja menyajikan hidangan utama. steak untuk Bang Dafi, salmon grilled untuk Dela, sop buntut untuk Ammar, dan nasi uduk dengan ayam bakar favorit Sofia.
Ammar menarik kursinya sedikit lebih dekat ke meja, lalu menatap mereka satu per satu sambil tersenyum kecil.
“Kalau dilihat dari ekspresi kalian… kayaknya pilihan menunya aman semua ya.”
Bang Dafi mendengus sambil memotong steaknya.
“Yang penting daging. Setelah roller coaster tadi, perut gue baru tenang sekarang.”
Dela menyuap potongan kentang kecil, lalu menatap Sofia.
“Sof, kamu beneran kuat ya tadi naik Halilintar? Aku kira kamu bakal mundur waktu antre.”
Sofia tertawa kecil, nada tawanya ringan tapi tulus.
“Aku juga kira nggak bakal naik. Tapi waktu itu… aku lihat anak kecil di depan kita excited banget. Masa aku kalah sama bocah umur tujuh tahun?”
Semua tertawa. Bahkan Ammar ikut menyeringai sambil mengaduk sop buntutnya.
“Dari semua perjalanan hari ini,” kata Ammar setelah menyeruput kuah, “aku senang bisa lihat Sofia ketawa lebih banyak. Walaupun senyumnya masih setengah-setengah…”
Sofia menatapnya, sedikit terkejut. “Setengah-setengah?”
“Ya,” kata Ammar santai. “Senyum yang belum sepenuhnya ikhlas, tapi udah cukup buat orang lain ngerasa nyaman ngelihatnya.”
Sofia menunduk sesaat, menyembunyikan rona hangat di pipinya. " Abang bisa bedain ya?”
Ammar mengangguk pelan. “Aku nggak tahu banyak hal. Tapi soal kamu, aku rasa aku lumayan peka.”
Bang Dafi yang sedari tadi diam, menyenggol bahu Ammar dengan bahu sendiri. “Wah, gawat nih, Mar. Kamu udah bukan cuma sahabat gue, sekarang udah masuk mode ‘pawang Sofia’ juga?”
Dela tertawa. “Ya ampun, Bang…”
Sofia tersenyum malu.
“Tenang aja, Bang,” kata Ammar cepat, setengah menggoda, setengah sungguh-sungguh. “Aku nggak macem-macem kok. Cuma pengen ada di sekitar orang-orang yang bikin aku nyaman.”
Mata Sofia bertemu mata Ammar.
Ada sesuatu yang tidak diucapkan, tapi dipahami.
Dan untuk pertama kalinya, Sofia tak menghindar dari tatapan itu.
“Aku juga senang… bisa di antara kalian hari ini,” ujar Sofia pelan. “Setelah semua yang terjadi… aku rasa ini pertama kalinya aku merasa nggak sendirian.”
Dela meraih tangan Sofia yang ada di atas meja, menggenggamnya lembut. “Kamu memang nggak sendirian, Sof. Kami semua di sini buat kamu.”
Bang Dafi mengangguk mantap. “Kita keluarga. Dan keluarga itu nggak harus selalu penuh tawa. Kadang kita juga perlu duduk bareng, makan enak, dan diem-diem saling nguatin.”
Sofia menatap satu per satu wajah mereka. Air matanya nyaris tumpah, tapi ia tahan.
Di meja itu, makanan terasa lebih hangat. Tawa terasa lebih dalam. Dan kebersamaan terasa lebih nyata.
Karena bukan hanya perut yang kenyang. tapi hati yang mulai terisi kembali.
Usai makanan mereka habis, bang dafi meminta Sofia dan dela untuk naik ke kamar.
" Sudah malam kalian naik duluan gih, abang masih mau ngobrol dengan Ammar " Titah bang dafi, yang lansung di anggukan oleh Sofia dan juga dela.
lanjutkan Thor 🙏🙏🙏