Ini cerita tentang gadis yang periang, cantik dan pintar. Nina namanya, sekarang berusia 17 tahun dan telah masuk Sekolah Menengah Atas, dia tinggal bersama 2 saudarinya dan kedua orangtuanya. Mereka tinggal di sebuah desa kecil dengan pemandangan alam yang indah. Tinggal di sana bagaikan tinggal di surga, penuh dengan kebahagiaan. Namun, ada satu masalahnya. Dia diam-diam suka sama seseorang,....Ayo tebak siapa yang dia sukai yah??...
lanjut baca part-nya !
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hijab Art, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Part 25
"Nin, kamu tunggu siapa?",
Dila menghampiri Nina yang sedang celingukan mencari seseorang. Setelah tadi mengambil motornya di parkiran, dia masih melihat sahabatnya itu tak kunjung pulang. Karena khawatir, ia menghampirinya.
Nina bingung, dia harus menunggu Roni untuk ikut pulang. Karena tadi paginya dia sudah janji untuk pulang bersama Roni lagi.
Tapi, dia ragu untuk memberitahukannya pada Dila. Takut, Dila akan cemburu.
"Hm?",
Dila bingung dengan sikap Nina yang hanya diam tak menjawab pertanyaannya.
Bersamaan dengan itu, Roni dari kejauhan menghampiri mereka. Semakin dekat, semakin dekat....
" Nin!, kamu mau diantar?",
Tiba-tiba Iyan lebih dulu sampai ditempat Nina dan Dila berada.
"Ah!, iya. Cepat antar aku pulang!",
Tanpa basa basi, Nina langsung naik ke jok motor milik Iyan.
" Owalah, ternyata tunggu Iyan toh!",
Ejek Dila. Dila hanya memikirkan bahwa sahabatnya itu mulai dekat dengan musuh bebuyutannya.
"Hm...iya, kalau gitu dah!, Dil aku duluan....",
" Cepat maju!", bisik Nina pada Iyan.
"Brum!",
Motor Iyan melaju diantara para siswa yang masih sibuk dengan kendaraan mereka.
" Eh?", Roni yang sedari tadi melaju ke arah mereka, baru tiba disamping Dila.
Roni heran, tadinya Nina janji dengannya untuk pulang bersama, kenapa sekarang ikutnya sama Iyan?.
"Eh, Roni. Kenapa?",
Melihat Roni dengan keheranan, Dila menatap wajah laki-laki itu.
" Ah, nggk. Baru mau pulang?",
"Iya",
" Ya, udah yuk!.",
"Ok!",
Diperjalanan, Nina dan Iyan hanya diam. Mereka bergelut dengan pikiran mereka masing-masing.
" Bukankah kamu harus berterimakasih padaku?", Iyan memecah keheningan.
"Buat apa?",
" Karena aku udah bantu jaga hubungan kamu dengan sahabat kamu. Kalau aku tadi nggk dateng tepat waktu, kamu mau biarin Dila cemburu?",
Iyan melajukan motornya sedang.
"Iya, terima kasih!", ucap Nina dibuat-buat.
" Ih, kok gitu bilangnya. Yang tulus dong!",
"Terimakasih!", ucap Nina dengan cepat.
" Cepet banget!",
"Ish!",
" Te-ri-ma-ka-sih", ucap Nina dibuat lambat.
"Lambat bener kayak siput",
" Bawel ah!, yang penting aku udah ucapin terimakasih, juga ", kesal Nina.
"Tunggu!, kok kamu tau tadi aku ada rencana mau pulang sama Roni?", selidik Nina pada Iyan.
" Tau ajah!", jawab singkat Iyan.
"Bohong. Kamu pasti mata-matain aku yah?",
" Mau apa juga aku mata-matain kamu. Artis juga bukan", jawab Iyan.
"Terus?",
" Terlihat jelas tadi, Roni mau ngehampirin kamu. Apalagi kalau bukan mau ajak kamu pulang bareng ", jelas Iyan.
Nina hanya mengangguk-anggukan kepala tanda ia sudah paham maksud Iyan.
" Eh!, tunggu!, tunggu!, di depan ada apa yah?",
Mereka berhenti dipinggir jalan. Suasana didepan terlihat mencekam dengan ramainya orang.
"Mungkin kecelakaan.",
Pikir Iyan.
Karena penasaran, Nina turun dari motor dan menghampiri kerumunan orang di sana. Iyan pun mengikuti Nina dari belakang.
Samar-samar terdengar ada yang mengatakan bahwa terjadi kecelakaan,
" Kecelakaan yang tragis!",
"Kasian keluarganya!",
" Siapa ibu itu?",
Orang-orang yang berada di kerumunan saling bertanya-tanya.
"Nina!",
Panggil Iyan dari sampingnya.
" Bukankah, itu motormu!", tunjuk Iyan ragu pada sebuah motor pespa berwarna pink yang tergeletak begitu saja tidak jauh dari kerumunan.
Motornya terlihat rusak parah dengan bagian belakang yang lebih terlihat bonyok. Plat nomornya pun sama dengan motor Nina.
"MAMSKI!!!".....
Teriak kencang Nina dengan mata yang mulai memerah.
Teriakan Nina sontak membuat orang yang ada di kerumunan menatapnya. Paham dengan apa yang terjadi, mereka akhirnya membuat jalan agar Nina bisa melihat apa yang terjadi di sana.
Terlihat jasad perempuan ibu-ibu setengah baya berlumuran darah. Kepala yang diselimuti oleh kain kerudung berwarna kuning itu sudah berubah menjadi merah karena darah.
Nina berlari menghampirinya. Sayangnya, jasad itu tak bisa diselamatkan lagi, kulitnya sudah pucat dan dingin.
"Mamski!...hiks!, hiks!",
Derai air mata begitu mengalir dipelupuk mata Nina. Mama yang sejak tadi pagi masih tercium aromanya, memberikan kehangatan padanya, kini sudah tiada.
Iyan ikut menghampiri Nina. Matanya hanya bisa melihat nanar kejadian didepannya. Melihat teman satu kelasnya harus kehilangan ibu.
"Maaf dek!, kami harus segera membawanya ke rumah sakit!",
Kata petugas ambulance yang mulai mengangkat jasad ibunya itu.
Walaupun sudah tak bisa diselamatkan, jasad itu harus dibersihkan dan dimakamkan secepatnya.
" Hiks!, hiks!"
Kerudung Nina sudah basah karena air mata. Dengan masih menggunakan seragam sekolah, ia mengikuti jasad ibunya masuk ke dalam mobil ambulance itu.
"Ninu!, Ninu, ninu!", bunyi sirene ambulance dengan cepat menandakan ada orang yang meninggal di dalamnya.
"Mamski!...hiks!, hiks!"
Dalam tangisan, Nina bingung harus apa. Ia hanya tinggal dengan mamanya di sini. Sedangkan, saudari-saudari dan papanya jauh di luar kota.
Nina pun segera mengeluarkan ponselnya dari dalam tas. Mencari sebuah nomor, dan menghubunginya.
"Halo!, Assalamu'alaikum pa!",
" Waalaikumsalam...kenapa nak?", jawab seseorang dari seberang telepon.
"Pa...", rasanya mulut Nina kaku untuk memberitahukan apa yang terjadi pada papanya.
"Ada apa?",
" Pa...mama,....mama kecelakaan..hiks, hiks!",
Beritahu Nina, ia tak bisa menahan air matanya. Apalagi tatkala melihat jasad mamanya yang masih berada didepannya.
"Oke, papa akan segera pulang. Cepat beritahu juga kakak-kakakmu!", pinta papanya Nina dan segera menutup telepon.
" Tut!",
Nina kembali mengetikkan sebua nama dan menghubunginya.
___
Pemakaman mamanya Nina akhirnya bisa dilakukan sehari setelah kecelakaan. Karena menunggu keluarganya pulang dari luar kota, membuat jasadnya pun harus menunggu.
Nina yang memakai pakaian serba hitam kini menghampiri makam mamanya setelah orang-orang mulai berpergian.
"Mamski!....", sedih Nina sambil memeluk papan yang bertuliskan almarhum nama mamanya.
Kedua saudarinya pun turut ikut memeluk adik bungsunya itu. Sedangkan, papanya hanya berdiri menatap mereka saling berpelukan.
"Dek!, sudahlah. Ayo kita pulang!", ucap Siska si sulung. Sebagai kakak, dia lebih kuat dan tabah. Berbeda dengan Nina dan adik keduanya.
" Mari pulang!", pinta papa mereka pada ketiga putrinya.
Perlahan tapi pasti, mereka mulai berdiri dan meninggalkan gundukan tanah basah yang baru menimbun mama mereka beberapa waktu lalu.
Nina tak rela dengan kepergian mamanya, ia terus menatap gundukan tanah itu, dan hanya pasrah di bawa oleh saudaranya pergi dari tempat itu.
Tak berapa lama, akhirnya mereka sampai di rumah. Senyap dan dingin...
Begitulah suasana yang ada di rumah mereka. Hawanya rasanya begitu dingin dan kelam. Menyisahkan kenangan sedih yang terjadi beberapa hari ini.
"Berhubung, karena mama kalian sudah tidak ada, bagaimana rencana kalian?, termasuk kamu Nina?", kata papah tanpa basa basi.
Ketiga putrinya sontak membulatkan mata menatapnya. Rasanya ada yang aneh dengan sikap papa mereka yang begitu impulsif.
" Apakah kamu akan tetap di sini, dan melanjutkan sekolahmu?. Tapi, kamu akan sendirian, karena papah kerja, dan kakak-kakakmu masih ada kuliah.", tanya papah mereka sambil menatap putri bungsunya.
"Nina akan tetap melanjutkan sekolahnya di sini. Dan aku yang akan jagain dia..."
***Next!