Sebuah desa terpencil di Jawa Tengah berubah menjadi ladang teror setelah tambang batu bara ilegal tanpa sengaja membebaskan roh jahat yang telah tersegel berabad-abad. Nyai Rante Mayit, seorang dukun kelam yang dulu dibunuh karena praktik korban bayi, bangkit kembali sebagai makhluk setengah manusia, setengah iblis. Dengan kekuatan untuk mengendalikan roh-roh terperangkap, ia menebar kutukan dan mengancam menyatukan dunia manusia dengan alam arwah dalam kekacauan abadi.
Dikirim untuk menghentikan bencana supranatural ini, Mystic Guard—tim pahlawan dengan keterikatan mistis—harus menghadapi bukan hanya teror makhluk gaib dan jiwa-jiwa gentayangan, tetapi juga dosa masa lalu mereka sendiri. Dalam kegelapan tambang, batas antara kenyataan dan dunia gaib makin kabur.
Pertarungan mereka bukan sekadar soal menang atau kalah—melainkan soal siapa yang sanggup menghadapi dirinya sendiri… sebelum semuanya terlambat.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Saepudin Nurahim, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Keadaan Di Tempat Evakuasi
Deru mesin pesawat menggelegar di atas langit kelabu Semarang. Di landasan darurat yang dipenuhi tenda-tenda pengungsian dan kendaraan militer, Pesawat Evakuasi The Vault meluncur turun perlahan—burung besi yang membawa segelintir nyawa dari neraka yang belum diketahui publik.
Begitu roda menyentuh aspal, kabin terbuka. Udara panas dan bau asap menyambut mereka. Dari balik pintu rampa, Uwa Dargo turun paling dulu, langkahnya tertatih, wajahnya kaku menahan malu dan cemas. Di belakangnya, warga Desa Gunung Jati, wajah-wajah lelah, anak-anak digendong, para ibu berjilbab lusuh, para lelaki dengan mata penuh tanya.
Namun alih-alih sambutan hangat, suara sumbang langsung menyambut:
"Itu mereka! Dari desa yang katanya kutukan itu!"
"Bawa penyakit!"
"Udah tahu tempat itu angker, masih ngeyel tinggal di sana!"
Warga lokal dan pengungsi dari daerah lain yang sudah berada di tempat evakuasi memelototi, mencibir, beberapa bahkan menjauh seakan terpapar wabah. Mereka memperlihatkan ekspresi campuran antara takut, jijik, dan kemarahan.
Uwa Dargo hanya bisa mengatupkan bibirnya kuat-kuat, berusaha tak jatuh air matanya.
Dari belakang, turun seorang pria berkacamata dengan jaket kulit pilot berlogo The Vault. Dialah Rizaldi, mantan pilot militer, kini menjadi operator utama The Vault di kawasan timur.
Ia menatap tajam ke arah kerumunan.
"SEMUANYA TENANG!" suaranya menggelegar melalui pengeras suara di bahunya. "Mereka korban, bukan penyebab bencana. Tunjukkan rasa manusia kalian!"
Namun bisik-bisik masih terdengar. Anak-anak dari Gunung Jati mulai menangis. Seorang ibu tua terduduk di tanah.
"Jadi ini... tempat aman itu?" lirih Uwa Dargo, nyaris tak terdengar.
Suara langkah sepatu bot menghentak tanah, dan muncul sosok perempuan berbaju taktis lengkap dengan rambut dikuncir ketat dan wajah penuh determinasi. Agent Liana, Komandan Operasional The Vault wilayah tengah, menghampiri.
Ia memandang situasi dengan cepat, lalu berdiri di atas peti logistik.
"Saya minta semua warga evakuasi tenang."
"Desa Gunung Jati adalah lokasi yang terkena paparan entitas mistis level merah."
"Mereka diselamatkan oleh unit lapangan khusus—berarti mereka beruntung. Tapi keberuntungan mereka bukan kutukan buat kalian."
Liana menatap satu per satu.
"Kita semua di sini pengungsi. Entah dari banjir, tanah longsor, atau teror mistis. Tak ada satu pun dari kita yang lebih suci dari yang lain."
Beberapa warga mulai menunduk.
Ia lalu memberi isyarat kepada para agen taktis The Vault—yang segera membuka satu tenda besar, memberikan akses air, makanan, dan tempat rehat sementara untuk warga Gunung Jati.
Rizaldi berjalan ke samping Liana. "Apa kita bisa cegah penyebaran info soal Nyai itu?"
Liana menghela napas. "Sampai sekarang, media hanya tahu ‘anomali spiritual’. Tapi cepat atau lambat... dunia bakal tahu. Kita cuma bisa beli waktu."
Ia memandangi Uwa Dargo yang memeluk cucunya erat.
"Dan kita harus pastikan... waktu itu cukup, untuk Mystic Guard menyelesaikan ini."
Langkah pertama datang dari Agent Liana, mengenakan jaket The Vault dengan lambang emas menyala di bahu. Wajahnya tegas, suara lantang memberi perintah ke petugas yang masih bingung menghadapi situasi. Ia berdiri di atas peti logistik, mencoba menenangkan kerumunan yang mulai gaduh.
"Semua warga akan diberi tempat aman. Ini perintah langsung dari markas pusat. Jangan ada yang mencemooh satu sama lain, kita semua korban dari ancaman yang belum kalian pahami!"
Di belakang Liana, datang beberapa sosok yang membuat udara sedikit berubah.
Seorang perempuan dengan jaket produksi TV dan kamera kecil di dada mendekat—Nadia Maharani, teman dekat Dinata Maharani alias Asvara. Matanya menelusuri wajah para pengungsi.
"Astaga... jadi ini benar. Desa itu diserang entitas yang katanya cuma legenda."
Liana mengangguk.
"Dan Closer sedang terlibat langsung di garis depan. Bersama mereka yang sekarang dikenal sebagai Mystic Guard."
Nadia menelan ludah.
"Kalau dia sampai turun langsung, ini lebih buruk dari semua tayangan dokumenter gua."
Sosok mencolok lain melangkah dari arah kendaraan militer—Torque Queen, teman lama Hellhowl. Dengan gaya nyentrik, jaket kulit kuning mengkilap, dan sarung tangan kinetik, ia tertawa keras melihat suasana.
"Hellhowl tuh keras kepala, tapi kalau dia lawan iblis beneran... Gua harus ikut. Band gua batal konser, jadi gua punya waktu buat nendang pantat iblis."
Terakhir muncul Harlottica, alias Tika, perempuan dengan kulit legam dan aura kristal ungu di sekujur lengan. Ia berdiri tenang, seperti patung logika.
"Kalau Yama sudah kehilangan kendali, artinya ini sudah kelewat batas."
Ia menatap Uwa Dargo dan warga lain.
"Kita harus bantu Mystic Guard dari sisi ini. Jaga semangat warga. Dan siap saat mereka butuh bantuan kedua."