Di jebak oleh sahabatnya sendiri?
Setelah melewati malam panas dengan Jenderal Hang, Jie Xieye mengandung anak dari suami sahabatnya sendiri —Hang Tianyu.
***
Tak kunjung hamil, membuat Le Chieli frustasi, karena selalu mendapat tekanan dari keluarga Hang. Hingga, kemudian ia menjebak suami dan sahabatnya sendiri.
Namun, yang tidak Le Chieli ketahui, jika dia telah menghancurkan kehidupan sahabatnya.
Ini bukan hanya tentang menjadi selir terabaikan, tapi juga tentang cinta dari musuh suaminya.
Lantas, bagaimana kehidupan Jie Xieye sebagai selir tak di anggap?
Follow akun Author.
ig: bella_bungloon
fb : XCheryy Bella
TIDAK SUKA BISA DI SKIP YA KAKAK-KAKAK ^^
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Bella Bungloon, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 26
Seorang pria berbaju hitam biru melangkah cepat menyusuri lorong-lorong. Derap langkah nya menggema dengan tegas melewati beberapa penjaga yang menunduk hormat saat ia lewati.
Tak butuh lama, ia sampai di sebuah Paviliun indah yang tampak sepi. Dengan sorot mata menyala dan rahang yang mengeras, pria itu terdiam sesaat sembari menarik napas panjang. Ia yang biasanya tenang dan penuh perhitungan, setelah .menerima laporan dari anak buahnya tentang toko-toko persenjataan keluarga sang istri yang mendadak tutup permanen, bahkan beberapa pengelola mengatakan jika toko telah di ambil alih oleh orang lain.
"RU MIYA!!" Teriak pria itu lantang, namun tidak ada jawaban. Membuat Tan semakin murka.
Ia kemudian mendobrak paksa pintu kayu berukir tersebut dan masuk ke dalam, langkahnya terhenti di tengah ruangan, dan ia mulai memanggil nama sang istri.
"Ru Miya, jawab aku!!"
Namun lagi-lagi tidak ada jawaban, bahkan sejak ia memasuki kediaman Ru, kediaman ini tampak jauh lebih sepi. Para pelayan yang biasanya lalu lalang juga tak nampak.
Pria itu kemudian masuk ke dalam kamar utama, mungkin saja sang istri berada di dalam sedang istirahat, mengingat wanita itu sedang hamil. Tapi nihil, tidak ada siapa-siapa di dalam.
"Tidak—!? Tidakk!!" pria itu mundur selangkah, mencoba mengusir pikiran buruknya. Dan tanpa aba-aba ia berlari membuka semua lemari, kotak dan memeriksa meja rias— benar saja, kosong, semua barang milik istrinya hilang.
"Berani sekali!!"
Sraak!!
Brakkk!!
Prangg!!
Pria itu berteriak marah, tangannya melempar segala benda yang berada di sekitarnya, termasuk meja rendah dan kursi kayu. Ia melemparnya asal.
Namun, tiba-tiba sebuah suara langkah kaki terdengar dari belakang. Seorang pria berpakaian gelap dengan jubah panjang memasuki ruangan itu, membuat Tan yang sejak tadi mengamuk, refleks bersujud memberi salam hormat.
"Yang Mulia Pangeran... " lirih Menteri Tan dengan ketakutan.
Pria tampan yang merupakan seorang pangeran itu berdiri tegak, sorot matanya sedingin es, dan suaranya penuh intimidasi.
"Aku telah mendengar semuanya. Jadi... Istrimu pergi?"
Tan semakin menunduk, tubuhnya bergetar karena takut. Bahkan suaranya terdengar bergetar. "Mohon ampun, Pangeran. Hamba juga baru mengetahuinya."
Yu Chengyi, Pangeran pertama kekaisaran Tianhu itu melangkah maju, tangan kekarnya mencengkeram kerah menteri Tan dan menariknya mendekat. Sorot matanya menatap tajam pria setengah baya itu.
"Aku tidak peduli dengan wanita itu, tapi di mana semua kontrak dagang keluarga Ru?" Desis pangeran Yu Chengyi dengan tajam dan dingin.
Tekanan dan intimidasi dari pemuda itu tentu membuat menteri Tan menggigil. Dengan terbata-bata ia menjawab. "Se-semuanya menghilang, Pangeran, istriku membawa semua barang nya termasuk berkas-berkas keluarga Ru."
Mendengar itu, Yu Chengyi menarik napas panjang dan melepas cengkeramannya begitu saja. Ia kembali tegak dan merapikan pakaiannya dengan wajah tak senang.
"Cari dia! Seret dia kembali, bawa semua kontrak dagang keluarga Ru padaku! Jika tidak... Kepala mu yang akan aku pengg4l."
Mendengar nada penuh ancaman itu, Menteri Tan segera kembali bersujud dan bersumpah akan membawa kembali istrinya dan menyerahkan seluruh kontrak dagang keluarga Ru.
Merasa sudah selesai, Yu Chengyi berniat pergi, tapi baru mengangkat kaki, sebuah suara ranting di injak terdengar dari luar jendela. Dengan gerakkan cepat, pria itu menyambar pedang dari pinggangnya dan melemparkannya secepat kilat ke arah jendela yang terbuka.
Setalah itu, ia dan menteri Tan segera melompat keluar untuk memastikan siapa yang telah berani mencuri dengar pembicaraan mereka.
Namun saat mereka memeriksa keluar, hanya seekor kucing yang melangkah di antara ranting-ranting kering.
"Tch," Yu Chengyi berdecih dingin, ia kemudian menarik kembali pedangnya yang menancap di batang pohon.
Namun tindakan selanjutnya membuat Tan merinding, dengan sekali teb4s, pangeran berdarah dingin itu membvnvh kucing belang tak bersalah.
Pria itu kemudian membersihkan ujung pedang nya dengan sapi tangan, dan tanpa menoleh ke arah Tan, pria itu berkata dengan dingin. "Jika istrimu berani menghalangi rencana yang telah ku susun begitu lama, kau dan dia akan bernasib sama seperti kucing ini."
Menteri Tan tidak berani mengangkat wajahnya, dia membeku di tempatnya. Dan setelah pangeran Yu Chengyi melangkah pergi, ia menyusul di belakangnya.
Dan begitu mereka meninggalkan tempat itu, sebuah bayangan bergerak dari balik pepohonan lain. Seorang pria muda dengan jubah putih berpola bunga persik melompat dari dahan pohon.
Sorot matanya menatap iba kucing yang telah di bvnvh dengan sad!s oleh Yu Chengyi.
"Orang seperti itu ingin menjadi kaisar?" Pemuda itu berdecih. "Kau sama sekali tidak pantas menjadi penerus Ayahanda, Chengyi."
...***...
Angin sore berhembus lembut, di sebuah halaman utama Kediaman Hang. Orang-orang berdiri dengan rapi. Sore ini, Jenderal Agung mereka akan melakukan perjalanan.
Di sisi kiri halaman, sebaris kereta dan kuda sudah disiapkan. Sementara di tengah-tengah kerumunan, Hang Suyue—Nyonya Besar keluarga Hang—berdiri anggun mengenakan jubah sutra ungunya. Rambutnya digelung tinggi dengan hiasan batu giok, wajahnya teduh namun menyimpan wibawa yang tak bisa dipandang remeh.
Sama seperti putranya, sore ini, ia juga akan pergi, ia akan berangkat menuju kuil di pegunungan, tempat ia biasa berdoa menjelang ulang tahun dan memohon keselamatan keluarga nya.
“Bibi Agung, jangan khawatir. Ulang tahun Anda nanti, pasti akan kami siapkan dengan semewah mungkin!” Ucap Hang Fei Rei sembari membungkuk, senyum tipisnya merekah.
Hang Shu Ji yang berdiri di sampingnya ikut membungkuk. "Benar, Bibi, Anda tidak perlu mencemaskan apapun. Semua akan berjalan dengan lancar."
Hang Suyue tersenyum lembut sembari mengangguk. Ia kemudian mengusap rambut keponakan nya secara bergantian. "Terima kasih, kalian memang anak-anak yang baik.”
Setelah melepas keponakan-keponakannya, matanya beralih ke satu sosok tinggi gagah yang selalu menjadi kebanggaan nya, Hang Tianyu, anak satu-satunya itu sedang berpamitan dengan sang istri—Le Chieli.
Hang Suyue kemudian melangkah mendekat mendekati keduanya. Hang Tianyu yang melihat sang ibu mendekat ke arahnya, segera membungkuk memberi hormat, begitu juga Le Chieli.
“Putraku... Semoga perjalananmu lancar. Hati-hati di jalan,” ucap Hang Suyue pelan.
Hang Tianyu tersenyum, lalu merangkul sang ibu. "Anda juga, Bu. Maaf karena aku tidak bisa merayakan ulang tahun mu, tapi aku pasti akan memberikan kado terbaik untukmu."
Wanita itu terkekeh, tapi kemudian keningnya berkerut dalam. "Di mana Selir Jie?" tanya Hang Suyue dengan sorot mata menatap sekitar mencari keberadaan sang menantu yang sedang mengandung calon cucu nya.
Hang Tianyu yang mendengar pertanyaan itu sontak terdiam sejenak. Ekor matanya juga ikut mencari keberadaan Jie Xieye, tapi nihil, batang hidung wanita itu bahkan tak terlihat.
Rui yang berdiri di belakang nya sedikit maju untuk berbisik.
"Jenderal, Wuxi melaporkan bahwa Selir Jie enggan keluar dari Paviliun Peony, sesuai perintah Anda." Lapor Rui.
"Perintah?" ulang Hang Suyue, matanya menajam setelah mendengar bisikkan Rui. Bahkan itu tidak bisa di sebut bisikkan saat ia masih bisa mendengar nya jelas."Apa maksudnya ini, Putraku?"
Memejamkan matanya sejenak, pria itu kemudian menghela napas kasar, lalu mengangguk pelan. "Ibu, sebenarnya kami hanya sedikit bertengkar... jadi aku memintanya tetap di dalam Paviliun Peony hingga ulang tahunmu, Bu.”
Hang Suyue menoleh, menatapnya lama. Sorot matanya seperti bilah tajam yang menyayat.
"Dia sedang mengandung anakmu, Tianyu. Dan kau menghukumnya seperti itu?"
Le Chieli yang berdiri di sampingnya, ikut bicara. "Suamiku, apa hal ini masih bersangkutan dengan masalah hari itu? Bukankah sudah kubilang kemarin, jika Xieye tidak bersalah?”
Namun Hang Tianyu hanya diam. Kepalanya tertunduk, mulutnya terasa kelu untuk mengatakan sepatah kata.
Tak jauh dari sana, Hang Fei Rei memutar bola matanya dan berbisik pelan ke Hang Shu Ji. "Lihatlah ratu drama kita," jelas mereka mendengar pembicaraan itu, meski tidak terlalu jelas. Yang pasti bersangkutan dengan wanita bernama Jie Xieye.
Hang Shu Ji yang berdiri di samping Hang Fei Rei hanya tertawa kecil, menutupi mulut dengan kipasnya.
Kembali ke Hang Suyue, wanita itu mengabaikan pertanyaan Le Chieli untuk Hang Tianyu, ia memotong dengan cepat, meminta sang putra untuk pergi ke Paviliun Peony dan berpamitan sekaligus meminta maaf pada Jie Xieye.
"Ingat, jika dia sedang mengandung anakmu. Pergi dan temui dia!"
Meski ingin menolak dan mempertahankan ego dan gengsi, Hang Tianyu hanya mengangguk dengan lesu. "Baiklah... aku akan berpamitan padanya. Tapi hukumannya tetap berlaku."
Hang Suyue tersenyum tipis saat melihat sang putra pergi menuju Paviliun Peony. Ia kemudian sedikit menoleh pada Le Chieli yang sedang menunduk.
"Orang yang tidak tahu mungkin akan menganggap Tianyu kejam pada Jie Xieye. Tapi Tianyu tahu jelas, meninggalkan seorang wanita lemah hamil sendirian di kediaman ini, saat serigala-serigala berkeliaran, adalah hal paling bodoh, maka dari itu ia menjadikan hukuman sebagai alasan untuk melindungi wanita dan calon anaknya. Bukankah begitu, menantu?"
Le Chieli hanya menunduk dalam. Jemarinya mengepal, tapi tak mampu menjawab apa pun, ia tahu jelas jika ibu mertuanya sedang menyindir dirinya.
...***...
Sementara itu, di paviliun peony.
Aroma rempah dan akar kering memenuhi udara. Di dalam kamar utama, Jie Xieye duduk di hadapan meja kayu rendah, menggiling ramuan dengan lesung batu.
Dari arah pintu pintu, Rongyi datang membawa nampan kecil berisi camilan dan semangkuk teh hangat. Ia berjalan pelan, lalu meletakkannya di samping Jie Xieye.
"Apakah Anda benar-benar tidak ingin keluar? Setidaknya untuk mengantar Jenderal Hang?" Tanya gadis muda tersebut.
Jie Xieye menoleh sekilas, bibirnya erangkat membentuk senyuman miring. Dengan jemari yang tidak berhenti menggiling akar kering di dalam mangkuk.
"Bukankah dia sendiri yang melarang ku meninggalkan Paviliun ini?" ucap wanita itu dengan pelan namun tajam. "Jika dia ingin pergi, pergilah. Aku tidak peduli."
Rongyi menunduk. Ia hanya bisa menghela napas pelan, tak ingin memperpanjang perdebatan. Namun saat ia menatap ke arah pintu...
Langkahnya langsung terhenti.
Matanya membelalak pelan, tubuhnya reflek hendak bersujud.
“Je—"
Namun sebelum sepatah kata pun terucap, Hang Tianyu yang berdiri tegap di ambang pintu mengangkat satu tangannya, memberi isyarat agar Rongyi tidak bersuara. Sorot mata pria itu tajam, namun tenang.
Rongyi menggigit bibirnya, lalu perlahan mundur, membungkuk dalam tanpa berkata apa pun.
Jie Xieye yang tidak menyadari apa pun masih sibuk dengan ramuan di tangannya. Tangannya menggiling kuat, ekspresinya murung. Ia terlihat begitu larut dalam pikirannya sendiri.
"Memangnya dia siapa, kita semua harus menurut padanya?" Oceh Jie Xieye dengan nada sinis.
"Anakku, jika nanti kamu telah lahir dan tumbuh besar, ibu harap kau tidak mewarisi sifat ayahmu," Jie Xieye berhenti sejenak mengaduk obat herbal nya, dia mengusap perutnya dengan lembut.
"... Ayahmu itu kejam, dia asal menghukum orang tanpa tahu kebenaran. Ibu benar-benar sakit hati padanya. Ibu tahu, ibu bukan wanita yang baik, tapi ibu jelas lebih baik di bandingkan pria jahat itu, bahkan babi pelihara Gu Shaong lebih baik darinya."
Wanita itu terkekeh pelan, sebuah kekehan kecil yang mengandung kepahitan. "Sejak awal sudah banyak bahaya yang datang, padahal kamu belum lahir, apalagi jika kamu sudah lahir? Ayahmu tidak menyukaiku, dia membenciku dan ibu tidak tahu ke depannya akan bagaimana, yang jelas ibu akan melindungi mu, Nak ...."
"Anakku... Apa kau tahu? Ibumu ini sudah pandai menyerang dalam diam, ibu berhasil mengalahkan para penjaga suruhan pria jahat itu, bahkan ibu diam-diam menyerangnya dengan jarum. Biarkan saja ayahmu itu merasakan panasnya hati ibu dan gatalnya ibu ingin memukul wajahnya."
Rongyi menggigit bibir bawahnya. Ia menoleh sekilas ke arah Jenderal Hang yang wajahnya sudah menggelap. Tapi Nyonya masih belum menyadari keberadaan pria itu.
"Pria jahat.... Menyerang dengan jarum...." Hang Tianyu terkekeh pelan. Dia kemudian melangkah mendekati Jie Xieye.
"Jadi benar, apa yang terjadi padaku pagi ini adalah ulahmu, Tabib Jie?!"
Suara dingin dan dalam itu membuat tubuh Jie Xieye seketika membeku di tempat. Akar di tangannya bahkan sampai terjatuh, dan dengan gerakkan kaku, ia kemudian berbalik menatap ke arah pria yang sedang menatapnya dingin.
"Apakah sudah selesai berbicara buruk tentang ku pada calon anak kita? Dan apa tadi... Kau membandingkan aku dengan seekor babi?"