Kesalahan semalam yang terjadi pada Arfira dengan seorang pria yang tidak di kenalnya membuat hidupnya berantakan, dirinya bahkan sampai harus menjebak pria bernama Gus Fauzan, supaya dirinya terbebas dari amarah Abang dan Abi-nya. Namun, takdir tak menghendaki itu, semuanya terbongkar hingga membuat hidup Arfira benar-benar hancur. Sampai dirinya di pertemukan oleh pria yang telah menghancurkan kehidupannya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Julia And'Marian, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
bab 18
“Lihat ini.” Pagi itu juga Gus Izam tidak jadi ke rumah sakit, ia langsung bertolak pulang ke pondok pesantren, pikirannya benar-benar kalut saat melihat benda kecil yang ada di dalam apartemen milik Arfira. Ia juga tidak menemukan keberadaan sang adik. Kemungkinan Arfira sedang pergi keluar.
Gus Izam langsung membawa ters peck itu bersamanya pulang ke pondok pesantren, untuk di tunjukkan pada kedua orang tuanya dan istrinya. Tapi, saat ini Alana sedang mengantar Ryshaka pergi ke sekolah.
“Ini? Loh, Alana hamil lagi? Emangnya Ryshaka udah mau punya adek ya? Kemarin ummi becandain dia marah.” Sahut ummi Khadijah sambil terkekeh saat mengingat kejadian kemarin.
“Ya nggak apa-apa toh, ummi. Biarin aja Ryshaka punya adik lagi. Ryshaka juga udah besar. Pastinya Izam juga pengen punya anak perempuan.” Timpal kyai Afwan.
“Ya memang nggak apa-apa dong. Ummi juga senang kalau Izam dan Alana punya anak lagi. Jadi makin ramai ini rumah.”
Gus Izam mendesah, ia tak tau bagaimana nanti jadinya jika kedua orang tuanya tau jika test pack itu bukan milik Alana melainkan milik Arfira, Gus Izam tidak tau bagaimana hancurnya perasaan keduanya nantinya,
“Zam, kamu ajak Alana ke rumah sakit segera, kalian periksa kandungan. Ryshaka biar ummi nanti yang jemput sama Abi, kebetulan Abi kamu nggak ada kerjaan,” Ucap ummi Khadijah.
“Iya, kamu pergi saja dengan Alana ke rumah sakit” timpal Kyai Afwan,
Gus Izam meneguk ludahnya susah payah, kalau begini ia bingug mau mengatkan hal yang sebenarnya kepada mereka.
“Assalammualaikum” sampai suara salam terdengar di depan pintu ndalem membuat mereka menoleh dan mendapati keberadaan Alan yang baru saja pulang. Dan ummi Khadijah langsung menghampiri menantunya itu lalu menuntunnya ke sofa,
“eh ummi nggak usah, Alana juga nggak capek kok” kata Alana.
“Nggak apa-apa sayang, kamu jangan kecapean, mulai sekarang juga kamu jangan bantuin ummi di dapur, biar ummi aja dan bibik yang memasak” ucap ummi Khadijah.
Alana mengerutkan keningnya bingung, “loh, emangnya kenapa, kok Alana nggak boleh masak di dapur lagi?”
“Kamu harus jaga bayi yang ada di dalam kandungan kamu, jangan capek-capek lagi, ummi tau kamu pasti capek udah ngurus Ryshaka seharian, ummi juga bakalan bantuin kamu ngurus Ryshaka sayang..” ummi Khadijah tersenyum-senyum.
Alana seperti orang bodoh mendengar perkataan ibu mertuanya itu, “bayi? Siapa yang hamil?”
“Loh kok tanya siapa sih Alana, ini test pack milik kamu bukan? Wong Izam tadi yang bawa kok.” Ucap ummi Khadijah.
Alana kini menatap suaminya. “Mas, kamu yang bawa test pack itu?” Tanya Alana menuntut.
Gus Izam gelagapan. “Eh itu..”
“Loh, ini kenapa? Ini punya kamu kan Alana?” Tanya ummi Khadijah.
Alana menggelengkan kepalanya. “Bukan, ummi. Alana juga baru selesai haid, kayakmana Alana mau hamil.” Kata Alana pelan, dan perkataan Alana sukses membuat ummi Khadijah dan kyai Afwan melotot. Keduanya cukup terkejut, dan pastinya bertanya-tanya tentang alat tes kehamilan itu.
“Zam!! Kamu selingkuh?” Tuduh ummi Khadijah.
Gus Izam menggelengkan kepalanya. “Nggak lah. Izam nggak selingkuh.”
“Jadi?”
Gus Izam menghela nafasnya kasar. “Itu punya Fira.”
“Apa?!”
*
Semuanya menoleh ke arah sumber suara, termasuk Cika yang menatap berbinar seorang pria yang berdiri tidak jauh darinya itu
“Ganteng banget” batin Cika menatap pria tampan itu.
Sedangkan Arfira membulatkan kedua bola matanya saat menyadari kehadiran seseorang yang pernah menolongnya malam itu. Ya, ia masih hafal wajah pria itu.
“Ini ada apa ribut-ribut di kafe saya? Kebisingan kalian mengganggu pengunjung saya yang lain. Jika memang kalian ingin ribut, silahkan pergi dari sini.” Suara bariton tegas milik Arjuna menyentak mereka semuanya.
“Maaf pak, saya tidak bermaksud ribut, tapi wanita ini yang mulai duluan.” Cika malah menunjuk ke arah Arfira dan Birani. Melimpahkan semuanya pada keduanya, bermaksud mau caper sama Arjuna.
Arjuna mengerutkan keningnya, menatap Arfira dan juga temannya itu.
Sedangkan Arfira diam, kepalanya terlalu pusing berdebat.
Berbeda dengan Birani yang langsung pasang badan. “Enak aja! Dia yang datang-datang ngajakin ribut juga. Kamu ya pandai sekali playing victim.” Ucap Birani kesal.
Cika melotot, rasanya tangannya gatal sekali ingin menabok Birani, namun ia tahan, karena jaga image di depan pria tampan ini, dan pastinya kaya raya…
Uh kapan lagi kan ketemu? Mereka bisa saling suka apalagi Cika cantik.
“Mas, dia duluan.. dia bahkan tadi mau tampar aku.” Kata Cika berekspresi menyedihkan, “aku baru aja datang, tapi mereka udah keroyok aku duluan.” Timpal Cika lagi, membuat Birani mendelik.
“Hei!! Kamu ya–” perkataan Birani terhenti, saat dengan tiba-tiba Arfira memegangi tubuhnya,
Birani menoleh. “Fir, kamu kenapa?”
“Aku pusing, mau pulang.”
Birani menatap khawatir temannya itu. “Iya, yaudah kita pulang aja, kita nggak usah di sini.” Birani memapah Arfira.
Cika tersenyum puas melihat itu, sedangkan Arjuna mengerutkan keningnya saat melihat gadis itu yang tampak sangat lain.
Ada apa dengan gadis itu? Terakhir kali mereka bertemu, gadis itu masih baik-baik saja. Tapi ini?
Dan hal yang tidak terduga terjadi, tiba-tiba tubuh Arfira limbung, beruntung Arjuna berlari dengan kencang, lalu menangkap tubuh Arfira.
“Ya Allah, Fira, kamu kenapa?” Pekik Birani histeris.
“Kita bawa ke rumah sakit sekarang.”
Birani menganggukkan kepalanya.
“James!” Panggil Arjuna,
James yang ada di sana langsung paham, pria itu langsung bergegas berlari ke depan, mengambil mobil…
Sesampainya di rumah sakit, Arfira langsung di bawa menuju ke IGD. Arjuna berdiri di depan sana sambil menatap ruangan itu dengan cemas.
Birani yang melihat itu mengerutkan keningnya, sebab ia tak mengenal Arjuna, tapi kenapa pria itu sangat cemas dengan keadaan Arfira.
"Ekhm, maaf pak, tapi terimakasih ya pak, karena sudah membawa sahabat saya. Bapak boleh pulang," ucap Birani dengan sopan.
Arjuna menatap datar wanita itu. "Saya mau tunggu di sini. Kalau kamu mau pulang, pulang saja sana" ketus Arjuna.
Birani mendelik, ia jadi bingung, orang dia yang kenal sama Arfira, kok dia yang di suruh pulang. "Pak, saya loh ini yang–"
"Eh, mbak, mbak yuk ikut saya isi administrasi mbaknya yang ada di dalam sana. Soalnya saya juga nggak tau namanya" James yang tau langsung menyela perkataan Birani, padahal James sudah tau Arfira, dan hal tersebut membuat Birani makin kesal, namun tetap menuruti, keduanya berjalan menuju ke depan bagian administrasi.
Arjuna tak memperdulikan kepergian mereka, ia masih berdiri dengan cemas di depan ruangan IGD sama. Bahkan sesekali umpatan keluar dari mulutnya, membuat suster dan dokter yang lewat jadi meringis melihatnya. Tak berani menegur, sebab mereka sudah mengenal siapa pria itu.
Bahkan, sahamnya terbesar di rumah sakit ini. Rumah sakit ini juga milik kakek pria itu.
Ceklek
Pintu IGD itu terbuka, membuat Arjuna menatap tajam pria berpakaian dokter itu. "Kenapa lama?" Desis Arjuna marah.
Dokter itu meringis. "Ya namanya juga meriksa. Ekhm, maaf tuan muda."
Arjuna mendengus. "Cepat katakan, sakit apa dia?"
Dokter itu mengangguk. "Kayaknya harus di cek lagi deh tuan muda, sebab kemungkinan besar pasien hamil."
Dan perkataan dokter itu membuat tubuh Arjuna membeku di tempatnya.
Hamil?