Alvaro Ardiwinata adalah seorang remaja berusia 16 tahun yang terlahir dari keluarga kaya. Namun, meskipun hidup dalam kemewahan, dia merasa tidak pernah menjadi bagian dari keluarga tersebut. Dia lebih dianggap sebagai "anak pelayan" oleh kedua orangtuanya, Jhon dan Santi Ardiwinata. Setiap kesalahan, besar atau kecil, selalu berujung pada hukuman fisik. Meskipun ia berusaha menarik perhatian orang tuanya, mereka tidak peduli padanya, selalu lebih memperhatikan adiknya, Violet. Violet yang selalu mendapat kasih sayang dan perhatian lebih, tapi di balik itu ada rasa iri yang mendalam terhadap Alvaro.
Sementara itu, Alvaro berusaha menjalani hidupnya, tapi luka psikologis yang ia alami semakin mendalam. Saat ia beranjak dewasa, ia merasa semakin terasingkan. Tetapi di balik penderitaan itu, ada harapan dan usaha untuk menemukan siapa dirinya dan apakah hidup ini masih memiliki makna bagi dirinya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Wèizhī, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 22
“Kemana sih si abang. Dicariin kagak ketemu-ketemu” gerutu Angga kesal.
Sejak tadi pagi, Angga telah bangun dan mulai mencari Abang, Xavier untuk diajak berunding akan sesuatu sebelum acara sarapan dimulai. Tapi Xavier tak kunjung ketemu bahkan dikamarnya pun tak ada.
“Bang. Kenapa? Kok wajahnya ditekuk gitu?“ Tanya Bunda Lily heran.
“Bund. Bang Xav mana? Kok gada di kamar?“ Bukannya menjawab, ia malah balik bertanya perihal abangnya.
“Bunda gatau, sayang. Bukannya dia ada di kamar?“
“Gada. Angga kesel, tuh bocah satu dipanggil pun kagak nyaut. Kemana sih”
“Ada apa ini, pagi-pagi udah ribut aja?“ Tanya Ayah Samuel yang lalu datang dari arah kamar nya.
“Angga nyari Xavier. Tapi si sulung gak ada di kamarnya” jawab Bunda Lily.
“Ngapain nyari dia. Mending kamu panggil Baby. Kita sarapan aja” ucap Ayah Samuel yang sudah duduk di kursinya dan meminum kopi hangat yang sudah disiapkan oleh Bunda Lily.
“Mas. Tapi Xavier nya kemana, ya?“ Khawatir Bunda Lily.
“Nanti juga nongol” jawab Ayah Samuel kembali menikmati secangkir kopi nya.
“Kamu kok gitu?! Dia anakmu lho” geram Bunda Lily karena respon sang suami membuatnya kesal.
“Anakmu juga, honey” ucap ayah Samuel dengan senyumannya yang membuat Bunda Lily memutar bola mata malas.
Sedang di lantai dua. Tampak Angga membuka pintu kamar adiknya, Alvaro. Betapa terkejutnya dia saat melihat sang adik dengan kembarannya itu tengah tidur sembari berpelukan. Mana pulas banget lagi turu nya.
“Pantes dicari kagak ada. Ternyata sebelah jiwa gue ada disini” gumam Angga dengan geramnya.
Angga lalu menyibak selimut yang menyelimuti mereka berdua. Sontak Xavier langsung saja bangun namun ia hanya berdecak dan kembali tidur dengan memeluk Alvaro.
“Bangun oy! Dah pagi!“ Seru Angga sembari menggoyangkan tubuh Alvaro dan kembarannya itu.
“Tck. Hari minggu, Ga” ucap Xavier dengan malasnya.
“Lima menit lagi…” ucap Alvaro yang juga sama malasnya.
Angga pun dibuat semakin kesal. Ia lalu berjalan kearah kamar mandi dan setelahnya membawa sebuah gayung berisi air dingin dari sana.
BYUUURR!!!!!
“Phua! Hujan!!!“ Teriak Alvaro terkejut sembari ia berlari dari ranjangnya dan memeluk kaki Angga kemudian.
“Angga!“ Geram Xavier.
“Bang… hujan…. Hiks…” saking terkejutnya, Alvaro sampai dibuat menangis. Sontak Angga pun melempar gayung nya kearah Xavier dan menenangkan Alvaro.
Tuk!
“…”
“Duh, Baby. Maafin abang, habis baby nya susah bangun” ucap Angga meminta maaf sembari ia menggendong Alvaro ala koala.
“Huh? Terus tadi?…” Tanya Alvaro menghentikan tangisnya dan menatap lekat wajah Angga.
“Hahaha. Tadi itu abang ambil air di kamar mandi. Maaf ya baby. Yuk mandi dulu, abis tuh kita sarapan” ucap Angga yang kemudian membawa Alvaro ke kamar mandi. Sedang si Xavier ia tinggal sendiri.
“Tck. Dasar pengacau” gumam Xavier dengan kesal dan lalu ia pun pergi dari sana.
Ceklek!
“Bibi, tolong beresin ya” titah Xavier kala ada maid di dekat kamar Alvaro. Maid tersebut mengangguk patuh dan segera masuk ke kamar tuan muda nya untuk membersihkan kekacauan yang dibuat Angga.
—-
“Nah, kalian udah dateng, udah ganteng. Sini duduk” seru Bunda Lily saat melihat ketiga putranya yang sudah tampan wangi menghampiri nya yang bertepatan sedang duduk di meja makan bersama sang suami, Samuel.
Angga yang datang dengan menggendong Alvaro. Ia kemudian menurunkan Alvaro dan duduk di sebelahnya, sedang disisi lain diisi oleh Xavier.
“Baby kenapa?“ Tanya Ayah Samuel saat melihat bungsu nya tampam sedikit lesu.
“Ayah, tahu gak? Bang Angga tadi nyiram Al. Emangnya Al tanaman apa disiram segala” adu Alvaro dengan wajah menggemaskannya, sedang Angga hanya terkekeh saja.
“Emangnya adek ada salah apa?“ Tanya Ayah Samuel
“Gak ada. Al cuma bilang 'Lima menit lagi', taunya malah disiram” jelas Alvaro yang kemudian Ayah Samuel pun paham apa yang terjadi.
“Hahaha! Begitu ya, Angga, lain kali siram segalon aja” ucap Ayah Samuel yang malah membela Angga.
Alvaro membelalakan matanya terkejut, si Angga malah tekekeh geli dan mengiyakan. Alvaro kemudian menatap tajam kearah Ayah dan abangnya itu, ahhh…. Sungguh menyebalkan menurutnya.
“Bang!!!“ Seru Alvaro pada Xavier yang terlihat diam saja dengan senyum tipisnya.
“Hm. Angga kau tak bisa begitu, dan Ayah, seharusnya menegur. Bagaimanapun saat tertidur terkena air itu tak baik, bisa saja masuk hidung dan berakibat fatal” tegas Xavier yang kemudian Alvaro tersenyum bangga pada Angga.
“Iya iya~ dasar bocil, bisa nya ngadu” ejek Angga
“Biarin dih” jawab Alvaro.
“Sudah sudah. Lebih baik kita makan. Nah, baby mau makan sama apa, Bunda ambilin” ucap Bunda Lily mengalihkan perhatian.
“Apapun gak masalah” jawab Alvaro yang kemudian Bunda Lily mengangguk dan mulai mengisi piring Alvaro.
“Kalo abang mau sama apa?“ Kali ini Bunda Lily bertanya pada si kembar.
“Ambil sendiri” jawab mereka berdua serempak dan Bunda Lily hanya mengangguk saja. Kemudian dia mulai mengisi piring suaminya.
“Makan” ucap Ayah Samuel memulai acara sarapannya.
Mereka pun akhirnya menyantap makanan mereka dengan sesekali Xavier dan Angga menyuapi Alvaro. Padahal Alvaro sendiri juga sedang memakan makanannya.
—-
“Kenapa bisa begini?!“ Tanya Tuan Bhram pada karyawan nya yang bekerja diruang IT.
“Kami pun tak tahu, Tuan. Kami sudah berusaha semaksimal mungkin. Tapi orang yang meretas perusahaan kita terlalu kuat. Kami tak bisa menembusnya” jawab nya dengan membungkukkan tubuhnya mencoba untuk tak menatap atasannya.
“Sialan, apa itu Gintara?“
“Sepertinya bukan, Tuan. Tak ada pergerakan apapun dari Gintara” ucap sang sekretaris.
Ya, pagi ini perusahaan Bhram tengah dalam situasi yang sulit lagi. Seseorang meretas keamanan perusahaan dan mengambil sebagian data juga dana dari sana. Namun Bhram juga anak buahnya tak bisa menghentikannya karena pertahanan yang dibuat oleh musuh sangat kuat.
“Arrghhh!!! Sebenarnya kenapa bisa begini?! Siapa dia” kesal Bhram sembari ia mengacak rambutnya merasa frustasi.
Sedang disisi lain, seorang gadis tengah tersenyum penuh kemenangan dengan mulutnya yang menggigit sebuah lolipop.
“Hahaha! Dasar Ardiwinata, hanya segini saja tak becus” ucapnya dengan lantang.
Ia kemudian berdiri dari kursinya dan pergi dari ruangan penuh komputer itu.
“Nona, ada telepon dari Tuan Besar” ucap seorang bodyguard sembari menyerahkan ponselnya.
“Hallo, Daddy” sapa gadis tersebut pada orang diseberang sana.
“Sayang, jangan bermain terus. Ingatlah hal utama dari misi mu. Keluarga Nakami adalah rekan kita, jangan buat mereka terlalu lama menunggu” ucap pria yang disebut 'Daddy' itu.
“Tenang saja, Dadd. Aku akan mengerjakannya. Bagaimanapun, Nakami adalah keluarga suami bibi kan, jadi aku pasti akan melakukannya dengan baik~” jawab gadis tersebut dengan senyuman seringai nya.
“Ya. Hati-hati lah, jangan memaksakan diri untuk seekor tikus”
“Oky~”
“Kalau begitu, sampai nanti. Daddy akan mengirim sesuatu untukmu”
“Oh, apa itu?“
“Hadiah. Mommy mu tantrum karena kau pergi. Huft~ aku sedikit kelimpungan untuk menenangkannya. Ah sudahlah, kabari Mommy mu dan tenangkan dia”
“Ya, baiklah… bye, Dadd”
“Bye”
Tut!
“Huft~” gadis tersebut menghembuskan nafasnya ringan.
“Nona, apa perlu saya hubungi Nyonya sekarang?“ Tanya bodyguard tersebut yang menerima kembali ponselnya.
“Nanti saja, aku mau tidur. Sedari semalam aku tak tidur” jawab gadis tersebut yang lalu ia berjalan ke arah kamarnya.
—-
End of Chapter 22