"Mulai sekarang, kamu adalah istri saya Feby Ayodhya Larasati. Apapun yang ada di dalam diri kamu, hanyalah milik saya!" Kalimat yang keluar dari mulut pria tampan di hadapannya ini membuat seluruh bulu kuduknya berdiri. Jantungnya berdebar kencang saat pria itu semakin menatapnya dengan tatapan intens.
.....
Feby Ayodhya Larasati gadis cantik dan periang yang duduk di bangku SMA.
Tak hanya parasnya yang cantik, dia juga memiliki prestasi yang sangat bagus di sekolah. Impian dalam hidupnya hanya satu, yaitu mendapatkan beasiswa kuliah di luar negeri.
Kehidupannya selama ini selalu berjalan lancar namun, tidak saat ia bertemu dengan pria bernama Arka William Megantara.
Pertemuan yang berawal dari mimpi, kini berubah menjadi nyata. Pertemuan yang berawal dari kesalahpahaman, kini berubah menjadi hubungan pernikahan.
.....
Arka William Megantara, seorang CEO muda yang memiliki paras tampan, tubuh tegap, tinggi, dan atletis. Dia adalah satu-satunya pewaris tunggal di perusahaan Mega
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Briany Feby, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 35. Larangan Arka
Hal pertama yang Feby rasakan saat ia dan Arka duduk berdekatan di meja belajar adalah gugup. Ia berusaha menetralkan detak jantungnya yang terus berdebar kencang. Namun berbeda dengan Arka, pria itu tampak begitu fokus menjelaskan materi kepada Feby.
Dengan jarak yang begitu dekat, Feby bisa melihat dengan jelas wajah tampan Arka. Feby diam cukup lama mengamati setiap inchi wajah Arka. Tampan. Sungguh tampan. Itulah kalimat yang terus terngiang-ngiang di kepalanya.
Tatapan Feby pada akhirnya terpusat pada hidung milik pria itu. Bagaimana bisa pria itu memiliki hidung mancung yang begitu mempesona?
"Apakah kamu paham?" Tanya Arka dengan suara baritonnya setelah ia selesai menjelaskan panjang lebar.
Tidak ada jawaban apapun yang keluar dari mulut Feby. Gadis itu masih terpaku menatap keindahan ciptaan Tuhan di hadapannya ini yaitu, wajah tampan Arka.
"Saya tanya, apakah kamu paham? Saya sudah menjelaskan panjang lebar tapi kamu tidak mendengar Feb?" Ucap Arka sekali lagi.
Feby langsung tersadar dari lamunannya saat matanya tiba-tiba saja beradu dengan sepasang mata tajam milik Arka. Gadis itu langsung membuang pandangannya ke sembarang arah. "I-iya aku paham kok... Aku dengerin dari tadi penjelasan Mas Arka" Jawab Feby dengan terbata-bata. Ia berusaha menghindari tatapan Arka karena ia tidak ingin pria itu tau kalau saat ini ia sedang berbohong.
"Kalau kamu paham, saya akan kasih kamu beberapa soal yang berhubungan dengan penjelasan saya tadi mengenai fungsi kuadrat. Lalu setelah itu, kamu kerjakan. Saya akan cek apakah kamu benar-benar paham atau tidak" Titah Arka.
Feby dibuat melongo perkataan pria tampan itu yang terdengar sama persisi seperti seorang guru matematika di sekolahnya.
"Mas aku mau nanya boleh?"
"Tanyakan bagian mana yang kurang kamu pahami sebelum saya memberikan kamu soal" Jawab Arka.
"Bukan. Bukan tentang materi yang tadi Mas Arka jelaskan. Tapi tentang hal lain"
Arka menghentikan aktivitasnya yang tengah menulis beberapa soal untuk Feby. Pria itu lalu memusatkan semua perhatiannya kepada Feby. Menatap kedua mata Feby dengan tatapan dalam.
"Kalau aku ikut kursus bahasa Korea boleh nggak? Soalnya aku pengen lanjut kuliah di Korea setelah lulus. Itu impian aku dari dulu" Tanya Feby.
Feby mengatakan hal itu dengan begitu hati-hati. Karena sejujurnya ia takut Arka menolak permintaannya ini. Sebenarnya ia sudah lama ingin mengatakan hal ini kepada Arka tapi waktu dan kondisinya tidak tepat.
Dan Feby pikir, ini adalah kesempatan baginya untuk mengatakan keinginannya itu kepada Arka. Meskipun pernikahan ini hanyalah sebuah kebohongan, Namun Feby akan tetap membicarakan hal ini kepada Arka. Setidaknya sebagai bentuk penghormatan hubungan yang terjalin antara Ayahnya dan Om Tama.
Arka tampak diam sejenak. Raut wajah pria itu terlihat begitu datar dan tidak ada perubahan apapun. Meskipun Feby sudah berusaha meyakinkan Arka bahwa ia benar-benar ingin melanjutkan pendidikan di Korea Selatan. Namun tidak ada kalimat apapun yang keluar dari mulut pria tampan itu.
"Mas Arka tenang aja soal urusan biaya kuliah. Mas nggak perlu mikirin itu semua. Soalnya aku dapet tawaran untuk ikut program beasiswa kuliah di luar negeri dari sekolah" Sambung Feby berusaha meyakinkan Arka.
"Jadi kamu benar-benar ingin kuliah di luar negeri?"
Feby langsung mengangguk mendengar pertanyaan yang akhirnya keluar dari mulut Arka. "Iya Mas, karena itu adalah impian aku sejak dulu" Jawab Feby dengan begitu mantap tanpa ada keraguan sedikitpun.
"Saya pasti akan mendukung semua impian kamu Feb karena itu adalah tugas dan kewajiban saya sebagai suami kamu. Tapi untuk kuliah di luar negeri, saya rasa saya tidak bisa mengizinkannya" Ucap Arka.
Deg!
Raut wajah Feby langsung berubah seketika mendengar itu. "Tapi kenapa? Mas Arka bilang akan mendukung semua impian aku kan? Tapi kenapa Mas nggak izinin aku kuliah di luar negeri?" Tanya Feby.
"Karena saya punya banyak alasan kenapa saya tidak mengizinkan kamu kuliah di luar negeri" Jawab Arka.
Raut wajah Feby semakin terlihat mendung. Kedua mata gadis itu terlihat berkaca-kaca setelah mendengar jawaban dari Arka. Tersirat kekesalan dan juga kekecewaan atas keputusan dari pria itu.
"Apa alasannya?! Katakan! Mas nggak bisa ngambil keputusan sepihak seperti itu!" Feby tidak bisa lagi mengendalikan emosi di dalam hatinya.
Berbeda dengan Arka yang bersikap begitu tenang. Pria itu memegang kedua pundak Feby untuk menenangkan emosi gadis itu. Ia menatap dalam-dalam kedua mata Feby yang terlihat semakin merah dan berkaca-kaca.
Detik berikutnya, tangisan gadis itu pun akhirnya pecah. Feby menangis tersedu-sedu layaknya seorang anak kecil yang tidak diizinkan ayahnya pergi bermain hujan.
"Feby Ayodhya Larasati... Dengarkan dulu penjelasan say--"
"Mas Arka sebenernya maunya apa sih?! Kenapa Mas jahat banget?! Kenapa Mas rusak semua mimpi aku?!" Sambar Feby memotong ucapan Arka.
Emosi Feby kepada Arka semakin meledak. Gadis itu bahkan sampai memukul dada bidang Arka dengan sekuat tenaga. Arka membiarkan Feby meluapkan semua emosinya. Ia membiarkan gadis itu memukul dadanya hingga pada akhirnya gadis itu berhenti sendiri karena pukulan dari tangan mungil Feby, tidak terasa apa-apa pada tubuh kekar dan berotot milik Arka. Justru tangan gadis itulah yang terasa sakit.
Setelah Feby berhenti memukul dadanya, Arka tak diam saja, ia langsung menarik tubuh gadis itu ke dalam pelukannya. Ia memeluk erat tubuh mungil Feby meskipun gadis itu terus memberontak.
"Lepaskan aku Mas! Lepaskan!" Berontak Feby.
"Saya tidak mengizinkan kamu kuliah di luar negeri, karena saya tidak bisa jauh dari kamu Feb" Ucap Arka tepat di samping telinga Feby.
"Kenapa? Kenapa memangnya kalau aku jauh dari Mas? Aku bukan anak kecil Mas!"
"Ya, kamu memang bukan anak kecil. Tapi kamu harus tau Feb, semenjak saya mengucapkan ijab kabul di hadapan Ayah kamu dan penghulu, menjaga dan melindungi kamu sepenuhnya menjadi tanggung jawab saya"
Kali ini, giliran Feby yang dibuat bungkam oleh perkataan pria itu. Ia bungkam karena hatinya tiba-tiba saja berdesir. Lagi-lagi Arka mengungkit tentang hubungan diantara mereka. Ia mengatakan itu seolah-olah pernikahan ini benar-benar nyata.
"Kehidupan di luar negeri tidak semudah dan seindah yang kamu bayangkan Feb. Apalagi budaya pergaulan di sana begitu bebas. Saya tidak tau kesulitan-kesulitan apa yang nantinya akan kamu hadapi. Karena saya juga tidak bisa mengawasi kamu sepenuhnya"
Terdapat jeda beberapa saat sebelum akhirnya Arka kembali melanjutkan perkataannya.
"Intinya, saya melarang kamu demi kebaikan kamu. Saya tidak ingin kamu kenapa-kenapa. Kamu boleh berkuliah di universitas terbaik mana saja, asalkan masih di dalam negeri"
"Tapi Mas..."
"Kali ini saja Feb, tolong turuti perkataan suami kamu ini..."
...🕊️ 🕊️ 🕊️ 🕊️ 🕊️...
Kringggggggg!
Suara bel istirahat pertama terdengar di seluruh penjuru sekolah. Akhirnya, waktu yang ditunggu-tunggu para murid tiba. Raut wajah yang tadinya muram bak kuburan, kini langsung berubah ceria.
"Baik, waktunya sudah habis. Selesai atau tidak selesai, kumpulkan jawaban kalian di meja sekarang" Ucap Bu Tasripah guru matematika.
Beberapa siswa langsung maju ke depan untuk mengumpulkan kertas jawaban dengan langkah percaya diri. Salah satunya adalah Aji. Siswa yang terkenal paling ogah-ogahan dengan pelajaran matematika. Namun entah mengapa kali ini dia terlihat begitu percaya diri.
"Aji, tumben kamu keliatan bahagia dengan ulangan matematika kali ini?" Tanya Bu Tasripah pada Aji yang saat ini tengah menumpuk kertas jawaban. Guru killer itu bahkan hapal dengan tingkah Aji.
"Iya Bu, saya sedang berusaha untuk mencintai matematika seperti saya mencintai Manda" Jawab Aji.
Mendengar jawaban itu, suasana kelas tiba-tiba langsung riuh dengan gelak tawa. Bahkan Manda, yang kabar-kabarnya adalah gebetan Aji juga ikut tertawa terbahak-bahak meskipun dengan wajah yang sedikit bersemu.
"CIEEEEE! CIEEEEEEEEEEEEE!" Sorak para murid yang lainnya.
"JANGAN PERCAYA! AJI CUMAN MODUS BU!" Saut Riyan membuat suasana kelas semakin ramai tak terkendali.
"HEH! UDAH-UDAH STOP! KENAPA PADA BERISIK SIH?! SAYA TANYA AJI! KENAPA KALIAN YANG HEBOH?!" Teriak Bu Tasripah membuat sorak sorai para murid langsung mereda seketika.
"Cepat kumpulkan kertas jawaban kalian!
Ini waktunya sudah habis! Kalian mau pada istirahat atau nggak?!" Titah Bu Tasripah.
Semua murid bergegas mengumpulkan kertas jawaban di meja sebelum guru killer itu mengamuk. Karena jika sampai guru itu mengamuk, dia tidak segan-segan mengambil waktu istirahat mereka untuk melanjutkan pelajaran matematika.
Manda yang hendak maju ke depan, tiba-tiba mengurungkan niatnya saat ia melihat Feby yang masih duduk menelungkupkan wajahnya di atas meja.
"Feb! Kok Lo diem aja sih? Ayo cepetan kumpulin kertas jawabannya sebelum Bu Tasripah ngamuk!" Ucap Manda setengah berbisik seraya menyenggol lengan Feby.
Hal itu membuat Feby terusik dan langsung mengangkat kepalanya. Feby membenarkan posisi duduknya. Wajah gadis itu terlihat begitu muram. "Iya Man" Jawab Feby dengan singkat lalu gadis itu langsung bangkit berdiri mengumpulkan kertas jawaban di meja Bu Tasripah tanpa mengatakan apapun lagi.
"Tuh bocah kenapa sih? Apa ada masalah lagi ya?" Gumam Manda menatap Feby yang kini telah melenggang keluar dari kelas.
Pikirin Feby saat ini sedang berkecamuk. Keputusan Arka yang melarangnya untuk kuliah di luar negeri benar-benar membuat dia merasa gundah. Apa yang dikatakan pria itu memang ada benarnya, tapi egonya juga tidak rela untuk melepaskan impiannya begitu saja.
Haruskah ia tetap pergi dan menuruti egonya? Atau haruskah ia tetap di sini menuruti perkataan Arka? Namun jika ia pergi... Ia takut akan mengecewakan pria itu. Bukan hanya Arka saja, Ayahnya, juga pasti akan kecewa karena Ayahnya begitu menghormati keluarga Arka.
"Feb..." Feby membuyarkan lamunannya saat ia mendengar suara Manda yang memanggil namanya. Ia menoleh ke belakang, dan benar saja Manda entah sejak kapan sudah berdiri di belakangnya.
"Kantin yuk?" Ajak Manda.
"Kamu duluan aja Man, aku lagi nggak--"
"Lagi nggak mood maksudnya?" Potong Manda dengan nada menyindir.
"Udahlah Feb... gue emang nggak tau lo lagi ada masalah apa, tapi intinya setiap masalah pasti ada jalan keluarnya. Jangan dipendam sendiri kaya gitu Feb nanti yang ada lo malah stres sendiri tau nggak?" Cerocos Manda.
Feby menghelakan napasnya.
Sekuat apapun ia berusaha untuk menyembunyikan masalahnya, Manda pasti akan tau. "Aku bener-bener lagi bingung Man..." Lirih Feby.
"Udah dari pada bingung, mending kita makan bakso dulu di kantin! Nanti setelah itu, lo ceritain masalah lo ke gue gimana? Gue nggak tega liat sahabat gue yang masih muda ini wajahnya suram banget kaya kuburan!" Kata Manda berusaha untuk membuat Feby tertawa.
Feby terkekeh kecil mendengar itu. Melihat wajah Feby yang kini tidak terlalu muram, Manda langsung menarik tangan gadis itu.
"Eh? Man? Kita mau kemana?"
Tanya Feby.
"Ke kantin lah, emangnya kemana lagi? Cacing di perut gue dari tadi udah demo Feb minta diisi!"
"Tapi uangku masih di tas Man..." Ucap Feby agar Manda berhenti menariknya. Namun bukannya berhenti, gadis itu justru malah berlari seraya menarik tangan Feby.
"Udah lah... urusan uang mah gampang! Kan ada gue. Lo mau jajan apa, ambil aja di kantin. Nanti biar gue catet terus gue kasih ke Om Arka. Dia kan sultan Feb, nanti gue lipat gandakan harganya biar gue dapet untung banyak! Hahahaha...." Celoteh gadis itu seraya tertawa terbahak-bahak.
Feby pun ikut tertawa dengan celotehan Manda. Masalah yang berkecamuk di hatinya rasanya benar-benar hilang. Mereka berdua tertawa bersama tanpa perduli dengan tatapan dari murid-murid di sepanjang koridor kelas.
...🕊️ 🕊️ 🕊️ 🕊️ 🕊️...
"Oh... Jadi gitu masalahnya Feb? Dia nggak izinin lo buat kuliah di luar negeri karena dia nggak bisa jauh dari lo?" Tanya Manda setelah Feby menjelaskan semua permasalahan yang tengah ia hadapi.
Feby mengangguk pelan seraya menenggak es teh manis di depannya. Feby pada akhirnya menceritakan semuanya kepada Manda karena gadis itu terus saja mendesaknya.
"Itu tandanya dia suka sama lo Feb! Bukan cuma suka, dia pasti jatuh cinta sama lo!" Ucap Manda dengan begitu begitu semangat.
Feby langsung membekap mulut Manda karena gadis itu bicara begitu keras.
"Man! jangan kenceng-kenceng ngomongnya! Nanti kalo ada yang denger gimana?!"
Sungut Feby hal itu membuat Manda langsung mengecilkan suaranya.
"Maaf Feb... Gue kebablasan..." Lirih Manda.
"Tapi Feb, menurut gue sikap dari Pak Arka bener-bener nunjukin kalau dia itu cinta sama lo" Sambung Manda.
"Cinta? Nggak mungkin Man! Apa yang ada di pikiran kamu itu nggak mungkin terjadi. Hubungan diantara aku sama dia, cuma hubungan di atas kertas" Jawab Feby.
Manda berdecak pelan mendengar jawaban dari Feby. "Ck, Tapi feeling gue nggak pernah salah Feb. Gue liat ada cinta di mata dia buat Lo"
Feby langsung tertawa renyah.
"Cinta? Cinta apaan! Pria angkuh kaya dia itu nggak mungkin jatuh cinta sama aku"
"Kalau dia nggak cinta sama lo, ngapain dia marah saat lo deket sama Evandra?"
"Itu karena dia emang nggak suka aja sama Evandra"
Manda menghelakan napasnya. Kepalanya benar-benar terasa pusing menghadapi tingkah Feby yang sungguh terlalu polos.
"Menurut kamu, apa yang harus aku lakuin biar hubungan aku sama dia nggak kaya gini terus? Maksudnya biar nggak berantem terus setiap hari loh... Lama-lama aku bisa stres Man ngadepin sikap dia yang super nyebelin!"
"Cerai sama dia Feb" Jawab Manda dengan singkat.
Kedua mata Feby membulat sempurna mendengar jawaban Manda. "A-apa?"
"Cerai. C-e-r-a-i..." Manda mengeja kata tersebut.
"Nggak mungkin lah Man!" Ucap Feby.
"Kenapa nggak mungkin? Lo bilang kalau dia nggak cinta sama lo kan? Lo bilang kalau hubungan diantara lo dan dia cuma hubungan di atas kertas kan? Terus kenapa nggak mungkin Feb?" Feby langsung diam membisu karena Manda memberondongnya dengan banyak pertanyaan.
"Atau mungkin karena lo juga suka sama dia?"
Feby mematung. Benar-benar mematung bak prasasti. Apa yang diucapkan Manda benar-benar membuat dirinya bungkam seribu bahasa. Terjadi keheningan yang cukup lama diantara mereka berdua. Hingga pada akhirnya, sebuah notifikasi masuk dari hp Feby yang tergeletak di atas meja memecah keheningan.
Ting!
Ting!
Ibu : Feb cepat ke rumah sakit sekarang. Ayah kamu baru saja mengalami kecelakaan...
Ibu : Sekarang dia ada di ICU.
Raut wajah Feby langsung berubah seketika setelah ia membaca dua pesan yang masuk dari hpnya. Kedua mata Feby berkaca-kaca.
"Man, aku harus pulang sekarang!"
"Pulang? Kenapa Feb? Apa yang terjadi?" Tanya Manda dengan nada khawatir karena kedua mata Feby saat ini semakin berkaca-kaca.
"Ayah... Ayah aku kecelakaan" Feby mengatakan hal itu dengan bibir yang bergetar lalu setelah ia langsung berlari meninggalkan kantin.
...______________________________________...
...AUTHOR MAU SPILL NANTI DI BAB 40 ADA KEJUTAN DAR DER DOR BUAT KALIAN SEMUAAAAA! SIAPIN JANTUNG KALIAN!...
dan satu lagi punya seribu cara satu gagal coba lagi sampai mereka salah faham,,jarang ada yg siaga paling banyak kena jebakan nyesel minta maaf
ada satu sih yg lagi aku baca sebelum bergerak dah katauhan duluan
thor