Alina berkali kali patah hati yang dibuat sendiri. Meski dia paham kesalahannya yang terlalu idealis memilih pasangan. Wajar karena ia cantik dan cerdas serta dari keluarga terpandang. Namun tetap saja dia harus menikah. Karena tuntutan keluarga. Bagaimana akhir keputusannya? Mampukah ia menerima takdirNya? Apalagi setelah ia sadari cinta yang sesungguhnya setelah sosok itu tiada.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hana Ame, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Jadi Detektif
Di dalam swalayan,di dekat kasir, Arka, Andien, dan Adit berdiri agak jauh dari kasir, berpura-pura melihat barang-barang di rak sambil tetap mencuri pandang ke arah Alina. Mereka berusaha terlihat santai, tapi jelas sekali mereka sedang mengamati dengan penuh rasa ingin tahu. Mereka masih berpikir bahwa Alina itulah yang sedang jadi target ayahnya.
Adit pun berbisik sambil pura pura memegang bungkusan snack, "Oke, sekarang kita udah yakin. Ini beneran Alina, kan?"
Andien mengangguk sambil tersenyum kecil, "Iya, mungkin ini dia. Aku bisa lihat kenapa Ayah suka sama dia. Tidak terlalu cantik, simpatik tapi kelihatan tegas."
Arka mengangkat alis, "Hmm… aku lebih fokus ke gimana dia bisa bikin Ayah sampai uring-uringan beberapa hari. Pasti orangnya punya efek yang kuat."
Adit mendecak kagum, "Kayak penyihir, ya?"
Andien kemudian mencubit lengan Adit pelan, "Jangan aneh-aneh, dasar bocah!"
Saat mereka sedang asyik berbisik-bisik, tiba-tiba terdengar suara berat yang sangat familiar di belakang mereka.
Seorang lelaki berdeham keras, "Ahem, sedang apa anak anak? Apa yang kalian lakukan disini? "
Spontan, ketiga orang anak itu langsung membeku. Perlahan-lahan, mereka menoleh dan melihat Roy berdiri dengan tangan di pinggang, ekspresinya antara kesal, terharu, dan tak percaya dengan kelakuan anak-anaknya.
Roy kemudian menyipitkan mata, menatap mereka satu per satu, "Jadi, ini yang kalian lakukan saat aku lagi di Jakarta? Main detektif?"
Adit tertawa gugup, menggaruk kepalanya yang tidak gatal, "Eh… Ayah? Kok bisa di sini?"
Roy pun mendengus, melipat tangan di dada, "Harusnya ayah yang nanya itu ke kalian!"
Andien pun berusaha menenangkan situasi, tersenyum manis, "Kita cuma… penasaran, Yah."
Roy akhirnya menghela napas panjang, matanya melembut, "Kalian penasaran… atau kalian nggak percaya kalau ayah bisa jatuh cinta lagi?"
Ketiga anaknya saling bertatapan. Ada sedikit rasa bersalah di wajah mereka, tapi juga keinginan untuk mengerti.
Arka menghela napas, lalu berbicara jujur, "Bukan gitu, Yah… Kami cuma mau tahu siapa wanita yang bisa bikin Ayah kehilangan akal sehat beberapa hari terakhir."
Roy terkekeh pelan, lalu menepuk kepala Arka dengan sayang.
Roy pun tersenyum lelah, "Ya, aku sendiri juga nggak nyangka. Alina itu… sulit ditebak. Kadang aku yakin dia peduli, kadang dia malah menjauh. Dan aku nggak bisa berhenti mikirin dia."
Adit mengangguk dengan bijak, sok paham, "Jadi Ayah baper."
Roy yang terganggu akhirnya melotot ke Adit, tapi tidak bisa menahan senyum. "Bocah, kau tahu banyak soal perasaan orang dewasa sekarang, ya?"
Andien ikut tertawa kecil, lalu menggenggam tangan Roy sebentar, "Yah… Kami sebenarnya cuma mau memastikan Ayah baik-baik aja. Kami lihat Ayah kelihatan stres, jadi kami pengen tahu siapa orang yang bisa bikin Ayah kayak gitu."
Roy makin tersentuh, menatap anak-anaknya satu per satu dengan lembut, "Kalian ini… selalu bikin aku terharu."
Arka ikut tersenyum, menepuk bahu ayahnya, "Makanya, Yah, daripada ngelamun terus, kenapa nggak langsung bilang ke Alina perasaan Ayah yang sebenarnya?"
Roy terdiam, lalu menoleh ke beberapa arah di swalayan tersebut. "Tapi tante Alina masih sibuk bekerja, dia tidak ada disini." Roy jelas paham Alina ada di kantor di belakang swalayan, jadi pasti tidak menyadari keberadaan mereka. Ada keraguan di matanya, tapi juga ada keberanian yang perlahan muncul.
Adit menyikut Roy pelan, "Ayo, Yah! Kami udah jauh-jauh ke sini buat investigasi. Sekarang giliran Ayah yang bertindak!"
Roy menatap ketiga anaknya, lalu tersenyum kecil. Dengan napas dalam, ia mengangguk.
Roy mengusap wajahnya, bersiap-siap, "Baiklah… Aku akan bicara dengannya. Tapi tante Alina tidak disini. "
"Apaaaa??? " tanya ketiga anak itu bersamaan.
"Ja...jadi... yang di kasir itu bukan tante Alina? " Adit spontan memasang wajah bingung. Arka nampak tertawa kecil, " Nah bener dugaanku, pasti bukan ini. "
"Trus yang mana Yah? " Andien bertanya menuntut. Wajahnya memerah malu. Karena tadi dia yang begitu percaya diri menunjuk Alina kasir.
"Sebentar Ayah tanya dulu....... " Roy pun melangkah menuju pintu kantor swalayan, namun di saat yang sama muncullah sosok makhluk yang anggun sekaligus cantik menawan yang seolah menyongsong kehadiran Roy karena langkah mereka saling mendekat.
Roy terdiam, langkahnya membeku. Melihat gelagat ayahnya, tiga orang remaja itu kemudian melihat pemandangan indah di depan mereka sambil berbisik bisik. Seolah mereka disadarkan situasi, pesona Alina memang sedahsyat itu.
Dan sosok cantik itu memang tersenyum, bersikap professional, "Ada yang bisa saya bantu pak..... Roy? " Alina menyapa kikuk namun seolah tidak pernah terjadi apa apa.
Roy pun menyapa Alina ramah. Sambil bersalaman. "Apa kabar Bu Lina? " tanya Roy sangat resmi.
Alina hanya mengangguk tersenyum, "Baik pak. " Kemudian mata Alina ganti memandang tiga remaja di belakang sosok tampan itu.
"Oh, iya kenalkan ini anak anak saya. "
Dan mereka bertiga langsung bersalaman dengan Alina. Setelahnya Roy meminta waktu bicara dengan Alina dan anak anak pun melangkah keluar swalayan membiarkan ayahnya berdua.
Akhirnya, sambil berjalan keluar, ketiga anak Roy langsung bersorak kecil, memberi semangat. Hari itu, bukan hanya Roy yang menemukan keberanian, tapi juga keluarganya yang semakin erat karena berbagi satu tujuan yang sama yaitu melihat ayah mereka bahagia lagi.
cek profil aku ada cerita terbaru judulnya
THE EVIL TWINS
atau langsung tulis aja judulnya di pencarian, jangan lupa mampir dan favorit kan juga ya.
terima kasih